Sang Ibu Harus Selalu Sembunyikan Pisau di Rumah Agar si Anak Tak Memotong Kemaluannya
Seorang ibu di Kansas, Amerika Serikat, terpaksa harus menyembunyikan semua beda tajam seperti pisau dan gunting di rumahnya selama bertahun-tahun.
Penulis: Yamani Ramlan | Editor: Yamani Ramlan
BANJARMASINPOST.CO.ID - Seorang ibu di Kansas, Amerika Serikat, terpaksa harus menyembunyikan semua beda tajam seperti pisau dan gunting di rumahnya selama bertahun-tahun.
Pasalnya, sang ibu bernama Deby Jackson (41) itu takut anak laki-lakinya yang saat itu berusia empat tahun bernama tersebut merasa sebagai perempuan.
Tindakan itu harus dilakukan Debi setelah mendengar anaknya, Avery, mengatakan; "Ibu sadar kan kalau aku seorang gadis?"
Avery terlahir sebagai laki-laki, namun dalam perkembangannya menunjukkan kalau dia merasa lebih pas sebagai perempuan.
Ke sekolah pun Avery lebih suka mengenakan pakaian perempuan.
"Saya bertanya-tanya apakah saya melakukan hal yang benar," kata Debi.
"Tapi hidup sebagai anak laki-laki membuat Avery sengsara, dan saya khawatir hal akan menjadi lebih buruk sehingga suami saya dan saya membelikan pakaian lebih girly untuk Avery,” keluhnya seperti dikutip The Sun, Selasa (24/11/2015).
Debi mengatakan, tidak ada indikasi Avery dilahirkan dalam tubuh yang salah, saat kelahiran anaknya pada Juni 2007.
"Avery adalah seorang anak yang khas. Dia suka Thomas the Tank Engine dan bermain superhero dengan saudaranya Anson."
Perubahan muncul ketika Avery merasa sebagai laki-laki namun memiliki nama seperti anak perempuan.
"Saat berbelanja, Avery menunjuk gaun putri merah muda dan bertanya apakah ia bisa memilikinya. Saya terkejut, tetapi karena dia masih anak-anak dan tak keberatan kalau dia berdandan seperti perempuan,” tutur Debi.
Sejk saat itu Avery pun ingin memakai gaun sehari-hari.
"Saat itu saya sempat khawatir dia akan melakukannya di luar rumah. Tapi ketika saya menjelaskan ini, raut wajahnya memilukan,” jelasnya.
Setelah itu, selama beberapa bulan ke depan, ia mulai meminta pakaian untuk perempuan seperti sepatu berlampu, jins bermanik-manik. Dan hal itu pun dituruti orangtuanya.
"Dia pun menolak saat rambutnya akan dipotong. Saat itu, saya belum pernah mendengar tentang orang-orang yang transeksual dan berpikir mungkin ia hanya gay,” keluh Debi.
Debi mengatakan dia makin terkejut ketika Avery mengumumkan kalau dirinya adalah seorang perempuan.
"Aku tidak tahu apa yang harus berpikir. Dia mulai mengatakan ia tidak senang dengan tubuhnya. Ia menjadi sangat bahagia,” lanjutnya.
"Dia bilang dia ingin menyingkirkan bagian laki-lakinya, karena ada 'di jalan' dan aku takut ia mungkin membahayakan dirinya sendiri. Jadi saya bersembunyi semua gunting dan pisau di rumah."
Debi pun sempat membawa Avery ke dokter, dan disarankan agar anak itu dirujuk ke terapis dan didiagnosis menderita Gender Dysphoria, yang berarti ia akan cenderung tumbuh sebagai transgender.
Keluarga telah menerima konseling dan mulai menyebut Avery sebagai seorang gadis.
"Lega rasanya ketika dikonfirmasi. Avery tahu dia adalah seorang gadis, sehingga kita tidak harus menjelaskan itu padanya.”
"Tapi aku takut Avery akan diganggu, dan dia masih terlalu muda untuk memahami bagaimana sulitnya akan transisi,” ujar Debi.
Persoalan timbul saat dia mulai masuk sekolah pada Februari 2012.
Meski para guru memahami kondisi Avery, tapi dia di-bully teman-teman sekolahnya.
“Anak-anak mulai menggertak Avery. Jadi kami memutuskan untuk memiliki dia home schooling.”
"Dia senang dia bisa menjadi dirinya sendiri, tapi kami kehilangan teman dan keluarga sebagai akibat dari transisi Avery."
Sekarang Avery telah hidup sebagai seorang gadis sejak empat tahun lalu dan mengaku lebih bahagia dari sebelumnya.
Ingin selalu update berita terbaru dari www.banjarmasinpost.co.id? Like Fans Page BPost Online.
