Ekonomi dan Bisnis
Dosen UIN Antasari Banjarmasin Erissa: Bundling Minyak Goreng Bertentangan dengan UU
Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Antasari Banjarmasin, Erissa Nilasari, sebut praktik bundling minyak goreng melanggar UU Nomor 5 Tahun 1999.
Penulis: Milna Sari | Editor: Alpri Widianjono
BANJARMASINPOST.CO.ID, BANJARMASIN - Kenaikan harga minyak goreng yang dimanfaatkan sebagian pihak dengan melakukan bundling bersama produk lain di Kalimantan Selatan (Kalsel), bertentangan dengan aturan.
Disampaikan dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri (UIN) Antasari Banjarmasin, Erissa Nilasari, bundling minyak goreng bertentangan dengan Undang-Undang (UU) Nomor 5 Tahun 1999 pasal 15 ayat 2 tentang larangan praktik monopoli dan persaingan usaha yang tidak sehat.
Pelaku usaha, ujar Erissa, dilarang membuat perjanjian dengan pihak lain yang menerima barang dan atau jasa tertentu harus bersedia membeli barang dan atau jasa lain dari pelaku usaha pemasok.
"Perlu ada tindakan yang tegas bagi toko, pedagang ataupun ritel modern yang melakukan praktik bundling minyak goreng tersebut karena merupakan salah satu pelanggaran dalam persaingan usaha," kata pengajar di UIN Antasari Banjarmasin tersebut, Sabtu (5/3/2022).
Di satu sisi, ujar Erissa, menguntungkan bagi pihak yang melakukan praktik tersebut karena dapat meningkatkan penjualan pada produk yang lain.
Baca juga: Pedagang di Pasar Bauntung Kota Banjarbaru Ini Seminggu Tidak Jualan Minyak Goreng
Baca juga: VIDEO Wisata Banjarmasin - Gratis Bermain di Semua Wahana Kids Library Dispersip Kalsel
Namun dari sisi konsumen, hal ini dapat menambah pengeluarannya dengan membeli barang yang tidak direncanakan.
Dengan demikian, perlu distribusi yang merata di semua lapisan masyarakat agar keperluan minyak goreng dapat terpenuhi dengan harga yang sesuai dengan ketetapan pemerintah.
Dalam pemerataan distribusi, lanjut dia, perlu ada pemantauan dari pemerintah khususnya dinas perdagangan untuk memastikan ketersediaan stok minyak goreng baik dipasar tradisional maupun dipasar/ ritel modern.
Pengawasan secara ketat sangat perlu dilakukan dalam pendistribusian minyak goreng, sehingga tidak terjadi penimbunan pada beberapa pihak.
Selain itu, operasi pasar yang dilakukan, juga perlu pengawasan yang ketat agar distribusi minyak goreng menjadi tepat sasaran.
Baca juga: UPDATE Covid-19 Kalsel: Meninggal 1, Sembuh 530 Pasien, Positif 195 Orang
Baca juga: Speedboat Hilang di Perairan Tanjung Sebau Kabupaten Kotabaru Kalsel, Pencarian Masih Nihil
Hal ini dapat dilakukan dengan menggunakan kupon yang dibagikan pada masyarakat yang berpendapatan rendah dan para pelaku UMKM, khususnya yang memiliki usaha di bidang kuliner.
"Jadi diharapkan, dapat mengurangi beban ekonomi masyarakat yang semakin tinggi," imbuh dosen FEB UIN Antasari Banjarmasin ini.
Terbatasnya waktu rencana pemerintah dalam distribusi minyak goreng dengan HET sebesar Rp 14.000 per liter, tentunya juga akan menimbulkan persoalan.
Karena,masyarakat akan tetap berada dalam kondisi panic buying selama beberapa bulan kedepan.
"Mereka tentunya merasa khawatir kalau nantinya harga minyak goreng akan kembali naik. Apalagi saat Ramadhan, konsumsi terhadap keperluan bahan pokok, khususnyaminyak goreng, juga akan mengalami kenaikan. Hal ini juga akan memicu terjadinya penimbunan minyak goreng di pihak tertentu dengan harapan akan memperoleh keuntungan jika menjual kembali minyak goreng pada saat harga tinggi," beber Erissa Nilasari.
