Berita Nasional
Menuai Keluhan, Mendikbud Tetap Pertahankan Sistem Zonasi di PPDB 2020, Ini Alasan Nadiem Makarim
Mendikbud Nadiem Makarim memastikan PPDB 2020 tetap menggunakan sistem zonasi.
BANJARMASINPOST.CO.ID - Meskipun sistem Zonasi dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) menuai banyak keluhan. Namun, Tak lantas membuat Mendikbud Nadiem Makarim menghentikan kebijakan ini.
PPDB 2020 tetap menggunakan sistem zonasi. Permendikbud Nomor 44 Tahun 2019 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru ( PPDB) yang ditandatangani Nadiem pada 10 Desember 2019 memastikan itu.
Pada peluncuran empat program pokok kebijakan pendidikan “Merdeka Belajar” (11/12/2019), Mendikbud menyampaikan penerapan PPDB 2020 akan lebih fleksibel untuk mengakomodasi ketimpangan akses dan kualitas pendidikan di berbagai daerah.
“ Zonasi sangat penting dan kami mendukung penuh inisiatif zonasi. Oleh karena itu, beberapa waktu lalu kami berdiskusi intensif dengan guru, kepala sekolah, pengawas, dan seluruh stakeholder pendidikan, baik di dalam maupun luar negeri, supaya sistem zonasi dapat kita rancang lebih baik lagi,” ujar Mendikbud seperti dilansir dari laman resmi Kemendikbud.
• Dosa Masa Lalu Irish Bella Membuatnya Dapat Suami seperti Ammar Zoni? Ibel Sebut Soal Balasan Allah
• Tragis, Izusu Elf Angkut Rombongan Pelajar Tabrak Truk, 1 Tewas dan 6 Luka-luka
• Tubuh Syahrini Jadi Sorotan Reino Barack, Suami Incess Ungkap Soal Ketidaksukaannya Jika Ini Terjadi
• Berkhasiat Atasi Ejakulasi Dini, Jamu Pinang Muda Ternyata Juga Cocok untuk Lelaki
Lalu apa yang mendorong Mendikbud Nadiem Makarim mempertahankan sistem zonasi dalam PPDB 2020? Berikut beberapa ulasannya:
1. Akomodasi siswa prestasi dan tidak mampu
Komposisi PPDB jalur zonasi dapat menerima siswa minimal 50 persen, jalur afirmasi minimal 15 persen, dan jalur perpindahan maksimal 5 persen, sedangkan untuk jalur prestasi atau sisa 0-30 persen lainnya disesuaikan dengan kondisi daerah.
“Kebijakan zonasi esensinya adalah adanya (jalur) afirmasi untuk siswa dan keluarga pemegang KIP yang tingkat ekonominya masih rendah, serta bagi yang menginginkan (adanya) peningkatan jalur prestasi sampai maksimal 30 persen diperbolehkan,” kata Mendikbud.
Terbitnya Permendikbud Nomor 44 Tahun 2019, kata Mendikbud, salah satunya mengakomodasi aspirasi orangtua yang ingin prestasi anaknya lebih dihargai dalam menentukan pilihan sekolah terbaik.
“Banyak ibu yang komplain anaknya sudah belajar keras untuk mendapat hasil yang diinginkan. Jadi (aturan) ini adalah kompromi di antara kebutuhan pemerataan pendidikan bagi semua jenjang pendidikan sehingga kita bisa mengakses sekolah yang baik dan kompromi bagi orangtua yang sudah kerja keras untuk (anaknya) mencapai prestasi di kelas maupun memenangkan lomba-lomba di luar sekolah, di mana mereka bisa mendapatkan pilihan bersekolah di sekolah yang diinginkan,” ungkapnya pada sesi jumpa pers.
2. Memberikan fleksibilitas pada daerah
Mendikbud mengatakan bahwa kebijakan ini tidak mungkin terealisasi tanpa adanya dukungan dari seluruh jajaran unit pelaksana teknis (UPT) Kemendikbud, dan pemerintah daerah, serta para pelaku pendidikan lainnya. Oleh karena itu, ia berharap pemerintah daerah dan pusat dapat bergerak bersama dalam memeratakan akses dan kualitas pendidikan.
“Kemendikbud tidak bisa melakukan ini tanpa bantuan dari berbagai pihak. Daerah berwenang menentukan proporsi final dan menetapkan wilayah zonasi,” katanya saat mengenalkan kebijakan “Merdeka Belajar”.
3. Pemerataan kuantitas dan kualitas guru
Zonasi tidak hanya mengatur pemerataan kualitas sekolah dan peserta didik, tetapi juga menitikberatkan pada peran dan komposisi guru di suatu daerah.
Mendikbud mengingatkan, kebijakan ini harus diselaraskan dengan pemerataan kuantitas dan kualitas guru di seluruh daerah.
“Pemerataan tidak cukup hanya dengan zonasi. Dampak yang lebih besar lagi adalah pemerataan kuantitas dan kualitas guru. Inilah yang banyak manfaatnya terhadap pemerataan pendidikan,” kata Mendikbud.
Tercapainya pemerataan kualitas pendidikan adalah tugas bersama pemerintah pusat, pemerintah daerah, termasuk segenap pemangku kepentingan di dunia pendidikan.
