Berita HSS

Ganti Rugi Lahan Melambung, Rencana Pembangunan Jembatan Nagara di HSS Ditangguhkan

Rencana pembangunan jembatan Nagara di HSS ditangguhkan sementara waktu lantaran tingginya nilai ganti rugi lahan yang diminta warga

Penulis: Eka Pertiwi | Editor: Hari Widodo
banjarmasinpost.co.id/eka pertiwi
Lokasi rencana dibangun jembatan Nagara di HSS. 

BANJARMASINPOST.CO.ID, KANDANGAN - Rencana pembangunan jembatan Nagara yang menghubungkan Desa Parigi Kecamatan Daha Selatan dan Desa Baruh Jaya Kecamatan Daha Utara Kabupaten Hulu Sungai Selatan (HSS), ditangguhkan sementara waktu. 

Dibatalkannya rencana pembangunan Jembatan Nagara ini diantaranya adalah diakibatkan oleh tingginya ganti rugi yang diminta oleh warga. 

Tak tanggung-tanggung, ada warga yang meminta ganti rugi hingga Rp 4 miliar.  Total ada 23 petak lahan yang harus dibebaskan untuk membangun jembatan ini. 

Sayangnya, harga yang tak masuk akal membuat Pemerintah Kabupaten Hulu Sungai Selatan (HSS) mencari alternatif pembangunan jembatan ini. 

Baca juga: Polemik Pembebasan Lahan Pembangunan Jembatan HKSN Berakhir, Warga Cabut Gugatan di PN Banjarmasin

Baca juga: Bupati HSS Achmad Fikry Serahkan Sumbangan ASN untuk Dukung Pembangunan Masjid Al-Ettihad

Baca juga: Pasca Banjir di Kabupaten HSS, Satu Jembatan dan 5 Rumah Warga Rusak

Warga Desa Parigi, Yadi membeberkan, pihaknya tidak meminta ganti rugi yang banyak. 

Meski demikian, ia berharap ganti rugi harus sesuai dengan dampak yang dialami keluarganya. Seperti pindah rumah dan mencari lahan baru. 

Masalahnya, rumah yang ia punya dengan luas 7,5 X 21 meter ini hanya dihargai Rp 400 juta oleh tim appraisal. 

Yadi menolak dan berharap ganti rugi yang diberikan harus sesuai. Mengingat harga lahan di dekat rumahnya mencapai Rp 300 juta untuk satu petak rumah. 

Jika pindah, dipastikan pergantian itu tidak cukup untuk membangun rumah baru. 

"Tanah disini mahal. Itu tanah saja Rp 300 juta orang mau jual," katanya. 

Ia sebenarnya tak keberatan dengan rencana pembangunan jembatan.

Ia bahkan mengaku mendukung rencana pembangunan jembatan tersebut.

Hanya saja baginya ganti rugi yang diberikan tidak sesuai.

Dibeberkan Yadi, rumah ini bukan hanya miliknya. Tapi milik ia dan saudaranya. 

Yadi mengatakan, pembahasan soal harga baru dua kali dilakukan.

Pertama penawaran dari pihak appraisal. Terakhir pada akhir Desember 2021 tawaran harga dari pihaknya. 

Sebenarnya rapat digelar tiga kali. Sekali hanya persetujuan pembuatan jembatan. 

Harga ini sudah naik bebernya. Awalnya tim appraisal menaruh harga Rp 200 jutaan. Baginya harga itu tidak masuk akal. 

"Kada taparukui. Kalau harga sesuai kami mau. Misal mereka menaikan kembali bisa saja kami menurunkan," jelasnya. 

Di Parigi bebernya ada tujuh rumah yang akan dibebaskan. Semuanya milik keluarga besarnya.

Paling mahal yakni rumah keluarganya di depan yang ditawar hanya Rp 900 juta untuk dua unit rumah. Padahal keluarganya menghendaki Rp 2,5 miliar. 

"Tidak ada kami minta Rp 4 miliar. Semua harga masih wajar dan masuk akal. Kami juga tahu diri. Tapi harus ada gantinya. Sesuai dengan ganti rugilah saat pindah nanti," ceritanya. 

Rumah keluarganya bervariasi ditawar dari harga Rp 202 juta hingga Rp 900 juta. Termasuk rumahnya yang ditawar Rp 400 juta. 

"Kami mau pindah dekat sini saja. Karena pencaharian kami mencari ikan dan bertani. Kalau jauh, tidak ada penghasilan kami. Jadi ya mencari di Parigi saja," bebernya. 

Sementara itu, Kepala Dinas PUTR HSS, Tedy Soetedjo menjelaskan, pihaknya siap membangun setalah ada lahan kosong. Dengan catatan lahan kosong yang bisa dibeli oleh pemerintah kabupaten. 

"Jembatan akan dilakukan kalau lahannya ada," bebernya. 

Dijelaskannya, pemerintah sudah menawar harga yang sesuai melalui jasa konsultan penilai atau apraisal. Lahan yang ada telah ditarsir dengan harga yang bervarias.

Disesuaikan dengan luas tanahnya dan bukti kepemilikan berupa sertifikat atau segel dan bangunan yang berada diatasnya. 

Baca juga: Pasca Banjir di Kabupaten HSS, Satu Jembatan dan 5 Rumah Warga Rusak

Hasil apraisal setelah disampaikan ke warga. Ternyata warga menaruh harga tanah diatas harga apraisal. Ada 23 persil yang harus dibebaskan. Bahkan anggaran yang disiapkan mencapai Rp 10 miliar. 

"Ada warga di Baruh Jaya menaruh harga Rp 4 miliar untuk satu petak tanah. Makanya pembelian tanah di tahun 2021 tidak terealisasi. Selanjutnya kami akan mencari lahan baru lagi. Lokasi ini akan menjadi lokasi pembangunan jembatan," katanya. 

Untuk ukuran jembatan yakni kategori  jembatan kelas A. Dengan lebar efektif sembilan meter panjangny menyesuaikan dengan tanah. Sedangkan lebar sungai mencapai 120 meter. (Banjarmasinpost.co.id/Eka Pertiwi)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved