Berita HST

Soal Tambang Galian C, Warga Minta Pemkab HST Pertimbangkan Dampak Lingkungan

Warga mengkritik Pemkab HST yang ambil retribusi dari pelaku usaha galian C ilegal, sementara jalan banyak rusak dilalui angkutannya.

Penulis: Hanani | Editor: Alpri Widianjono
BANJARMASINPOST.CO.ID/HANANI
Jalan rusak parah akibat intensnya dilewati angkutan Galian C di wilayah Desa Birayang Timur, Kabupaten Hulu Sungai Tengah (HST), Provinsi Kalimantan Selatan, Sabtu (5/2/2022). 

BANJARMASINPOST.CO.ID, BARABAI - Pemerintah Kabupaten Hulu Sungai Tengah (HST) melakukan pungutan retribusi terhadap para sopir truk angkutan pasir, sirtu maupun batu.

Kebijakan itu berdasarkan Perda Kabupaten HST Nomor 9 Tahun 2011 tentang penambangan bukan mineral, logam dan batuan atau sering disebut Galian C.

Rupanya, hal ini menuai kritik masyarakat. Masalahnya, hasil tambang yang diangkut, sebagian besar dari penambangan ilegal atau tak berizin di wilayah Kabupaten HST, Provinsi Kalimantan Selatan, tersebut.

Diberitakan sebelumnya, Pemkab HST melalui Camat Batang Alai Selatan, Kartadipura, mengatakan, pungutan yang dilakukan di tiga titik pos retribusi bukan pajak perizinan.

Baca juga: Pemkab HST Sebut Pungutan Terhadap Truk Galian C Merupakan Kompensasi Penggunaan Jalan

Baca juga: Aktivitas Tambang Galian C  di HST Tak Terkendali, Dinas LHP HST Sebut Merusak Tata Aliran Sungai

Tapi, retribusi sebagai kompensasi atas kerusakan jalan kabupaten yang ditimbulkan yang sudah diatur Perda. Pro kontra pun ramai di kalangan masyarakat Kabupaten HST terkait hal tersebut.

Seperti yang diutarakan Yandi, warga Barabai, Kabupaten HST, terkait maraknya penambangan galian C, baik sirtu, batuan maupun tanah uruk, Dinas Lingkungan Hidup dan Perhubungan sudah menyampaikan dampak buruknya bagi lingkungan, jika penambangan tak sesuai kaidah.

Tapi di sisi lain, Pemkab HST memungut retribusi dengan alasan kompensasi kerusakan jalan akibat intensnya truk angkutan.

“Jadi dilematis juga bagi Pemkab HST. Di satu sisi mengakui banyak penambang ilegal, di sisi lain memungut retribusi angkutannya. Secara dampak kerusakan jalan dan dampak lingkungannya, memang wajar pungutan itu dilakukan. Tapi harus dipikir lagi apakah pendapatannya sebanding dengan kerusakan yang ditimbulkan, baik terhadap jalan atau jembatan, maupun sisi lingkungan,” katanya.

Baca juga: Penambangan Pasir Marak Pascabanjir di Kabupaten HST, Warga Khawatir Berdampak pada Lingkungan

Jika mudaratnya lebih besar, sebut dia, mendingan dilakukan penertiban. Jika wewenangnya di Pemprov Kalsel, koordinasikan.

Kalaupun diberi izin, harus memenuhi tata cara menambang yang aman bagi lingkungan. “Juga penting adanya pengawasan apakah setelah diberi izin, menaati aturan menambang di sungai  tadi,” tambahnya.

Apalagi, Kabupaten HST saat ini masih menjadi daerah rawan banjir dan tanah longsor.

Bahkan, masyarakat terus dihantui bencana yang salah satunya akibat berkurangnya resapan air di wilayah hulu.

Salah satu titik lokasi penambangan pasir di Desa Alat, Kecamatan Hantakan, Kabupaten Hulu Sungai Tengah (HST), Provinsi Kalimantan Selatan, Minggu (30/1/2022).
Salah satu titik lokasi penambangan pasir di Desa Alat, Kecamatan Hantakan, Kabupaten Hulu Sungai Tengah (HST), Provinsi Kalimantan Selatan, Minggu (30/1/2022). (WARGA HANTAKAN UNTUK BPOST)

Pihak Pemkab HST sedang berupaya melakukan pemulihan, baik dari sisi infrastruktur jalan dan jembatan hingga memulihkan daerah alirah sungai.

“Khawatirnya, belum selesai akar masalah yang selama ini membuat Kabupaten HST rawan banjir dan longsor, muncul masalah baru rusaknya tata aliran sungai, geohidrologi, stabilitas dinding sungai, rendahnya tutupan pada sempadan sungai sebagaimana disebutkan Dinas Lingkungan Hidup dan Perhubungan HST,” pungkas Yandi.

(Banjarmasinpost.co.id/Hanani)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved