Berita HST

Warga Adat Hantakan Datangi DPRD HST, Minta Ilegal Logging di Meratus Diberantas

Warga Adat di Kecamatan Hantakan, mengadu ke DPRD HST. Mereka meminta penebangan liar di hutan lindung Pantau Mangkiling dan Papagaran diberantas

Penulis: Hanani | Editor: Hari Widodo
banjarmasinpost.co.id/hanani
Pertemuan masyarakat adat Hantakan dengan DPRD HST, didampingi Walhi serta Perhimpunan Advokat Indonesia Martapura-Banjarbaru dan Banua ANam, Senin (22/3/2021). 

BANJARMASINPOST.CO.ID, BARABAI - Upaya masyarakat adat menjaga hutan lindung dari pembalakan liar, perlu mendapat dukungan penuh dari pemerintah daerah serta aparat penegak hukum, dalam hal ini kepolisian.

Gerah dengan aksi penebangan liar di hutan lindung Pantai Mangkiling dan Papagaran, puluhan warga Adat di Kecamatan Hantakan, mengadu ke DPRD HST, Senin (22/3/2021).

Mereka didampingi Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) Martapura-Banjarbaru, dan DPC Advokat Banua Anam.

Selain itu, hadir pula mendampingi masyarakat adat, Direktur Walhi Kalsel Kisworo Dwi Cahyono.

Baca juga: Jaga Hutan Lindung dari Penebangan Liar, Warga Hantakan HST Dirikan Posko Meratus

Baca juga: Temukan Ilegal Logging di Kawasan Hutan Lindung Meratus HST, Warga Sebut Telah Lapor Aparat

Pertemuan berlangsung di ruang sidang utama DPRD Hulu Sungai Tengah itu dipimpin Ketua Komisi II Taufikurrahman, dihadiri sejumlah anggota DPRD serta Sekda HST Faried Fakhmansyah, Kapolres HST AKBP Danang Widaryanto serta Dandim 1002 Barabai Letkol Inf Mu Ishak Badaruddin.

Pada kesempatan itu, Sumiati, tokoh masyarakat Hantakan, yang juga mantan Kades Mangkiling di tahun 80-an kembali menegaskan, bahwa pembalakan hutan secara liar sudah jelas terjadi.

“Dan ini dilakukan di hutan lindung, yang juga hutan adat dan hutan keramat, di wilayah Mangkiling Desa Datar Ajab, dan Papagaran Patikalain,”katanya.

Sumiati pun menjelaskan sejarah beberapa tahun silam, saat dia menjadi Kades Mangkiling dimana bersama masyarakat adat berjuang keras menolak hutan adat yang juga hutan lindung itu dieksploitasi oleh perusahaan PT Daya Sakti dan PT Sigaling.

Sementara itu, dari pihak Peradi, melalui Ketua Syahruzzaman menyampaikan, kehadiran mereka atas permohonan pendampingan oleh masyarakat Hantakan, untuk melalukan advokasi masyarakat.

Disebutkan, ada lima poin yang melatarbelakangi mereka memfasilitasi warga untuk bertemu langsung dengan para pengambil kebijakan.

Pertama, di Kawasan pegunungan Meratus terdapat hutan lindung yang ditetapkan pemerintah. Salah satunya di Pantai Mangkiling Kecamatan Hantakan

Didalam hutan lindung itu masyarakat setempat juga memiliki hutan keramat atau hutan adat yang batas-batasnya disepakati dan dituangkan dalam musyawarah oleh Warga Pantai Mangkiling, desa Datar ajab dan Desa Hinas Kanan.

‘Selain itu terdapat hutan adat atau hutan keramat berdasarkan ulayat (tanah adat). Tak boleh ada yang melalukan aktivitas apaun selain keturunan atau ahli warisnya. Jika ada yang berburu atau menebang dikenai sanksi adat,”kata Syaruzzaman.

Disebutkan pula, banjir bandang di HST Januari 2021 lalu merupakan bencana terbesar sepanjang sejarah Kalsel adalah salah satunya diduga akibat illegal logging, yang terkesan dibiarkan pejabat yang berwenang.

Dengan pembiaran tersebut, menimbulkan polemik  antardesa di Kecamatan hantakan, sehingga berpotensi menimbulkan masalah baru yang mengarah ke tindak pidana.

Baca juga: Pasca Banjir Bandang, Warga Meratus Kabupaten HST Ini Berkemah di Tengah Hutan

“Menjadi perhatian bagi kita semua, khususnya apparat kepolisian agar tidak menimbulkan maslah baru pasca banjir beberapa waktulalu,”katanya.

Mewakili masyarakat HAntakan, Peradi kata Syaruzzaman agar brsama sama menjaga hutan lindung dari pembalakan liar yang merugikan masyarakat HST secara luas. (banjarmasinpost.co.id/hanani)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved