Opini

Sambutan dan Kekuasaan

Semakin tinggi jabatan orang yang memberi sambutan, semakin terasa berwibawa pula sebuah acara.

Editor: Hari Widodo
istimewa/mujiburrahman
Profesor Dr H Mujiburrahman MA Rektor UIN Antasari 

Oleh: MUJIBURRAHMAN

Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Antasari

BANJARMASINPOST.CO.ID - Alam budaya kita, salah satu ‘tugas’ pejabat atau pimpinan adalah menyampaikan sambutan atau pengarahan.

Semakin tinggi jabatan orang yang memberi sambutan, semakin terasa berwibawa pula sebuah acara.

Kadangkala, demi merangkul banyak pihak, deretan orang yang memberi sambutan cukup panjang. Rupanya, sambutan tidak sekadar pidato, melainkan penghadiran kekuasaan.

Hubungan sambutan dan kekuasaan dapat dilihat dari urutan orang yang tampil berbicara. Biasanya, dimulai dari yang lebih rendah hingga yang tertinggi.

Baca: Pendopo RTH Lahirkan Pelukis Muda, Sutarji Prihatin Lihat Anak Kecanduan Gadget

Baca: PB Djarum Hentikan Audisi Bulutangkis, Susi Susanti : Dampaknya Bisa Sangat Merugikan.

Baca: Jajanan Tak Sehat Bisa Timbulkan Gizi Buruk, Husaini : Mempengaruhi Kemampuan Akademik Siswa

Baca: Ada Kerupuk Mengandung Rhodamin, BPOM Awasi Jajanan Anak Sekolah

Mungkin maksudnya, bawahan melaporkan apa yang sudah atau akan dikerjakan, sedangkan atasan tinggal mengarahkan. Mungkin pula, sebagai pembicara terakhir, pimpinan puncak bisa menanggapi apa yang disampaikan pembicara sebelumnya.

Kekuasaan juga tampak pada pengalihan wewenang dalam menyampaikan sambutan. Jika seorang pimpinan berhalangan, dialah yang berwenang untuk menunjuk orang yang mewakilinya.

“Saya menyampaikan salam dari pimpinan kami, dan permohonan maaf karena beliau tidak bisa hadir. Saya akan bacakan sambutan beliau,” kata yang mewakili. Di sini, si wakil hanyalah penyambung lidah.

Karena banyaknya kegiatan dan masalah yang dihadapi, seringkali seorang pemimpin dibantu oleh anak buahnya membuat sambutan. Pemimpin tinggal memeriksa apakah naskah yang dibuat sudah sesuai atau tidak. Jika sudah sesuai, nanti tinggal dibacakan saja.

Cara ini lebih efisien dan aman. Efisien karena membaca relatif lebih cepat daripada bicara biasa. Aman karena tidak akan melantur ke sana ke mari.

Di sisi lain, sambutan dengan membaca teks sangat mudah membuat hadirin bosan karena pembicara hanya berinteraksi dengan hadirin melalui suara tanpa tatapan mata dan mimik wajah. Apalagi, naskah sambutan yang dibuat itu memang dalam pola bahasa tulisan, bukan lisan.

Kalau mau tahu bedanya, silahkan coba transkrip pidato lisan kepada tulisan. Pola dan gaya bahasanya tentu berbeda!

Selain pola bahasa dari sambutan, gaya bicara, intonasi, retorika hingga kemampuan si pemimpin dalam menyedot perhatian hadirin tentu sangat menentukan pula.

Dalam hal ini, kepandaian berpidato memang sangat penting bagi seorang pemimpin. Selain itu, perhatian hadirin kepada sosok pemimpin yang dikagumi dan dihormati tentu berbeda dengan sosok pemimpin yang hanya pura-pura dihormati.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

DPR dan Sikap Kontraproduktif

 

Kurikulum Rakyat Sekolah Partai

 
© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved