Berita Viral

Guru SMAN Pilu Dipecat Jelang Pensiun, Niat Muis Bantu Para Honorer Berujung Petaka, Imbas Ulah LSM

Kisah pilu dialami Abdul Muis, guru Sosiologi di SMAN 1 Luwu Utara, Sulawesi Selatan. Dia dipecat dari ASN setelah membantu para honorer yang tak gaji

|
Editor: Murhan
Kompas.com/MUH. AMRAN AMIR
DIPECAT - Abdul Muis (59), guru mata pelajaran Sosiologi di SMA Negeri 1 Luwu Utara, Sulawesi Selatan saat dikonfirmasi kompas.com, Senin (10/11/2025). Kisah pilu dialami Abdul Muis, guru Sosiologi di SMAN 1 Luwu Utara, Sulawesi Selatan. Dia dipecat dari ASN setelah membantu para honorer yang tak digaji. 

BANJARMASINPOST.CO.ID -  Kisah pilu dialami Abdul Muis, guru Sosiologi di SMAN 1 Luwu Utara, Sulawesi Selatan.

Dia harus menerima kenyataan pahit diberhentikan tidak dengan hormat (PTDH) sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN).

Padahal, tak lama lagi, Abdul Muis memasuki masa pensiun sebagai ASN.

Awal kasus ini dari laporan salah satu lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang menuding adanya pungutan liar (pungli) di sekolah.

Bermula pada tahun 2018. Saat itu, Abdul Muis yang menjabat sebagai Bendahara Komite Sekolah menghadapi masalah pelik.

Kasus ini, yang juga menyeret mantan Kepala Sekolah Drs. Rasnal, M.Pd., menjadi sorotan karena berawal dari niat kemanusiaan untuk membantu guru honorer.

Baca juga: Oknum TNI Terekam Bongkar Kotak Infak Masjid, Curi Rp1,3 Juta, Ngaku Kehabisan Uang Jenguk Orangtua

Sejumlah guru honorer di SMAN 1 Luwu Utara belum menerima honor selama sepuluh bulan karena terkendala masalah data di sistem Dapodik.

Karena honorer tidak dapat dibiayai dari Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS), Kepala Sekolah dan Muis berinisiatif mencari solusi.

Namun, langkah kemanusiaan dan kebijakan internal sekolah yang terbuka ini justru berbuntut panjang.

Saat itu ia dipilih sebagai bendahara komite berdasarkan kesepakatan dalam rapat pengurus komite dan orang tua siswa, bukan pungutan sepihak.

Hasilnya, disepakati adanya donasi sukarela dari wali murid sebesar Rp 20.000 per bulan.

“Dana komite itu hasil kesepakatan orang tua. Disepakati Rp 20.000 per bulan. Yang tidak mampu, gratis. Yang bersaudara, satu saja yang bayar,” ujarnya, dilansir dari Kompas.com.

Dana itu digunakan untuk mendukung kegiatan sekolah dan memberikan tunjangan kecil bagi guru dengan tugas tambahan seperti wali kelas, pengelola laboratorium, dan wakil kepala sekolah.

Menurut Muis, saat itu sekolah menghadapi kekurangan tenaga pendidik karena banyak guru yang pensiun, mutasi, atau meninggal dunia.

“Tenaga pengajar itu kan dinamis. Ada yang meninggal, ada yang mutasi, ada yang pensiun. Jadi itu bisa terjadi setiap tahun,” ucapnya.

Halaman 1/4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved