Religi

Sama-sama Dilaksanakan Usai Shalat Subuh, Buya Yahya Ungkap Perbedaan Israq dengan Dhuha

Apa perbedaan israq dengan dhuha. Sama-sama dilaksanakan usai shalat subuh. Buya Yahya ungkap kemuliaan israq dan dhuha.

Editor: M.Risman Noor
Protokol dan Kehumasan Pemkab HSS/diskominfo hss
Salat subuh berjamaah. Usai shalat subuh ada sunnah israq dan dhuha. Buya Yahya ungkap keutamaan melaksanakan shalat israq dan dhuha. 

BANJARMASINPOST.CO.ID - Apa perbedaan israq dengan dhuha. Sama-sama dilaksanakan usai shalat subuh. Buya Yahya ungkap kemuliaan israq dan dhuha.

Buya Yahya ingatkan Israq dengan Dhuha. Simak tata cara melaksanakan Israq dan kemuliaan bagi melaksanakan.

Buya Yahya menjelaskan tentang shalat isyraq yang biasa dilaksanakan menjelang matahari muncul.

Shalat isyraq adalah salah satu shalat sunnah yang dianjurkan dan memiliki keutamaan.

Umat Islam yang melaksanakan ibadah shalat sunnah termasuk shalat isyraq, akan mendapatkan pahala.

Shalat isyraq dikerjakan pada pagi hari, yang mana waktu pelaksanaannya mensekati shalat dhuha.

Baca juga: Juara Umum FASI XI Nasional di Palembang, Kafilah Kalsel Diganjar Bonus Rp 700 Juta

Baca juga: Tata Cara Bersiwak bagi Umat Islam, Buya Yahya Jelaskan Sesuai Cara Rasulullah SAW

Bagaimana tata cara shalat isyraq?

Buya Yahya menjelaskan terdapat perbedaan pendapat tentang adanya shalat isyraq.

Menurut Imam al-Ghazali, Imam as-Suyuthi, dan Syekh Alil Muttaqi al-Hindi, shalat Isyraq bukan shalat Dhuha, sedangkan menurut kebanyakan ulama adalah shalat Dhuha.

Dalil yang mendasari kesunnahan shalat Isyraq di antaranya adalah hadits berikut:

كَانَ إِذَا أَشْرَقَتْ وَارْتَفَعَتْ قَامَ وَصَلَّى رَكْعَتَيْنِ وَإِذَا انْبَسَطَتِ الشَّمْسُ وَكَانَتْ فِي رُبُعِ النَّهَارِ مِنْ جَانِبِ الْمَشْرِقِ صَلَّى أَرْبَعًا (رواه الترمذي والنسائي وابن ماجه من حديث علي)

Artinya, “Ketika matahari terbit dan mulai naik (satu atau dua tombak) maka Rasulullah ﷺ berdiri dan shalat dua rakaat; dan ketika matahari mulai menjulang tinggi dari arah timur dalam seperempat siang maka beliau shalat empat rakaat.” (HR at-Tirmidzi, an-Nasai dan Ibnu Majah dari hadits Ali t).

(Abdurrahman bin Husain al-‘Iraqi, al-Mughni ‘an Hamlil Asfâr fî Takhrîji Mâ fil Ihyâ’ ‘anil Akhbâr pada Ihyâ’ ‘Ulûmiddîn, [Dârul Kutubil Islamiyyah], juz I, h. 197).

كَانَ النَّبِيُّ ﷺ إِذَا زَالَتِ الشَّمْسُ مِنْ مَطْلَعِهَا قِيْدَ رُمْحٍ أَوْ رُمْحَيْنِ كَقَدْرِ صَلَاِة الْعَصْرِ مِنْ مَغْرِبِهَا صَلَّى رَكْعَتَيْنِ، ثُمَّ أَمْهَلَ حَتَّى إِذَا ارْتَفَعَ الضُّحَى صَلَّى أَرْبَعًا. (رواه الترمذي والنسائي وابن ماجه من حديث علي. حسن)

Artinya, “Ketika matahari bergeser dari tempat terbitnya seukuran satu atau dua tombak, sebagaimana ukuran waktu shalat Ashar dari Maghribnya, maka Nabi ﷺ shalat dua rakaat, kemudian beliau diam (tidak shalat) sampai ketika waktu Dhuha naik, maka beliau shalat empat rakaat.” (HR at-Tirmidzi, an-Nasai dan Ibnu Majah dari hadits Ali. Hadits hasan).

Halaman
123
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved