IDI Pecat Keanggotaan Dokter Terawan
Dasar IDI Pecat Keanggotaan Terawan, Simak Jejak Rekam Sosok Kontroversial Mantan Menkes
Mantan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto Diberhentikan dari keanggotaan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Pusat.
Dokter tentara kelahiran Yogyakarta, 5 Agustus 1964, ini juga sempat menjadi pusat perhatian setelah mengenalkan terapi cuci otak atau brain wash untuk penderita stroke.
Baca juga: Penularan Covid-19 di Tanahlaut Kian Menyempit, Empat Kecamatan Nihil Pasien Corona
Berikut sosok dokter Terawan beserta kontroversinya.
1. Jadi dokter di usia muda
Dokter Terawan lulus dari Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada di usia 26 tahun.
Dia kemudian melanjutkan pendidikan spesialis di Departemen Spesialis Radiologi Universitas Airlangga Surabaya.
Dokter Terawan kemudian mengambil program doktor di Universitas Hasanuddin (Unhas) pada 2016.
Judul disertasi Terawan adalah "Efek Intra Arterial Heparin Flushing Terhadap Regional Cerebral Blood Flow, MOtor Evokde Potentials, dan Fungsi Motorik pada Pasien dengan Stroke Iskemik Kronis" dengan promotor dekan FK Unhas, Prof Irawan Yusuf, PhD.
Terawan mulai menjadi dokter tentara pada 1990 dan ditugaskan di berbagai wilayah, hingga akhirnya menjabat sebagai Kepala Rumah Sakit Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto Jakarta sejak 2015.
Terawan juga merupakan salah satu dokter kepresidenan.
Dia sempat ditunjuk Jokowi untuk membantu merawat almarhum Ani Yudhoyono ketika menjalani pengobatan kanker darah di Singapura beberapa waktu lalu.
2. Kontroversi terapi cuci otak
April tahun 2018, nama Terawan hangat diperbincangkan masyarakat. Saat itu Terawan memperkenalkan metode cuci otak atau brain wash yang diyakini dapat mengobati stroke.
Saat itu Terawan mengaku, terapinya memberi hasil bagus kepada pasien.
Baca juga: Vaksinasi Tetap Dilakukan Dinas Kesehatan Kabupaten Hulu Sungai Utara Saat Ramadhan 2022
"Ada banyak pasien yang merasa sembuh atau diringankan oleh terapi cuci otak itu," kata Terawan dilansir Wartakotalive.
Di lain sisi, Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) menyebut metode Digital Substraction Angogram (DSA) atau cuci otak untuk pengobatan stroke belum teruji secara klinis.
