Berita jakarta

Istana Merdeka Mengaku Sudah Hitung Kenaikan BPJS

Pihak Istana Merdeka tidak mau berandai-andai mengenai kemungkinan ada yang akan menggugat Perpres 64 tahun 2020 yang mengatur kenaikan iuran BPJS.

Editor: Alpri Widianjono
BANJARMASINPOST.CO.ID/RENI KURNIAWATI
ILUSTRASI - Pelayanan BPJS di Kabupaten Tabalong, Kalsel.. 

Editor:  Alpri Widianjono

BANJARMASINPOST.CO.ID, JAKARTA - Keputusan Presiden Joko Widodo menaikkan tarif Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan untuk peserta mandiri, menurut Pelaksana Tugas Deputi II Kantor Staf Presiden (KSP) Abetnego Tarigan, telah memperhitungkan kemampuan masyarakat. Selain itu, menurut Abetnego, penaikan tersebut untuk kelanjutan BPJS.

Ia tidak mau berandai-andai mengenai kemungkinan adanya masyarakat yang akan menggugat Perpres 64 tahun 2020 yang mengatur kenaikan tersebut.

Sebelumnya, kenaikan iuran BPJS digugat anggota masyarakat dan Mahkamah Agung (MA) memenangkannya. “Kami tak mau berandai-andai dulu,” pungkasnya, Jumat (15/5/2020).

Anggota Komisi XI DPR, Heri Gunawan, menilai kenaikan iuran BPJS Kesehatan tidak tepat karena saat ini ekonomi masyarakat terpuruk.

“Pertumbuhan ekonomi kuartal I 2020 hanya 2,97 persen, artinya rakyat mengalami penurunan ekonomi yang sangat drastis,” tegasnya.

BREAKING NEWS - Jokowi Kembali Naikkan Iuran BPJS Kesehatan, Kelas I Rp 80.000 Jadi Rp 150.000

Iuran BPJS Kesehatan Naik Mulai Juli 2020, Begini Penjelasan Kepala BPJS Banjarmasin

Iuran BPJS Naik Turun, Warga Banjarmasin Ini Pilih Pindah Kelas

Heri juga menilai, kenaikan iuran BPJS juga tidak sesuai dengan semangat pemerintah yang sedang menggenjot stimulus perekonomian nasional.

“Di satu sisi, pemerintah mengeluarkan berbagai program seperti restrukturisasi kredit, insentif perpajakan dan bantuan sosial. Namun di sisi lain tetap memaikkan pungutan yang memberatkan rakyat. Ini ibaratnya masuk kantong kanan, keluar kantong kiri,” papar politikus partai Gerindra itu.

Selain itu, Heri menilai kenaikan BPJS tidak melaksanakan pertimbangan-pertimbangan yang disampaikan MA saat membatalkan Perpres Nomor 75 Tahun 2019.

Salah satu poin yang menjadi pertimbangan MA membatalkan perpres tersebut karena adanya kesalahan dan kecurangan (fraud) dalam pengelolaan dan pelaksanaan program jaminan sosial oleh BPJS.

Heri menyebut MA saat itu menyampaikan kesalahan dan fraud dalam pengelolaan dan pelaksanaan program jaminan sosial oleh BPJS yang menyebabkan terjadinya defisit Dana Jaminan Sosial (DJS) Kesehatan.

“Ini tidak boleh dibebankan kepada masyarakat, dengan menaikkan Iuran bagi peserta PBPU dan Peserta BP sebagaimana yang diatur dalam ketentuan Pasal 34 ayat 1 dan 2,” papar Heri.

Sementara itu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berharap Presiden Jokowi dapat meninjau kembali keputusan untuk menaikkan iuran BPJS Kesehatan.

Okky Prediksi MA Bakal Batalkan Lagi Keputusan Jokowi Naikkan Iuran BPJS, Ini Masalahnya

Sosok Dibalik Dua Kali Gugatan Kenaikan Iuran BPJS, Yakin Dikabulkan MA Lagi

Berikut Cara Turun Kelas Fasilitas Kesehatan Saat Ramai Kenaikan Iuran BPJS

 

Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron, menerangkan, dalam Kajian Tata Kelola Dana Jaminan Sosial (DJS) Kesehatan yang dilakukan KPK pada 2019, akar masalah yang ditemukan adalah tata kelola yang cenderung inefisien dan tidak tepat, sehingga mengakibatkan defisit BPJS Kesehatan.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved