BTalk
BTalk, Dekan FKIK UM Banjarmasin Solikin Sebut Banyak yang Fobia Dengar Proses Cuci Darah
Pasien yang harus cuci darah dan keluarganya jangan fobia menurut Dekan FKIK UM Banjarmasin Solikin di acara BTalk karena ini terapi penyembuhan.
Penulis: Salmah | Editor: Alpri Widianjono
BANJARMASINPOST.CO.ID, BANJARMASIN - Cuci darah menjadi salah satu solusi untuk bisa tetap sehat dan menjalani hidup bagi orang yang sudah mengalami kerusakan ginjal.
Namun mendengar cuci darah, banyak bayangan menakutkan menghantui seseorang yang sudah divonis gagal ginjal.
Hal di atas diakui Solikin Ns MKep SpKep MB, Dekan Fakultas Keperawatan dan Ilmu Kesehatan (FKIK) Universitas Muhammadiyah (UM) Banjarmasin. Menurutnya, memang masih banyak yang fobia mendengar proses Cuci Darah.
"Terjadi fobia sehingga membuat trauma duluan. Paling serih phobia itu adalah setelah cuci darah akhirnya meninggal, seolah cuci darah tak ada gunanya. Padahal ini bentuk ikhtiar dan umur itu rahasia Allah SWT. Bisa saja karena merasa sudah cuci darah kemudian gaya hidup dan pola makan tak terjaga, sementara metabolisme tubuhnya terganggu karena gagal ginjal. Akibatnya terjadi hal tak diinginkan," ujarnya.
Ditegaskan Solikin, teknologi medis sekarang sudah canggih, jadi tak tak perlu fobia. Prosesnya aman dan banyak tenaga medis yang ahli di bidangnya.
Baca juga: BTalk : Kosim Sang Penjaga Meratus Kalsel
Baca juga: BTalk, Akademisi FKG ULM Galuh Dwinta Sari Ajak Orangtua Beri Perhatian pada Anak yang Suka Marah
Ia menyampaikan itu pada acara BTalk Banjarmasin Post Bicara Apa Saja di kanal Youtube Banjarmasin Post News Video, Instagram Banjarmasin Post dan Facebook Bpost Online Selasa 31 Agustus 2021 pukul 16.00 Wita.
Pada acara yang dipandu Jurnalis Banjarmasin Post, M Risman Noor, tersebut, dijelaskan pula bahwa Cuci Darah dengan alat hemodialisa adalah merupakan terapi pengganti ginjal.
"Hemodialisa dilakukan jika fungsi regular ginjal sudah minimal atau tidak berfungsi lagi. Jadi dengan alat cuci darah itu fungsi ginjal digantikan," terang Dekan FKIK UMB ini.
Fase Cuci Darah ada metode temporer atau sementara yang tak perlu operasi langsung untuk akses, melainkan penusukan langsung pada arteri atau vena. Posisinya antara lain di pangkal paha dan di antara antara siku.
Kedua, metode permanen karena Cuci Darah harus dilakukan terus-menerus. Metode permanen ini ada dua cara, yaitu arteveri dan vena disambung dalam tubuh.

Bisa juga arteri dan vena disambung, tapi ada penghubung di luar tubuh semacam karet elastis, sehingga penusukan jarum cuci darah bisa di sana. Memang ada plus minus, karena itu benda asing maka bisa saja terjadi infeksi dan iritasi.
Jalur Cuci Darah atau akses ini, sebelum dilakukan pembedahan, maka dicek dulu, metode mana yang mana paling tepat.
Mengenai interval Cuci Darah, seminggu dilakukan satu, dua, tiga kali, kemudian durasinya 3-4 jam, bahkan 5 jam. Tergantung kondisi sampah metabolisme.
"Ada perhitungan atau rumusnya. Jadi berapa kali seminggu dan berapa jam per Cuci Darah adalah berdasar perhitungan secara medis," jelas Solikin.
Bagi orang yang harus Cuci Darah, maka harus rutin. Jangan sampai terputus. Misal, saat jadwal Cuci Darah, malah mengabaikan. Kemudian. bagi yang bekerja, silakan tetap bekerja, tapi jaga pola makan dan gaya hidup.
Baca juga: BTalk - Waspadai Konflik Agama di Era Digital, Akademisi Uniska Ini Ingatkan Bijak di Medsos
Baca juga: BTalk, Mengenal Sisi Lain Undang-Undang ITE Agar Unggahan Tak Berujung Pidana
Cara lain selain Cuci Darah, disebutkannya, tentang cangkok ginjal. Namun secara medis, donor atau transplantasi itu tidak gampang.
"Setiap orang punya spesifikasi organ tubuh, transplantasi bisa dilakukan jika ada kecocokan baik itu sel maupun DNA. Makanya yang paling sesuai itu pendonornya dari kalangan keluarga sendiri karena ada hubungan darah. Namun tetap perlu waktu lama untuk memastikan kecocokan," tandasnya.
Lebih lengkapnya, perbincangan soal Cuci Darah ini silakan Anda simak di Youtube Banjarmasin Post News Video, Instagram Banjarmasin Post dan Facebook Bpost Online.
(Banjarmasinpost.co.id/Salmah Saurin)