Terbanyak Bentrok TNI-Polri di Tempat Hiburan

Akibatnya, 8 anggota TNI luka yang 4 di antaranya tertembak dan 5 polisi luka. Untungnya, tidak ada yang tewas

Editor: Halmien

BANJARMASINPOST.CO.ID, JAKARTA - Konflik antara TNI dan Polri terus terjadi, seakan tanpa bisa dihentikan. Dalam setahun terakhir, sejak19 Oktober 2013 hingga 21 September 2014 sudah terjadi enam kali bentrokan antara TNI dan Polri.

Akibatnya, 8 anggota TNI luka yang 4 di antaranya tertembak dan 5 polisi luka. Untungnya, tidak ada yang tewas dalam bentrokan ini.

"Indonesia Police Watch (IPW) mencatat, bentrokan terbanyak terjadi di tempat hiburan, yakni tiga  peristiwa. Jabar memegang rekor terbanyak bentrokan TNI-Polri dalam setahun terakhir, yakni ada tiga  kasus. Sedangkan Jakarta, Sulteng, dan Kepri masing-masing satu kasus," papar   Neta S Pane, Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW), Selasa (23/9/2014).

Dijelaskan, sebagian besar bentrokan terjadi antara oknum TNI dengan Brimob. Elit TNI maupun Polri perlu menyikapi hal ini agar bentrokan di jajaran bawah tidak terus terjadi dan meresahkan masyarakat.

"Bentrokan demi bentrokan terus terjadi karena bibit-bibit potensi konflik di jajaran bawah antara TNI-Polri tidak pernah diselesaikan secara
tuntas.  Sehingga letupan gampang tersulut menjadi konflik dan bentrokan yang memakan korban," Neta mengingatkan. 

Ujung dari akar masalah ini, katanya lagi,  sebenarnya adalah soal ekonomi atau ketimpangan ekonomi. Biaya hidup yang kian tinggi, kerap membuat jajaran bawah, baik TNI maupun Polri terlibat aksi backing maupun jasa pengamanan.

Di antaranya menjadi backing di tempat hiburan malam, kawasan pertokoan, lokasi industri, sampai pada kegiatan ilegal, seperti penimbunan BBM ilegal atau melindungi bandar narkoba.

"Dalam persaingan jasa pengamanan ini kerap muncul semangat korps atau semangat korsa yang berlebihan. Masing-masing oknum terkadang lebih mengedepankan arogansi dan superioritas, terutama jika satu sama lain merasa terganggu kepentingannya," paparnya.

Untuk mengatasinya perlu kesamaan Neta kemudian menyarankan, persepsi dan tindakan di kalangan masing-masing elit, bahwa para elit maupun jajaran bawah tidak boleh terlibat dalam aksi backing, jasa pengamanan maupun jasa pengawalan.

Bagi yang terlibat, institusi akan memecatnya. Konsekwensinya negara harus memberikan kesejahteraan yang layak buat TNI maupun Polri.

Selama ini, Neta menegaskan kembali,  masing-masing elit cenderung permisif untuk kegiatan ilegal ini. Tak jarang para atasan menugaskan bawahannya untuk mengawal pengusaha tertentu dan honornya di bagi dua dengan atasan. Bahkan, ada elit tertentu yang mengangkat pengusaha koleganya menjadi penasehatnya.

"Aksi-aksi atasan seperti inilah yang kerap memberi angin pada bawahan untuk saling berebut lahan. Yang akibatnya sering memicu konflik. Sepanjang para atasan tidak menertibkan sikap dan prilakunya, jangan harap bentrokan di jajaran bawah bisa dihentikan," pungkas Neta S Pane.

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved