Seputar Kaltim
Komunitas Gay dan Transgender di Kaltim Dikumpulkan, Ini Tujuannya
Ditemui di kantor PKBI Kaltim, Jl Letjen Suprapto, Samarinda, Sumadi menjelaskan dari data Dinas Kesehatan Samarinda, per November 2016, ada sekitar 2
BANJARMASINPOST.CO.ID, SAMARINDA - Kelompok minoritas LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender), khususnya gay, biseksual dan transgender, masuk dalam salah satu kelompok yang berisiko terjangkit virus HIV/AIDS. Selain dari kelompok waria dan juga pengguna jarum suntik.
Hal tersebut diungkapkan Direktur Eksekutif Perkumpulan Keluarga Berancana Indonesia (PKBI) Kalimantan Timur Sumadi.
Ditemui di kantor PKBI Kaltim, Jl Letjen Suprapto, Samarinda, Sumadi menjelaskan dari data Dinas Kesehatan Samarinda, per November 2016, ada sekitar 2.509 lebih orang terkena virus HIV/AIDS, termasuk di antaranya kelompok minoritas tersebut.
Hal itulah yang membuat PKBI gencar melakukan pendampingan terhadap komunitas yang tergolong rawan terjangkit virus tersebut.
"Tugas utama kami mencegah penularan virus HIV/AIDS. Selain melakukan pemeriksaan kesehatan, kami juga berupaya membangun perubahan perilaku mereka," tutur Sumadi, Selasa (30/5/2017).
Lanjut dia, dari tahun ke tahun terdapat tren peningkatan kelompok minoritas di Kaltim. Namun, dirinya menegaskan, peningkatan tersebut lebih dikarenakan, PKBI saat sangat intens mencari dan mengakomodir kelompok-kelompok LGBT.
"Yang jelas dari jumlah memang meningkat, tapi hal itu karena kami mencari mereka, karena ada target tahunan, yakni sekitar 4.500 orang yang harus kami jangkau, dan harus kami lakukan pendampingan," tuturnya.
Ditanya mengenai cara mengumpulkan kelompok minoritas tersebut, khususnya gay, Sumadi menuturkan, awalnya mencari tokoh kunci di kelompok tersebut, setelah memberikan pemahaman, tokoh kunci tersebut mengumpulkan anggota komunitas gay.
Setelah itu, menggunakan pola snow ball, PKBI dapat menjangkau lebih banyak lagi orang-orang yang masuk dalam kategori rawan penularan HIV/AIDS.
"Kami pakai sistem edutainment, kumpul di kafe, sharing, karaoke. Kami terjun langsung, masuk langsung ke mereka," jelasnya.
Untuk pemeriksaan kesehatan sendiri, PKBI melakukan sebulan dua kali pemeriksaan.
Dengan mekanisme sebelum lakukan tes kesehatan, memberikan pemahaman tentang virus HIV/AIDS, serta berpreilaku positif. Lalu diadakan proses konseling terhadap masing-masing orang.
Setelah itu, baru dilakukan tes kesehatan, pengecekan HIV/AIDS.
Bagi yang positif, langsung beri rujukan ke RSUD AW Syahranie, guna mendapatkan perawatan, serta mendapatkan obat (ARV) yang dapat menekan virus tersebut hingga titik nol.
"Saat menjalani pemeriksaan di rumah sakit, tetap kita dampingi, agar yang positif ini tidak dendam terhadap yang menularkannya, kita dampingi terus. Dan, pemberian obat tersebut gratis, termasuk pemeriksaan kesehatannya," ucapnya.
Koordinator HIV/AIDS PKBI Kaltim, Muran, menambahkan hingga saat ini PKBI sudah dapat menjangkau kurang lebih 2.000 orang dari kelompok minoritas LGBT.
Rata-rata berusia dewasa, kendati terdapat beberapa yang masih di bawah umur.
"Yang jelas untuk kelompok ini, sudah ada di mana-mana, tidak hanya di Samarinda, tapi sudah sampai Bontang, Kukar, Balikpapan, merata di daerah lain. Kelompok ini tidak hanya ada satu saja, tapi banyak kelompok," tuturnya.
Latar belakang mereka hingga sampai seperti ini beragam.
"Kita berupaya agar mereka dapat kembali lagi, karena terbukti ada yang kembali ke kehidupan normal," tutupnya.
Gonta-ganti Pasangan
Ayunda Ramadhani, Psikolog Klinis di Klinik Famro Samarinda mengatakan, dalam kehidupan sehari-hari, individu gay sebenarnya lebih bersahabat, mudah bergaul, digemari banyak perempuan dan menjadi sahabat terbaik di kelompoknya.
Menurutnya, ada berbagai perilaku yang ditunjukan pria ke sesama gay, di antaranya maskulin dan feminin.
Pria gay yang bersifat maskulin biasanya mengambil posisi dominan dalam hubungan fisik dan emosional, sedangkan pasangan gay dengan sifat feminin lebih menunjukkan sikap mengalah pada pasangannya.
"Ada kencenderungan komunitas gay ini berperilaku bebas dalam artian boleh gonta-ganti pasangan. Inilah yang berbahaya, karena rawan penularan penyakit seperti HIV/AIDS atau penyakit menular lainnya," ungkap Ayunda.
Untuk menjaga agar hubungan ini lebih aman dari ancaman penyakit menular yang berbahaya, setiap pasangan sebaiknya memikirkan konsekuensi kesehatan yang timbul akibat gonta-ganti pasangan.
Jadi, tidak hanya memikirkan persoalan seksual saja dalam membangun relasi.
Sebagai psikolog hanya membantu mencarikan solusi adaptatif, menjelaskan konsekuensi di kehidupan norma masyarakat saat ini.
"Salah satu masalah terbesar yang dihadapi pria gay adalah proses pengungkapan orientasi seksualnya kepada keluarga atau publik, yang terkadang bertentangan dengan norma masyarakat heteroseksual sekarang," tuturnya.
Sebagai sebuah pilihan, pria tersebut dapat memilih kembali ke orientasi heteroseksual dengan berbagai terapi dan konseling. (*)
Dikutip dari TRIBUNKALTIM.co dengan judul: Rawan Terjangkit Virus HIV/AIDS, PKBI Kumpulkan Komunitas Gay
