Guru Cabul di Bandung
Kemenag Investigasi Semua Madrasah dan Pesantren, Imbas Kasus Rudakpaksa 12 Santriwati Bandung
Kasus perkosaan 12 santriwati Bandung oleh guru agamanya membuat Kemenag akan melakukan investigasi ke madrasah dan pesantren.
BANJARMASINPOST.CO.ID - Kasus rudapaksa guru agama di sebuah pesantren di Bandung, Jawa Barat membuat banyak pihak bereaksi keras. Tidak terkecuali Kementerian Agama.
Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas menegaskan, pihaknya akan melakukan investigasi menyeluruh ke semua lembaga pendidikan madrasah dan pesantren.
Investigasi dilakukan pascamencuatnya kasus rudapaksa 12 santriwati oleh Herry Wirawan, guru agama yang juga pemilik Pesantren MH, Bandung, Jawa Barat.
"Kami sedang melakukan investigasi ke semua lembaga pendidikan baik madrasah dan pesantren,” kata Yaqut, dikutip dari laman Kemenag, Jumat (10/12/2021).
Yaqut khawatir kasus pemerkosaan itu merupakan fenomena puncak gunung es, sehingga masih ada kasus-kasus lain di lingkunga pesantren yang tidak terungkap.
Baca juga: Lima Tahun Suaminya Rudapaksa 12 Santriwati Bandung, Istri Herry Wirawan Sebut Tak Tahu
Baca juga: Miris, Begini Nasib 9 Bayi Hasil Rudakpaksa Herry Wirawan Pada 12 Santriwati Bandung
“Kita menurunkan tim untuk melihat semua dengan melibatkan jajaran Kemenag di daerah masing-masing," ungkapnya dilansir dari Kompas.com.
Yaqut mengatakan, melalui investigasi ini, Kemenag juga akan melakukan mitigasi guna mencegah kejadian serupa kembali terjadi.
Dia menekankan, kasus pemerkosaan dan pelecehan seksual, seperti yang Herry Wirawan adalah masalah bersama dan harus dituntaskan.
Adapun Herry Wirawan kini terancam hukuman penjara 20 tahun. Namun banyak pihak mendesak agar Herry Wirawan diberi hukuman maksimal serta tambahan hukuman kebiri sesuai Undang-Undang Perlindungan Anak.
Sementara itu, Komnas Perempuan juga mendorong Kementerian Agama di daerah untuk segera membangun mekanisme pengawasan dan evaluasi terhadap pesantren.
Lebih lanjut, Komisioner Komnas Perempuan Siti Aminah Tardi mengatakan, pesantren menempati urutan kedua dalam hal kasus kekerasan seksual dalam periode 2015-2020.
Data Komnas Perempuan menunjukkan, kasus kekerasan seksual paling banyak terjadi di universitas dengan angka 27 persen dan urutan kedua ada pesantren atau pendidikan berbasis agama Islam dengan 19 persen.
“Data kasus kekerasan seksual di lingkungan pendidikan yang diadukan ke Komnas Perempuan untuk 2015-2020, pesantren menempati urutan kedua setelah universitas,” kata Siti kepada Kompas.com, Jumat (10/12/2021).
Kawal RUU TPKS
Maraknya kasus pelecehan hingga rudapaksa di lingkungan pendidikan pun membuat Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Menteri PPPA) Bintang Puspayoga meradang. Dia pun meminta semua pihak mendukung dan mengawal pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS).
Sebab, menurut dia, upaya yang dilakukan Kementerian PPPA terkait kasus kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak tidak akan mencapai hasil optimal tanpa adanya payung hukum.
“Oleh karena itu, saya meminta semua pihak untuk mendukung dan mengawal agar Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual dapat segera disahkan,” kata Bintang dalam "Diskusi Publik: Potret Situasi Perempuan dan Anak Korban Kekerasan Berbasis Gender dan Seksual Tahun 2021” secara vitual, Jumat (10/12/2021), dilansir dari Kompas.com.
Baca juga: Guru Cabul Rampas Kehormatan 12 Santriwati Bandung, Ridwan Kamil Pun Meradang
Baca juga: Perkosaan di Kalteng : Berobat Gegara Sering Kesurupan, Ibu Muda di Kotim Jadi Korban Dukun Cabul
Berdasarkan Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (SIMFONI PPA) pada 1 Januari hingga 9 Desember 2021, ada 7.693 kasus kekerasan terhadap perempuan yang 73,7 persennya merupakan kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).
Sedangkan, terdapat 10.832 kasus kekerasan terhadap anak yang didominasi oleh kasus kekerasan seksual, yaitu sebanyak 59,7 persen.
Dalam kesempatan yang sama, Direktur LBH APIK Jakarta, Siti Mazuma mengungkapkan berdasarkan catatan akhir tahun (CATAHU) LBH Apik Jakarta, sepanjang 2021 terdapat 1.321 aduan kasus yang masuk.
Menurut dia, angka tersebut meningkat drastis dibandingkan pada 2020 yang hanya berjumlah 1.178 kasus.
“Dari total pengaduan yang masuk, kekerasan berbasis gender online (KBGO) menjadi kasus yang paling banyak dilaporkan, yakni 489 kasus, disusul kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) 374 kasus, tindak pidana umum 81 kasus, kekerasan dalam pacaran 73 kasus, dan kekerasan seksual dewasa 66 kasus,” ungkap Zuma. (*)
