Pengusaha Tak Mau Buntung
Selanjutnya periode II yang menawarkan tarif tiga persen mulai dibuka sejak Sabtu (1/10), dengan harapan semakin banyak wajib pajak yang memanfaatkann
TAX amnesty periode I dengan tarif dua persen telah berakhir tepat pada 30 September 2016. Pelaksanaannya terbilang sukses dengan perolehan uang tebusan mencapai Rp 97,2 triliun, atau melebihi 50 persen dari target sepanjang program hingga akhir Maret 2017 yang mencapai Rp 165 triliun.
Selanjutnya periode II yang menawarkan tarif tiga persen mulai dibuka sejak Sabtu (1/10), dengan harapan semakin banyak wajib pajak yang memanfaatkannya.
Terlepas dari euforia prestasi tax amnesty yang melewati target, PR besar masih menanti pemerintah. Para pengusaha yang telah menarik dananya dari luar negeri menanti kebijakan nyata penggunaan dana yang sudah terkumpul agar tidak mubazir karena hanya ngendon di bank.
Pemerintah diharapkan segera mempersiapkan proyek-proyek apa yang bisa dimasuki swasta, entah melalui Join Ventura dengan BUMN, penyertaan saham, ataupun pembelian obligasi. Seperti disampaikan Ketua Dewan Pertimbangan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sofjan Wanandi.
Harapan itu tentu tidak muluk. Mengingat, pengusaha penuh perhitungan terutama menyangkut uang yang dimilikinya. Mereka tentu tidak mau buntung, setelah menarik dananya dari luar negeri. Apalagi selama ini, pengusaha yang menyimpan dana di luar negeri dimanjakan dengan berbagai fasilitas dan penawaran menarik dari perbankan luar negeri.
Program tax amnesty sendiri memang sangat positif dampaknya sebagai sumber penghasilam negara. Dengan masuknya uang milik warga negara Indonesia ke dalam negeri, tentu akan menambah likuiditas nasional yang dikelola perbankan.
Tapi tentu dana yang terhimpun di bank ini jangan sampai mengendap, melainkan harus produktif. Masuknya dana melalui program tax amnesty harus mendorong pertumbuhan perekonomian dan pembangunan khususnya infrastruktur. Untuk itu penyalurannya lebih ditekankan pada sektor riil.
Agar sesuai target, harus ada koordinasi antara sektor riil, sektor fiskal dan moneter sehingga pada akhirnya tax amnesty itu tak sekadar menarik dana masyarakat tapi pemanfaatannya malah mandeg karena dana mudah masuk tapi sulit keluar. Seperti disampaikan Kepala Kantor BI Wilayah Kalsel, Harymurthy Gunawan beberapa waktu lalu, diperlulkan pengelolaan dana repatriasi yang cermat.
Makanya perlu ada satu terobosan pola penggunaan penampungan dana repatriasi berupa special deposit account dan atau trustee. Sebab kedua model ini memungkinkan pemerintah untuk menjaga dan memonitoring dana repatriasi selama jangka waktu yang diinginkan. Apapun model pemanfaatannya yang penting dapat dimonitoring penggunaannya, agar tepat guna dan sasaran serta bisa dipertanggungjawabkan. (*)