Ekonomi dan Bisnis
Kepala BI Kalsel Tekankan Hilirisasi Batu Bara untuk Memaksimalkan Nilai Ekonomis
Kepala BI Kalsel Amalinson Sembiring menekankan cadangan baru bara yang melimpah bisa mendorong naiknya nilai tambah dengan sentuhan teknologi.
Penulis: Nurholis Huda | Editor: Alpri Widianjono
BANJARMASINPOST.CO.ID, BANJARMASIN - Menghadapi perubahan lanskap ekonomi dalam beberapa tahun ke depan, lerlu keputusan dan kebijakan ekonomi saat ini yang akan berdampak untuk generasi kedepan.
Satu di antara kebijakan di Provinsi Kalimantan Selatan (Kalsel) yang harus dilakukan, yakni hilirisasi Batu Bara untuk New Kalimantan atau Kalimantan Baru.
Memang, saat ini perkembangan ekonomi Kalimantan, dan bagaimana Batu Bara menjadi urat nadi perekonomian Kalimantan dan Indonesia.
Terlihat Ekonomi Kalimantan tumbuh positif sebesar 6,28 persen pada triwulan II-2021, naik sesudah terkontraksi sejak triwulan II-2020.
Pertumbuhan ekonomi ini didukung oleh kinerja sektor industri pertambangan yang memiliki kontribusi terbesar .
Baca juga: VIDEO Pj Gubernur Kalsel Safrizal ZA Minta Pelaku Pungli Ekspor Supaya Dihajar
Dari sisi pengeluaran, pertumbuhan pada triwulan II-2021 ditopang oleh perbaikan kinerja ekspor. Dan masih akan tetap tumbuh positif sampai dua triwulan ke depan.
Dari sisi produksi, Kalsel memiliki kontribusi signifikan terhadap produksi Batu Bara nasional, pangsanya sebesar 85,28 persen.
Produksi Batu Bara di Kalimantan secara spasial berasal dari Kaltim dengan 56,45 persen, disusul Kalsel 35,10 persen.
Produksi Batu Bara Kalimantan diproyeksikan akan meningkat karena dorongan tingginya harga global yang masih terus naik.
Sayangnya, Batu Bara masih dijual mentah, sehingga belum memberikan nilai tambah yang optimal terhadap PDRB Kalimantan.

Ditinjau dari struktur pendukungnya, Sektor Pertambangan masih memberi kontribusi terbesar terhadap perekonomian Kalimantan sebesar 26,94 persen.
Subsektor pertambangan Batu Bara dan lignit memberi kontribusi terbesar sebesar 72,31 persen dengan kontribusi terbesar berasal dari Kaltim sebesar 78,33 persen dan menyusul Kalsel sebesar 12,08 persen.
Kepala KPw BI Kalsel Amanlison Sembiring, dalam sambutannya pada webinar Pemanfaatan Hilirisasi Batu Bara untuk Pemulihan Ekonomi, Rabu (1/9/2021), menjelaskan, di Kalimantan sebagian besar dijual secara mentah.
Terindikasi dari kontribusi subsektor industri pengolahan Batu Bara yang jauh lebih kecil karena didominasi oleh industri pengilangan Migas.
"Dengan cadangan yang melimpah, kita bisa mendorong naiknya nilai tambah dengan sentuhan teknologi untuk dapat memaksimalkan nilai ekonomisnya. Dengan demikian, pengolahan atau hilirisasi batu bara di Kalimantan, menjadi suatu keharusan," urai Amanlison Sembiring.
Baca juga: Jaga Pasokan Listrik, PLN Memfokuskan Pembelian Batu Bara Langsung dari Pemilik Tambang
Baca juga: PT Arutmin Terimbas Larangan Ekspor, Kesulitan Kirim Batubara Kalori Tinggi ke Luar Negeri
Di Kaltim, dengan sumber daya dan cadangan Batu Bara tertinggi menduduki peringkat pertama daerah dengan NRC. Disusul Kalsel di urutan ke-7, Kalteng ke-11, dan Kalbar ke-21.
Provinsi tersebut yang sangat tergantung terhadap SDA tambang, menurut cenderung tidak mengalami pembangunan yang berkelanjutan.
Pihaknya juga mendapati bahwa perdagangan Batu Bara yang selama ini terjadi di Kalimantan, tidak memberikan trickle-down effect terhadap masyarakat Kalimantan, baik dalam jangka pendek maupun panjang.
Pengujian Impulse Response Function menunjukkan perubahan harga Batu Bara tidak memberikan efek terhadap perubahan inflasi Kalimantan.
Dari kajian pihaknya, sambung Amalison, hilirisasi Batu Bara menjadi Dimethyl Ether (DME) akan menekan keperluan defisit impor LPG nasional. Beri nilai tambah 8x lipat dibandingkan dengan menjual Batu Bara mentah.

"Methanol akan memberi nilai tambah 6 kali lipat sekaligus menjadi jawaban dari berbagai keperluan impor. Saat ini hilirisasi Batu Bara di Kalimantan sudah dilakukan menjadi semi kokas. Dan, dapat meningkatkan nilai tambah ekonomi Kalimantan untuk memenuhi keperluan industri baja dan smelter nikel di Sulawesi (LVC)," imbuh Amanlison Sembiring.
Dijelaskan dia, proyek hilirisasi besar lain di Kalimantan akan segera dimulai, semisal KPC dan Kideko di Kaltim, Adaro di Kalsel.
Sementara itu, hilirisasi dengan gasifikasi akan membangun berbagai industri petrokimia baru dengan berbagai jenis turunannya atau yang lebih dikenal sebagai forward linkage.
"Nah dalam hal ini, guna mendorong hilirisasi batubara, Bank Indonesia berupaya berperan aktif melalui berbagai asesmen dan kajian. Kami mendapati bahwa reformasi struktural dan transformasi industri adalah kunci utama untuk masa depan Kalimantan dan Indonesia," bebernya.
Adapun, Asisten Gubernur Bank Indonesia, Dwi Pranoto, menambahkan, terdapat 3 poin penting yang menjadi catatan pihaknya dalam hilirasi Batu Bara.
Baca juga: Ekspor Meningkat, Neraca Perdagangan Kalsel Surplus USD 640 Juta
Pertama, hilirisasi melalui gasifikasi Batu Bara, sejalan dengan tren transisi energi global yang mendukung sustainable development.
Kedua, hilirisasi Batu Bara diharapkan mampu menopang resiliensi perekonomian daerah terhadap dinamika harga komoditas global.
Ketiga, rencana proyek gasifikasi Batu Bara, seperti proyek coal to methanol di Kalimantan Timur merupakan industri pionir di Indonesia yang dapat memperkuat local value chain.
Hadir dalam webinar ini Direktur Pembinaan Pengusahaan Batu Bara pada Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara, Ir Sujatmiko, Gubernur Kalsel H Sahbirin Noor dan Wakil Gubernur kalsel H Muhiddin.
Juga, Direktur Utama Adaro Power Dharma Djojonegoro, Direktur Eksekutif APBI-ICMA Hendra Sinadia, Ketua Umum PERHAPI, Rizal Kasli serta Pemimpin Redaksi Harian Kompas, Sutta Dharmasaputra.
(Banjarmasinpost /Nurholis Huda)