Donald Trump Manfaatkan Setya Novanto
Apalagi, dalam pertemuan tersebut, Novanto sempat mengklaim bahwa rakyat Indonesia menyukai sosok Trump.
BANJARMASINPOST.CO.ID, JAKARTA - Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana, mempertanyakan sikap Ketua DPR RI Setya Novanto yang bertemu dengan bakal calon presiden Partai Republik untuk pemilu Amerika Serikat tahun 2016, Donald Trump.
Apalagi, dalam pertemuan tersebut, Novanto sempat mengklaim bahwa rakyat Indonesia menyukai sosok Trump.
Baca Juga:
Donald Trump Masih Pimpin Persaingan Capres Partai Republik
Kisah Luar Biasa Raksasa Properti AS Donald Trump
Miliuner Donald Trump Calonkan Diri untuk Pilpres 2016
Setya Novanto : Kritik Baik dan Buruk Kita Terima
Total Harta Setya Novanto Rp 100 M Lebih
Dalam tayangan yang ada, kata Hikmahanto, Donald Trump sempat memperkenalkan Setya Novanto kepada massa pendukungnya.
Dalam kesempatan itu, Trump bertanya kepada Setya Novanto, "apakah rakyat Indonesia menyukai saya?" Lantas Novanto pun menjawab, "ya".
"Jawaban dan kehadiran Setya Novanto yang diperkenalkan sebagai Ketua DPR, seolah memberi endorsement atas kampanye Trump. Tanpa disadari, Ketua DPR dari sebuah negara besar dengan jumlah muslim terbesar dan demokratis, telah dimanfaatkan oleh Donald Trump," kata Hikmahanto dalam keterangan tertulisnya kepada Kompas.com, Sabtu (5/9/2015).
Hikmahanto pun meminta Ketua DPR untuk mengklarikasi kehadiran dan jawaban atas pertanyaan Donald Trump tersebut, karena dapat dianggap sebagai intervensi negara lain terhadap politik Indonesia.
Apalagi, kunjungan pimpinan DPR ke New York ini adalah untuk melakukan kerja diplomasi mewakili Indonesia, bukan menghadiri kampanye Donald Trump.
"Terlebih lagi rakyat Indonesia belum tentu tahu siapa itu Donald Trump, terlebih menyukainya. Alat perlengkapan DPR perlu menelisik motif kehadiran dan jawaban Ketua DPR dalam kampanye Donald Trump," ucap Hikmahanto.
Setya Novanto dan rombongan pimpinan DPR sedang berada di AS untuk mengikuti konferensi para Ketua Parlemen Dunia yang dibuka 1 September di markas Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di New York.
