BPJS, RS dan Honor Dokter

Ribut-ribut soal kecilnya honor dokter dalam sistem pelayanan kesehatan kapitasi di era BPJS

Editor: Dheny Irwan Saputra
zoom-inlihat foto BPJS, RS dan Honor Dokter
ANTARA FOTO/Dedhez Anggara
Warga menunjukan kartu BPJS Kesehatan yang siap digunakan di Indramayu, Jawa Barat, Jumat (2/1). Warga mulai mendaftarkan diri sebagai peserta BPJS, baik sebagai peserta baru atau peserta peralihan dari Jamkesmas.

Menurut Profesor UGM itu, JPS adalah konsep baru yang belum mengakar, akan sulit diterapkan. Tanpa persiapan cermat, apalagi amburadul, SJSN-BPJS hanyalah fatamorgana. BPJS hanya membangun citra, seolah-olah negara bertanggung jawab atas rakyatnya di saat perang pasar hadir. Kata-kata “jaminan semesta” kelak hanyalah merupakan janji yang kejam.

Bila Anda jeli membaca UU No. 29 tahun 2004 tentang praktik kedokteran, UU No. 36 tentang Kesehatan dan 44/2009 tentang Rumah Sakit, serta Permenkes yang menjadi aturan detailnya, jelas RS lah kini yang menjadi sang penentu kualitas dan harga. Si pembayar, asuransi swasta atau BPJS, hanya berurusan dengan rumah sakit, bukan dengan dokter. Artinya, suka atau tidak suka, dokter adalah milik RS. Hubungan Dokter-RS, identik dengan hubungan tenaga kerja pada umumnya: “buruh-majikan”. Di saat dokter lokal tidak lagi boleh memasang tarif sendiri, apakah istilah yang tepat untuk imbalan dokter: upah, gaji, atau honorarium? Pertanyaan ini harus dijawab! (*)

Halaman 2/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

Akhir Bahagia

 
© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved