Pilkada Kalsel 2020
Berikan Jawaban di Sidang MK, Kuasa Hukum KPU Kalsel : Permohonan H2D Tidak Jelas
Sidang kedua perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) dengan perkara nomor 124 terkait Pilgub Kalsel Tahun 2020 dilaksanakan oleh Mahkamah Konstitusi
Penulis: Achmad Maudhody | Editor: Hari Widodo
Editor : Hari Widodo
BANJARMASINPOST.CO.ID, BANJARMASIN - Sidang kedua perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) dengan perkara nomor 124 terkait Pilgub Kalsel Tahun 2020 dilaksanakan oleh Mahkamah Konstitusi (MK) RI di Jakarta, Senin (1/2/2021).
Dalam sidang kedua yang dipimpin Hakim MK, Suhartoyo ini, pihak termohon yaitu KPU Provinsi Kalsel menyampaikan jawaban terkait permohonan yang disampaikan pemohon yaitu Paslon Nomor Urut 2 di Pilgub Kalsel, H Denny Indrayana-H Difriadi (H2D) pada sidang sebelumnya.
KPU Provinsi Kalsel, Sarmuji yang juga hadir di ruangan sidang melalui Kuasa Hukumnya, Ali Nurdin menyatakan permohonan Paslon H2D tidak jelas.
Disampaikan Ali Nurdin, sesuai ketentuan Pasal 8 Ayat 3 Huruf B Angka 4 dan 5 Peraturan MK Nomor 6 Tahun 2020 mengatur bahwa alasan alasan permohonan pada pokoknya seharusnya memuat penjelsan mengenai kesalahan hasil penghitungan suara oleh termohon dan hasil penghitungan suara yang benar menurut pemohon.
• Tak Rela Dituduh Curang, KPU Kalsel Siap Buktikan Gugatan H2D di Mahkamah Konstitusi
• Hadapi Sidang PHPU Pilgub Kalsel 2020 di MK, KPU Kalsel Gandeng AnP Law Firm
Namun pemohon, kata Ali Nurdin, dalam permohonannya yang mempersoalkan beberapa pelanggaran dan kecurangan di Pilgub Kalsel tidak memuat penjelasan mengenai kesalahan hasil penghitungan suara yang ditetapkan termohon yaitu KPU Provinsi Kalsel.
"Perlu dicatat bahwa pemohon tidak mempersoalkan hasil penghitungan yang ditetapkan oleh termohon, jadi permohonan tidak jelas dan tidak sesuai dengan PMK 6 Tahun 2020," kata Ali Nurdin.
Selain itu, banyaknya alternatif permintaan yang diminta oleh pemohon dalam petitum permohonannya juga dinilai Ali Nurdin memperkuat ketidakjelasan permohonan.
Ali merujuk pada permohonan alternatif nomor 2, 3 dan 4, dimana Paslon H2D dalam alternatif2meminta perolehan suara di sejumlah kecamatan di Kabupaten Tapin dinihilkan.
Namun di alternatif 3 meminta untuk dilakukan pemungutan suara ulang (PSU) menyeluruh di kecamatan tersebut dan di alternatif 4 meminta untuk dilakukan PSU di sejumlah TPS di kecamatan tersebut.
"Sepanjang pengetahuan termohon tidak pernah ada putusan mahkamah yang menihilkan secara langsung perolehan suara di TPS, karena hakikat dari pemilu merupakan perwujudan demokrasi rakyat. Ini artinya ingkar terhadap hakikat pemilihan jika dinihilkan," tegas Ali Nurdin.
Adanya kehadiran 100 persen di sejumlah TPS di daerah tersebut yang dipersoalkan pemohon juga kata Ali Nurdin tidak bisa serta-merta menjadi alasan menyimpulkam adanya pemilih tidak sah yang menyalurkan hak suara di TPS tersebut.
Apalagi kata dia, asumsi tersebut tidak dibangun atas dasar data dan informasi yang valid.
Selain itu, adanya dalil yang disampaikan pemohon yang menyatakan bahwa ada petugas di sejumlah TPS yang merusak surat suara sehingga banyaknya jumlah surat suara rusak juga dinilai tidak jelas.
Pasalnya kata Ali Nurdin pemohon tidak menguraikan di TPS mana saja itu terjadi, tidak ada nama-nama petugas TPS yang dimaksud maupun saksi yang melihat adanya perusakan surat suara.