Ekonomi dan Bisnis
Jatuh Bangun, Bangkrut dan 27 Kali Gagal, Kini Pengusaha Plafon Andreas Kurniawan Sukses Berbisnis
Sebelum jadi pengusaha plafon yang sukses dengan omzet miliaran rupiah per tahun, pria kelahiran Kendal, Jawa Tengah ini berulang kali jatuh bangun.
BANJARMASINPOST.CO.ID - Ini cerita seorang pengusaha mantan TKI yang akhirnya bisa mencapai kesuksesan setelah sempat jatuh bangun dan mengalami kegagalan 27 hingga akhirnya berbuah keberhasilan.
Pantan menyerah itulah kata kunci jika ingin Jadi pengusaha sukses. Kesuksesan tidak semudah membalikkan telapak tangan. Sering kali, sebelum menjadi pebisnis yang berhasil, seseorang harus jatuh bangun merintis usaha terlebih dahulu.
Bukan cuma sekali dua kali bangkrut tapi berkali-kali, bahkan ada yang sampai puluhan kali. Tengok saja kisah Andreas Kurniawan.
Dilansir dari Kontan.co.id pada artikel berjudul ''Andreas Kurniawan baru sukses setelah 27 kali gagal berbisnis'', sebelum jadi pengusaha plafon yang sukses dengan omzet miliaran rupiah per tahun, pria kelahiran Kendal, Jawa Tengah, 10 Januari 1983, ini berulang kali jatuh bangun.
“Plafon adalah usaha ke-28 saya. Jadi, ada 27 usaha saya bangkrut,” ujar dia seperti dikutip dari Kontan.co.id, Minggu (4/8/2019).
Baca: 20 Komunitas Suzuki Area Kalselteng Ramaikan Event Saturday Night Riding 2019
Andre, begitu panggilan Andreas Kurniawan, memulai usaha plafon pada 2013 lalu. Ia merupakan distributor sekaligus kontraktor plafon dan panel dinding berbahan polyvinyl chloride (PVC) Shunda Plafon.
Dan sejak 2017, bisnisnya berbentuk perseroan terbatas (PT) dengan mengusung nama PT Atlantis Karya Indonesia dan berkantor di Semarang.
Mimpi Sejak Jadi TKI
Menjadi seorang pengusaha merupakan mimpi Andre saat bekerja di Jepang sebagai tenaga kerja Indonesia (TKI). Adalah guru bahasa Jepangnya yang pertama memercikkan keinginan itu dalam benaknya.
Sang guru berujar, Indonesia adalah negara kaya lantaran memiliki sumber daya manusia (SDM) yang banyak dan sumber daya alam melimpah. “Kekurangan Indonesia adalah mindset SDM-nya masih sedikit yang berpikiran untuk mandiri,” ujar dia menirukan si guru.
Maka, saat pulang ke tanah air pada 2007 setelah bekerja tiga tahun di negeri Matahari Terbit, dia langsung berbisnis, dengan bergabung jadi anggota sebuah perusahaan multi-level marketing (MLM) yang bergerak di bidang kesehatan.
Bukan tanpa alasan dia mengawali usaha dengan jualan produk kesehatan dari perusahaan MLM. “Orang punya usaha intinya harus bisa menjual. Saya belum punya ilmu ini, maka saya putuskan mendapatkan ilmu pemasaran dari perusahaan MLM itu,” jelas lulusan sekolah menengah kejuruan (SMK) ini.
Baca: Soal Rektor Asing, Prof Udiansyah Ingatkan Fasilitas dan Kebijakan Rektor Harus Adil
Lantaran waktu berjualan produk MLM fleksibel, Andre menjajal usaha lain. Kebetulan, saudaranya memproduksi minuman jahe. Ia pun berdagang produk itu dengan keluar masuk pasar dan rumah makan guna bertemu dengan pedagang atau pemilik yang mau menjual kembali minuman jahe.
Bolak-balik kena tipu
Setahun berdagang produk kesehatan MLM dan minuman jahe, Andre kembali mencoba usaha lain. Dengan menggandeng seorang temannya, dia memproduksi tas untuk alat musik, seperti keyboard dan gitar.
Ia keluar modal Rp 125 juta, sebagian dari tabungan hasil kerja di Jepang, dan sisanya pinjam bank dengan menggadaikan sertifikat tanah.
Tapi, setelah dua tahun jualan produk kesehatan MLM, Andre menyetop bisnis itu. Sebab, tujuan utamanya untuk menimba ilmu marketing sudah tercapai, meski penghasilan dari bisnis tersebut cukup bagus.