Korupsi di Kalsel

Divonis 8 Tahun Penjara, Penasihat Hukum Bupati HSU Nonaktik Abdul Wahid Belum Ajukan Banding

Jaksa Penuntut Umum KPK dan penasihat hukum terdakwa Bupati HSU Nonaktif, H Abdul Wahid belum menyatakan banding atas vonis hakim

Penulis: Achmad Maudhody | Editor: Hari Widodo
banjarmasinpost.co.id/achmad maudhody
Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Banjarmasin membacakan vonis terhadap terdakwa korupsi dan pencucian uang, H Abdul Wahid, Senin (15/8/2022). Tersisa satu hari lagi, penasehat huku terdakwa belum sampaikan banding atas putusan hakkim. 

BANJARMASINPOST.CO.ID, BANJARMASIN - Meski sempat mengisyaratkan bakal banding atas vonis terhadap terdakwa Bupati HSU Nonaktif, H Abdul Wahid, namun Jaksa Penuntut Umum KPK dan penasihat hukum terdakwa belum merealisasikannya.

Hal ini terlihat dari laman status perkara pada Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) Pengadilan Negeri (PN) Banjarmasin.

Tak ada keterangan banding yang muncul di laman informasi perkara bernomor 17/Pid.Sus-TPK/2022/PN tersebut ketika diakses Banjarmasinpost.co.id sekitar pukul 11.30 Wita, Minggu (21/8/2022).

"Kalau belum ada di SIPP ya berarti belum ada yang menyatakan banding," kata Juru Bicara PN Banjarmasin, Aris Bawono Langgeng dikonfirmasi Banjarmasinpost.co.id, Minggu (21/8/2022).

Baca juga: Pemprov Kalsel Belum Berhentikan Abdul Wahid Sebagai Bupati HSU, Tunggu 14 Hari Lagi

Baca juga: Terbukti Korupsi dan Tindak Pencucian Uang, Mantan Bupati HSU Abdul Wahid Divonis 8 Tahun Penjara

Waktu untuk pengajuan banding semakin menipis.

Pihak berperkara baik Penuntut Umum KPK maupun terdakwa melalui penasihat hukumnya kata Aris memang masih memiliki waktu hingga Senin (22/8/2022) jika memang ingin mengajukan banding.

Pasalnya batas waktu respon selama satu minggu atas vonis perkara tersebut baru akan berakhir pada Senin (22/8/2022), dimana vonis terhadap Abdul Wahid dibacakan pada sidang di Pengadilan Tipikor Banjarmasin Senin (15/8/2022) lalu.

"Kalau vonis Senin (15/8/2022), berarti seminggu dihitung sejak Selasa (16/8/2022). Dihitung 7 hari kalender," ujar Aris.

Dalam perkara ini diketahui, terdakwa Abdul Wahid terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi suap dan pencucian uang.

Majelis Hakim yang diketuai Yusriansyah bersama dua Hakim Anggota, Achmad Gawi dan Arief memvonis terdakwa dengan pidana penjara selama 8 tahun dan denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan.

Saat persidangan, Penuntut Umum KPK dan penasihat hukum terdakwa sama-sama mengambil sikap pikir-pikir.

Namun dikonfirmasi beberapa hari pasca sidang, penuntut Umum KPK yang digawangi, Titto Jaelani, Hendra Eka Saputra, Fahmi Ari Yoga dan Rony Yusuf mengisyaratkan bakal banding.

Pasalnya, tuntutan mereka terkait hukuman pidana tambahan bagi terdakwa yakni membayarkan uang pengganti sebesar Rp 26 miliar lebih tidak dipertimbangkan oleh Majelis Hakim.

Dalam pertimbangannya, Majelis Hakim mengenyampingkan tuntutan tersebut karena tak dicantumkan dalam dakwaan dan tiba-tiba muncul pada tuntutan Penuntut Umum KPK.

Alhasil melalui putusan Majelis Hakim, terdakwa yang merupakan Bupati HSU dua periode tersebut luput dari ancaman hukuman membayar uang pengganti.

Baca juga: Bupati HSU Nonaktif H Abdul Wahid Dituntut 9 Tahun Penjara, Denda dan Bayar Rp 26 Miliar

Baca juga: Kasus Korupsi Mantan Bupati HSU Abdul Wahid, Besok Penasihat Hukum Sampaikan Pembelaan

Begitu juga pihak penasihat hukum terdakwa, Fadli Nasution sebelumnya menyatakan perkara tersebut belum sempurna.

Indikasinya kata Fadli meski terbukti terlibat korupsi suap dan pencucian uang, namun kliennya tidak terbukti melakukan gratifikasi.

Karena itu Ia skeptis soal besarnya selisih dana korupsi suap yang terbukti diterima kliennya dari dua kontraktor Marhaini dan Fachriadi dengan besaran dana pencucian uang yang terbukti dilakukan kliennya menurut vonis. (Banjarmasinpost.co.id/Achmad Maudhody) 

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved