Begini Cara Rusia ‘Memerangi’ Makanan Barat

Tapi rencana Putin untuk pemusnahan massal barang impor pangan itu telah memicu kemarahan warganya, akibat tingkat kemiskinan yang melonjak.

Editor: Yamani Ramlan
Mirror
Proses penghancuran makanan impor ilegal dari Eropa yang dilakukan pemerintah Rusia. 

BANJARMASINPOST.CO.ID - Rusia telah membuldoser gunung keju Eropa impor ilegal, setelah pemerintah setempat mengkampanyekan larangan makanan Barat masuk negeri mereka.

Tapi rencana Putin untuk pemusnahan massal barang impor pangan itu telah memicu kemarahan warganya, akibat tingkat kemiskinan yang melonjak dan kenangan tetap kelaparan selama masa Uni Soviet.

Bahkan beberapa sekutu Kremlin mengekspresikan kejutan pada gagasan ‘krematorium makanan’ sementara satu imam ortodoks mengecam kampanye yang secara resmi dimulai pada Kamis (6/8/2015), dan menilai hal itu sebagai tindakan gila dan berdosa.

Namun, pihak berwenang bertekad untuk menekan beredarnya makanan Barat dengan menghancurkan produk impor ilegal yang mereka anggap sebagai ancaman keamanan.

Seperti dirilis Mirror, Jumat (7/8/2015), TV Rusia menunjukkan proses penghancuran keju dan terlihat para pekerja bersemangat melemparkan kotak daging Eropa dalam insinerator.

Moskow melarang impor banyak makanan Barat sejak tahun lalu, sebagai balasan atas sanksi yang dijatuhkan oleh Amerika Serikat, Uni Eropa dan lain-lain terhadap konfrontasi mereka atas Ukraina.

Tapi sekarang banyak orang Rusia mengatakan pemerintah telah kehilangan pandangan dari perjuangan sehari-hari yang dihadapi oleh warga biasa.

Lebih dari 285.000 orang telah didukung sebuah petisi online di Change.org, sebuah situs internasional yang menyerukan Presiden Vladimir Putin mencabut keputusan tersebut dan menyerahkan makanan kepada orang-orang yang membutuhkan.

"Sanksi telah menyebabkan pertumbuhan utama di harga makanan di rak Rusia. Pensiunan Rusia, veteran, keluarga besar, kelompok-kelompok sosial yang membutuhkan dan lainnya dipaksa untuk lebih membatasi diet mereka sampai kelaparan," kata petisi itu.

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved