Eksistensi Tradisi Unik di Kalsel

Tradisi Pelihara Siluman Buaya Atau Buaya Kuning di Kalsel Ungkap 3 Fakta, Melabuh Hingga Hal Aneh

Tradisi Pelihara Siluman Buaya Atau Buaya Kuning di Kalsel Ungkap 3 Fakta, Melabuh Hingga Hal Aneh

Penulis: Milna Sari | Editor: Rendy Nicko
Dok M Reza untuk BPost Group
Tradisi memberi makan buaya siluman di Sungai Bilu Banjarmasin. 

BANJARMASINPOST.CO.ID - Tradisi Pelihara Siluman Buaya Atau Buaya Kuning di Kalsel Ungkap 3 Fakta, Melabuh Hingga Hal Aneh

Tradisi Memberi Makan Siluman Buaya rupanya bukan isapan jempol. Bahkan terjadi di Pusat Kota Banjarmasin

Kepercayaan adanya Siluman buaya atau buaya kuning dan buaya putih kerap menjadi cerita serta tradisi di masyarakat, tak terkecuali Kota Banjarmasin, Provinsi Kalsel.

Namun tak hanya menjadi cerita, salah satu tradisi yang masih dilakukan oleh pemelihara buaya siluman yaitu memberi makan buaya dengan cara menghanyutkan makanan ke sungai masih tetap dilakukan.

Dirangkum banjarmasinpost.co.id, tradisi terhadap siluman buaya atau buaya kuning di Provinsi Kalsel ungkap sejumlah fakta.

Baca: Ini Surat Iriana Jokowi untuk Shakira Aurum Saat Ditemui Jokowi Usai Jenguk Istri SBY, Ani Yudhoyono

Baca: Gading Marten Persilakan Gisella Anastasia Lakukan Ini Usai Buat Kanal Youtube Baru Bareng Gempita

Baca: Perjuangan Annisa Pohan Carikan Air Ini Untuk Ani Yudhoyono, Istri SBY Tak Bisa Konsumsi Air Terbuka

Baca: Jawaban Mengejutkan Adik Ahok Saat Disebut Tak Restui Pernikahan BTP dengan Puput Nastiti Devi

Tradisi pemelihara buaya siluman sering disebut Melabuh dan ada juga yang menyebut melarut.

Tradisi ini ternyata tak hanya cerita belaka, komunitas KAKIkota Banjarmasin misalnya membuktikan masih eksisnya tradisi memberi makan buaya siluman ini.

Terang Strategy Advisor KAKIKota Banjarmasin, Muhammad Reza kepada Banjarmasinpost.co.id, Jumat (23/2/2019) menemukan tradisi ini saat berkeliling untuk dalam rangkaian menuju Festival Kolaborasi Nyawa Sungai Banjarmasin Masa Depan saya dan bertemu Mastiah yang sedang menyiapkan bahan atau sesaji untuk tradisi Melabuh dalam rangka persiapan upacara Mandi Mandi Hamil tujuh Bulanan dan Malabuh Tahunan untuk Keluarga yang memiliki ikatan dengan makhluk gaib.

"Kita ketemu tradisi itu di Sungai Bilu Kampung Hijau, tapi rata-rata di Sungai Lulut, Pengambangan dan Sungai Jingah masih ada yang melakukan tradisi itu," ujarnya.

Tradisi memberi makan buaya itu terang  Reza dilakukan setiap setahun sekali bagi orang dewasa, untuk mandi mandi tujuh bulanan saat hamil, dan saat bayi umur tiga bulan, enam bulan, sembilan bulan dan 12 bulan.

"Kita juga sempat mengabadikan tradisi itu melalui kamera," ujarnya.

Tradisi memberi makan buaya di sungai yang ada di Banjarmasin
Tradisi memberi makan buaya di sungai yang ada di Banjarmasin (Dok M Reza untuk BPost Group)

Kisah Keturunan Pemelihara Siluman Buaya

Menjadi keturunan keempat pemelihara siluman buaya membuat Norsehat memang berbeda dengan orang lain.

Selain harus menjalankan tradisi terkait siluman buaya, sejumlah hal aneh juga terkadang terjadi pada diri Norsehat.

Norsehat yang kini sudah lanjut usia mengatakan tak melanjutkan memelihara buaya kuning yang diyakininya siluman buaya tersebut karena tidak mau. 

"Saya juga tidak tahu alasannya apa orangtua jaman dulu memelihara buaya seperti itu, tapi sebagai generasi selanjutnya kita tetap menjalankan tradisi saja," ujarnya kepada Banjarmasinpost.co.id, Jumat (22/2/2019).

Norsehat mengungkapkan, saat mereka masih tinggal di Kandangan tetap saja masih menjalankan mandi di sungai setiap tahun.

Namun kini ia bersama anak-anak dan keluarganya hanya mandi di rumah dengan tambahan mayang.

"Kalau tidak mandi kadang ada saja, sakit atau gatal-gatal atau ada saja karena tidak mandi, bukan mempercayai juga, tapi memang setelah mandi biasanya kalau ada yang sakit atau apa biasanya langsung sembuh saja," jelasnya.

Tradisi setiap pemelihara siluman buaya berbeda-beda setiap keluarga. Salah satu anggota keluarga yang keluarganya memelihara buaya adalah Madani.

Warga Pelaihari keturunan Kelua Tabalong ini mengaku juga memiliki nenek yang diakuinya pernah memelihara siluman buaya atau buaya kuning.

"Nenek di Kelua, jadi setiap generasinya harus mandi saja setiap baru lahiran," ujarnya terkait siluman buaya kepada Banjarmasinpost.co.id, Jumat (22/2/2019).

Jika tidak dimandikan di sungai di Kelua, terang Madani, biasanya anak dari keluarga tersebut sering rewel, sakit atau hal lain.

"Saya dulu usia SD diajak mandi ke sana," sebutnya.

Selain itu terangnya tak ada tradisi lain yang harus dilakukan.

Terkait tujuan memelihara buaya siluman, Madani menerangkan tujuannya demi perang pada jaman penjajahan dahulu. Sehingga setiap orang membentengi diri dengan berbagai ilmu.

Sesajian yang dilarung ke sungai dan diyakini untuk siluman buaya
Sesajian yang dilarung ke sungai dan diyakini untuk siluman buaya (Dok M Reza untuk BPost Group)

Daftar Sajian

Daftar Sajian Makanan Saat Tradisi Memberi makan siluman buaya di Sungai tentu akan berbeda dengan buaya asli.

Strategy advisor KAKIkota Banjarmasin, Reza mengungkapkan, sejumlah sajian telah disiapkan oleh sebuah keluarga saat melakukan tradisi memberi makan siluman buaya

Makanan yang disajikan saat melakukan tradisi memberi makan buaya adalah kue-kue yaitu Upung (Mayang Kandung dari Pohon Pinang) melambangkan Badan, Bogam (Rangkaian Bunga Melati Kenanga dan Mawar) yang melambangkan telinga, Pisang Mahuli yang melambangkan gigi, Ketan Kuning dan Telur Ayam Kampung yang melambangkan Perut dan Pusar serta Sasuap (Bungkusan Daun Sirih, Kapur, Buah Pinang, Rokok dari Tembakau dan Daun Nipah).

Sesajian ini disebut melambangkan Lima Rukun Islam artinya tradisi tradisional Banjar memiliki ikatan kuat dengan tradisi Islam.

"Isinya itu dan makanan yang dihanyutkan ke air itu justru malah dimakan anak-anak yang berenang di sungai," imbuhnya kepada Banjarmasinpost.co.id, Jumat (22/2/2019).

Tradisi memberi makan buaya siluman di Sungai Bilu Banjarmasin. (Dok M Reza untuk BPost Group)
Sementara salah satu keturunan pemeliharaan buaya siluman, Norsehat, yang merupakan warga Gang Baru Jalan Samudera Pelaihari mengatakan makanan yang disediakan oleh neneknya yang asli masih menemui buaya siluman yaitu lamang, pisang Mahuli, telur dan kopi.

"Cuma kalau kami memang dibawa ke sungai tapi dibacakan doa selamat dan dimakan bersama tidak dihanyutkan ke air," ujarnya.

Saat mengadakan selamatan di sungai terang Sehat memang muncul air sungai yang bergelombang tapi hanya yang meneruskan memelihara yang dapat melihat.

"Kalau kata nenek saya dulu itu gaduhan itu buaya kuning," ujar perempuan asal Kandangan ini.

(banjarmasinpost.co.id / Milna Sari)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved