Berita Tanahlaut
Mantan Plt Dirut Baratala Kritisi Keputusan PHK, Ungkap Masalah Pesangon dan Utang Gaji
PHK yang dilakukan manajemen Perusahaan Daerah (PD) Baratala Tuntung Pandang mulai dikritisi sejumlah pihak, diantaranya dair mantan dirut
Penulis: BL Roynalendra N | Editor: Syaiful Akhyar
Editor: Syaiful Akhyar
BANJARMASINPOST.CO.ID, PELAIHARI - Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang dilakukan manajemen Perusahaan Daerah (PD) Baratala Tuntung Pandang mulai dikritisi sejumlah pihak. Lebih dari itu juga mulai memunculkan efek domino.
Ini menyusul munculnya tuntutan karyawan perusahaan 'pelat merah' itu yang lebih dulu mengalami PHK.
"Kami yang di-PHK pada 2018 lalu saja hingga sekarang belum tuntas pembayaran pesangonnya," sebut HM Riduansyah, Senin (6/7/2020).
Ia menuturkan pada 2018 lalu sebanyak 12 orang yang di-PHK, termasuk dirinya.
"Total pesangon kami (12 orang) yang belum dibayar sekitar Rp 100 juta. Saya dan satu orang masing-masing Rp 16-an juta, yang lainnya kecil saja sekitar Rp 5 juta," sebut mantan Plt Dirut Baratala ini.
Selain itu, sebutnya, manajemen PD Baratala juga masih punya tunggakan utang gaji pada karyawan.
• Peringatan Dini BMKG Senin 6 Juli: Daftar Wilayah yang Berpotensi Hujan Petir dan Angin Kencang
• Bocah 6 Tahun di Desa Biih Menderita Kelainan Jantung, Ketua Persit Kodim Martapura Berikan Ini
• Ketua DPRD Kotabaru Alami Kecelakaan Mobil di Kelumpang Hulu, Fortuner Penyok, Begini Kondisi Beliau
• Bisa Bawa Pulang BMW, Ini Daftar Mobil Bekas Seharga Rp 60 Jutaan
"Kami saja yang 12 orang, total utang gaji perusahaan sebesar Rp 1,2 miliar. Kalau ditambah dengan utang gaji sembilan karyawan yang sekarang di-PHK mungkin sekitar 2,4 miliar," bebernya.
Dikatakannya, tunggakan gaji tersebut dikarenakan pada 2017 dan 2018 lalu ada beberapa bulan gaji yang tidak dibayar oleh manajemen.
Hal itu dikarenakan kondisi keuangan yang merosot sehingga penggajian karyawan masuk dalam daftar utang.
Ia meminta manajemen perusahaan milik Pemkab Tanahlaut tersebut segera menyelesaikan hak-hak kekaryawanan tersebut.
Pasalnya ketika PHK telah dipilih sebagai langkah efisiensi, maka konsekuensinya mesti membayar pesangon sesuai Undang-undang Ketenagakerjaan. Termasuk menuntaskan utang gaji terhadap karyawan yang diberhentikan.
"Sesuai UU Ketenagakerjaan, perusahaan mesti membayar dua kali pesangon. Sebagai perusahaan milik daerah, maka Baratala harus menjadi teladan yang baik. Jangan sebaliknya, menjadi contoh buruk bagi perusahaan swasta lainnya," tegas Riduansyah.
Beberapa kali dirinya pernah menghadap Plt Dirut PD Baratala H Agus Sektyaji, menuntut penuntasan pembayaran pesangon dan utang gaji.
"Tapi selalu dijawab tak punya kewenangan. Kalau pada era dirut sebelumnya (Arif) masih ada saja iktikad baiknya, meski sedikit tapi ada saja nyicil membayar sisa pesangon," jelasnya.