Lawan
NEGARA ini sedang galau, nggak elite parpolnya, nggak elite pemerintahannya, nggak elite DPR-nya pula.
Penulis: nurlembang | Editor: Dheny Irwan Saputra
Aroma untuk menyalip di tikungan terasa sejak Undang Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (UU MD3) disahkan.
Pasal-pasal yang sangat krusial dari UU MD3 ini antara lain, pimpinan dewan sampai komisi ditentukan lewat pemilihan dengan sistem paket. Sebelumnya didasarkan pada perolehan suara terbanyak dalam pemilu legislatif.
UU ini ditetapkan setelah pemilu legislatif dimenangkan PDIP. Disengaja atau tidak ini mengadang kader PDIP menjadi Ketua DPR.
Perolehan suara PDIP dan koalisinya (PKB, NasDem, Hanura) jauh di bawah KMP.
Orang terkejut menyikapi UU MD3 dan RUU Pilkada itu. Sebab terkesan ada kepentingan terselubung, bukan kepentingan rakyat. Orang lebih mengaitkan adanya upaya untuk merebut kekuatan di level bawah sehingga kekuatan pemerintah mendatang bisa tereliminasi.
Terlalu naif kalau tidak tahu manfaat pemilukada langsung. Tokoh-tokoh yang bagus tapi tidak punya uang, bisa terpilih. Siapa yang kenal Jokowi 10 tahun lalu? Atau Ahok, Tri Rismaharini (Wali Kota Surabaya), dan Ridwan Kamil (Wali Kota Bandung). Mereka naik ke permukaan lewat pemilukada langsung.
Sebenarnya rakyat pun sudah jengah dengan pemilukada yang membuat ketidaknyamanan. Tidak sedikit yang mendukung dikembalikan pada DPRD.
Sayangnya usulan yang sekarang mudah ditebak latar belakangnya. Berangkat dengan niat yang lain sehingga masyarakat malahan menolak.
Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Irman Gusman sampai geram. Satu kata yang muncul darinya: Lawan.(*)