Berita Banjarmasin
Kecam Permenaker Nomor 2 Tahun 2022 Terkait JHT, Buruh Kalsel Rencanakan Aksi Turun ke Jalan
Presidium Aliansi PBB Kalsel mengatakan, buruh dan pekerja anggota Aliansi PBB Kalsel akan menggelar aksi turun ke jalan untuk menolak Permenaker.
Penulis: Achmad Maudhody | Editor: Eka Dinayanti
BANJARMASINPOST.CO.ID, BANJARMASIN - Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 2 Tahun 2022 yang mengatur mekanisme pencairan dana jaminan hari tua (JHT) yang dikelola BPJS Ketenagakerjaan mendapat penolakan keras dari Aliansi Pekerja Buruh Banua (PBB) Kalsel.
Presidium Aliansi PBB Kalsel Yoeyoen Indharto mengatakan, buruh dan pekerja anggota Aliansi PBB Kalsel akan menggelar aksi protes turun ke jalan untuk menolak Permenaker tersebut.
"Kami rapatkan hari ini, kemungkinan aksi digelar Senin atau Selasa depan," kata Yoeyoen dikonfirmasi Banjarmasinpost.co.id, Selasa (15/2/2022).
Ia menyebut, setidaknya ada seribu lebih massa dari buruh dan pekerja Anggota Aliansi PBB yang akan turun ke jalan pada Senin (21/2/2022) atau Selasa (22/2/2022).
Baca juga: Wakapolda Kalsel Pantau Vaksinasi Lansia dan Anak di Polsek Banjarmasin Utara
Baca juga: Usulan Anggaran Pilkada 2024 di Banjarmasin Meningkat 110 Persen
Sasaran aksi belum dipastikan, namun Yoeyoen yang juga merupakan Ketua DPW Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Kalsel ini mengatakan ada tiga opsi sasaran aksi protes di Kalsel.
"Bisa di Kantor DPRD Provinsi Kalsel, Kantor Dinas Ketenagakerjaan Provinsi atau Kantor BPJS Ketenagakerjaan Cabang Banjarmasin. Atau bisa juga akan dibagi massanya," terangnya.
Rencana aksi tersebut kata Yoeyoen sebagai rangkaian aksi turun kejalan yang juga dilaksanakan organisasi buruh di berbagai daerah di Indonesia.
"Di Jakarta bahkan kawan-kawan buruh dan pekerja akan memulai aksi mulai besok, Rabu (16/2/2022)," ujar Yoeyoen.
Sasaran rangkaian aksi tersebut yaitu menolak dan menuntut Pemerintah untuk segera mencabut Permenaker Nomor 2 Tahun 2022 tersebut.
Yoeyoen mengemukakan sejumlah alasan mengapa Permenaker itu dinilai sangat merugikan buruh dan pekerja.
Pertama, pekerja atau buruh yang di PHK atau mengundurkan diri pada usia yang jauh dari usia pensiun seperti kehilangan sandaran penghidupan karena pencairan JHT tidak bisa 100 persen.
Padahal JHT kata dia tak jarang dijadikan buruh serta pekerja yang ter-PHK atau mengundurkan diri sebagai modal usaha.
Apalagi menurutnya di masa pandemi saat ini sangat rentan terjadi PHK sehingga masa kerja tak bisa dipastikan hingga pekerja atau buruh mencapai usia pensiunnya.
Baca juga: Cuaca Panas di HST, Ketinggian Sungai Barabai Menyusut 2 Meter, Airnya Seperti Kopi Susu
Baca juga: Iseng Cari Kegiatan Saat WFH, Warga Sungaiulin Banjarbaru Ini Kini Sukses Budidaya Selada
Kedua, skema Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) yang didengungkan pemerintah sebagai jalan keluar bagi pekerja yang ter-PHK sangat riskan.
"3 bulan pertama dapat 45 persen dari upah, 3 bulan selanjutnya 25 persen. Setelah itu habis. Kalaupun itu dibayarkan sekaligus masih lebih baik, kalau dibayarkan bulanan juga kan berat," kata Yoeyoen.