Guru Zuhdi Meninggal Dunia
Napak Tilas Guru Zuhdi: Putera Ulama, Pernah Jadi Murid Guru Sekumpul dan Relawan BPK di Banjarmasin
Napak Tilas Guru Zuhdi atau KH Zuhdiannor : Putera Ulama, Pernah Jadi Murid Guru Sekumpul dan Relawan BPK di Kota Banjarmasin
Penulis: Noor Masrida | Editor: Rendy Nicko
Editor: Rendy Nicko
BANJARMASINPOST.CO.ID - Sosok KH Zuhdiannor atau Guru Zuhdi yang meninggal dunia sangat lekat di hati umat. Ulama di Kota Banjarmasin, Provinsi Kalimantan Selatan ini wafat pada Ramadhan ke-8 1441 H atau Sabtu (2/5/2020).
KH Zuhdiannor atau akrab disapa Guru Zuhdi adalah seorang ulama yang dicintai jemaahnya dan juga menjadi salah satu yang dihormati dan sering dimintai pendapatnya. Dalam menimba ilmu, ulama kharismatik itu rupanya pernah menjadi murid Guru Sekumpul atau KH Zaini Abdul Ghani.
Selain menjadi murid Guru Sekumpul atau KH Zaini Abdul Ghani, Guru Zuhdi juga aktif dalam kegiatan sosial. Satu di antaranya aktif menjadi Relawan BPK yang sering terjun ke lokasi kebakaran di Kota Banjarmasin.
• Profil Guru Zuhdi atau KH Zuhdiannor, Ulama Kalsel yang Meninggal Dunia di Jakarta
Melihat dari berbagai sumber, berikut profil dan fakta-fakta terkait Guru Zuhdi Meninggal Dunia.
Bernama lengkap KH Ahmad Zuhdiannor, dia dilahirkan di Banjarmasin pada 10 Februari 1972 dari keluarga yang menekuni ilmu-ilmu agama seperti dikutip dari tulisan di ije7.blogspot.com Sabtu (2/5/2020).
Beliau merupakan putera dari H. Muhammad bin Jafri dan Hj. Zahidah binti KH. Asli.
Ayah beliau dikenal sebagai ulama yang cukup terkenal di Banjarmasin.
Sedangkan kakek beliau dari pihak Ibu, KH. Asli adalah tokoh ulama yang berdomisili di Alabio.
Keduanya nanti terlibat secara penuh dalam pendidikan Zuhdi kecil.
Beliau memiliki sembilan orang saudara.
Dua orang di antaranya sudah meninggal, sehingga ada tujuh orang yang masih hidup.
Nama-nama saudara beliau, Hj. Naqiah, Sa’aduddin, Jahratul Mahbubah, As’aduddin, Zulkifli, Najiah, Nashihah, dan Nafisah.
Pendidikan formal yang dijalani KH. Ahmad Zuhdiannor hanya sampai tingkat SD.
Setelah itu, beliau melanjutkan ke Pesantren Al-Falah, selama sekitar dua bulan, namun karena sakit kemudian berhenti.
Kemudian beliau belajar dari kakek beliau sendiri dari pihak ibu, KH. Asli selama satu tahun.