Kalsel Menuju 2017

Selama 2016, Kekerasan Terhadap Anak Terus Meningkat

Satu yang masih hangat karena terjadi pada November tadi, adalah penganiayaan yang dilakukan Fitria Rahayu (31) kepada anak angkatnya DA (8).

Editor: Yamani Ramlan
Banjarmasin Post
Banjarmasin Post edisi 29 Desember 2016 

Dia meyakini, kasus kekerasan anak bakal terus meningkat dari tahun ke tahun. Ini terbukti dari data pada 2011 yang 17 kasus dan pada 2016 menjadi 41 kasus.

Institusinya memang bertugas menerima laporan atau pengaduan lalu diklarifikasi. Kemudian korban akan didampingi konsuler.

"Bila ada anak yang mengalami masalah psikologi, akan didampingi psikolog," katanya. Sedangkan jika ada penelantaran, pihaknya akan berkoordinasi dengan dinas sosial.

"Advokasi juga ada untuk penanganan masalah hukumnya," tambahnya.

Bukan hanya menerima laporan, pihaknya juga melakukan sosialisasi pencegahan ke masyarakat, sekolah sampai pengajian. Karena itu P2PTP2A Kalsel senang ada sekolah ramah anak atau kampung ramah anak.

"Tetapi masyarakat juga harus proaktif. Tenaga kami terbatas. Sekolah-sekolah juga harus proaktif memberikan sosialisasi pada orangtua siswa," pinta Evi.

Psikolog Universitas Lambung Mangkurat (ULM) Banjarmasin, Sukma Noor Akbar menganalisa, kasus kekerasan terhadap anak cukup merata terjadi di seluruh Indonesia dan tingkatnya sudah sangat memprihatinkan.

“Data itu adalah yang terlapor saja, angka kekerasan kepada anak sebenarnya lebih daripada jumlah tersebut,” kata dia.

Dan Sukma menilai sebenarnya Indonesia mengalami darurat kekerasan terhadap anak. Penyebabnya, di antaranya kurangnya pengetahuan cara mendidik anak, hukuman kekerasan fisik masih dianggap sebagai suatu yang normal dalam mendisiplinkan anak dan faktor ekonomi serta kontrol emosi orangtua yang rendah.

Sukma menyebut, anak yang menjadi korban kekerasan, secara fisik tampak luka, kesakitan, cedera atau masalah medis lainnya.

Di samping itu, secara psikologis anak akan juga terlihat berbeda. Jika sebelumnya dia seorang yang ceria, maka cenderung menarik diri, murung, mudah marah, prestasi sekolah menurun, agresif, perasaan takut yang berlebih, bahkan depresi.

"Ada beberapa cara yang bisa kita lakukan agar anak berani mengatakan tidak suka dan berani melaporkan kejadian pada orangtua atau guru. Bangun kepercayaan dirinya dan selalu memberi dukungan, memfasilitasi perasaan anak misalnya dengan mengajak bermain, berbicara tentang perasaan dan ketakutan serta respons lainnya," tutur Sukma.

Untuk menghindari menjadi korban kekerasan fisik, psikologis dan seksual tentunya adanya harus ada penguatan peran dari sekolah, anak bisa dilatih untuk diberikan bekal pengetahuan tentang apa saja yang dinamakan dengan kekerasan.

Juga menghindari orang asing ketika menyentuh bagian sensitifnya, melaporkan kepada guru atau pihak berwajib ketika anak menjadi korban kekerasan dan masyarakat juga lebih peduli ketika ada orang di sekitarnya yang melakukan kekerasan pada anak.

Pengamat sosial Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Antasari Banjarmasin, Aulia Aziza mengatakan, kekerasan terhadap anak adalah krisis senyap di Indonesia dan hanya akan berhenti jika semuanya; orangtua, guru, pemuka masyarakat dan pemerintah bekerja sama dan melindungi semua anak seperti mereka anaknya sendiri.

Halaman 3/4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved