Opini Publik

Cukai Rokok Vs Kesehatan

ROKOK dikenai cukai. Berarti rokok termasuk barang yang konsumsinya dikendalikan dan peredarannya diawasi demi kesehatan

Editor: Hari Widodo
Foto Ist
Dr.dr. Pribakti B, SpOG(K), Dokter Purnabakti di RSUD Ulin Banjarmasin 

Oleh: Dr. dr. Pribakti B, SpOG(K) Dokter Purnabakti RSUD Ulin Banjarmasin

BANJARMASINPOST.CO.ID- ROKOK dikenai cukai. Berarti rokok termasuk barang yang konsumsinya dikendalikan dan peredarannya diawasi demi kesehatan konsumen masyarakat sekitarnya.

Hal ini sesuai pasal 2 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Cukai yang menyebutkan, barang-barang yang pemakaiannya dapat berdampak negatif bagi masyarakat atau lingkungan hidup, konsumsinya perlu dikendalikan dan peredarannya perlu diawasi dikenakan cukai.

Seharusnya dalam semangat itu pemerintah mengatur cukai rokok, yaitu untuk mengendalikan konsumsi demi melindungi dampak negatif pada pemakainya.  Apalagi dampak buruk rokok bukan hanya pada pemainnya melainkan juga terhadap orang-orang di sekitarnya.

Memang dari segi ekonomi sering dikatakan bahwa rokok lebih banyak manfaatnya dibandingkan mudaratnya karena ia membuka peluang kerja yang besar dalam menyumbangkan penghasilan yang besar pula bagi negara.

Namun di sisi lain, industri rokok cenderung menolak keinginan pemerintah meningkatkan pendapatan dari cukai melalui pengendalian penaikan tarif. Karena hal itu dapat menurunkan minat perokok pemula untuk membeli rokok, walau untuk perokok yang sudah kecanduan dan punya uang, berapapun harga rokok akan dia beli.

Semula asumsi saya, pemerintah akan memihak kepada rakyat: melindungi rakyat dari bahaya asap rokok dan memilih mengendalikan konsumsinya. Ternyata asumsi saya keliru. Cukai rokok ternyata diharapkan oleh negara dari peningkatan volume produksi rokok.

Dari kebijakan ini tampak jelas bahwa pemerintah lebih berpihak kepada industri rokok daripada melindungi rakyat dari dampak buruk rokok. Bahwa itu bertentangan dengan UU Cukai di atas, tidak perlu dirisaukan, toh banyak rakyat yang tidak tahu.

Dengan makin banyak rokok dikonsumsi masyarakat , makin besar pula penerimaan dari cukai. Sebab merekalah yang sebenarnya membayar cukai, bukan pabrik rokok. Dan kalau sakit, yang membayar juga perokok itu sendiri. Pemerintah tidak merasa mengeluarkan uang meskipun akibat sakit itu produktivitas rakyat menurun.

Yang pasti hingga saat ini tidak ditemukan efek baik dari merokok. Yang ada hanyalah efek buruknya saja. Tar yang meleleh ke saluran napas akan memacu tumbuhnya sel-sel yang berbakat menjadi kanker di paru-paru.

Unsur-unsurnya yang terisap ke saluran darah akan berbuat serupa di organ tubuh lainnya. Nikotinnya akan menimbulkan gangguan lambung, mengeraskan dan menyumbat pembuluh darah, serta meracuni otak sehingga menimbulkan kecanduan.

Proses kecanduan yang ditimbulkan nikotin, meskipun lebih ringan, serupa benar dengan proses kecanduan yang ditimbulkan narkotika. Seperti juga orang yang kecanduan narkotika, perokok akan sulit melepaskan diri darinya dan akan mengalami ketidaknyamanan fisik akibat ketagihan jika tidak merokok.

Sedemikian rupa sehingga masih banyak dokter perokok yang secara sadar mengetahui bahayanya pun sulit untuk menghentikannya.

Karbon monoksida yang terisap bersama asap akan mengikat hemoglobin darah sehingga kemampuannya mengikat oksigen akan berkurang. Jika proses ini berlangsung sejak remaja, kemampuan otaknya pun akan berkurang pula.

Tar dan abu yang terisap akan menimbulkan reaksi radang saluran napas. Diperkirakan ada 14 unsur dalam rokok yang berbahaya bagi kesehatan, termasuk zat yang mempercepat pengeroposan tulang (osteoporosis) dan penyebab kelainan pada bayi dalam kandungan.

Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

Pahlawan Prisma

 
© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved