Serambi Ummah

Zakat Sangat Berbeda dengan Pajak: Jalankan Kewajiban Agama Sekaligus Tertib Administrasi Negara

Dalam obrolan warung kopi hingga percakapan media sosial, banyak warga merasa zakat dan pajak tidak bisa dipersamakan, berikut penjelasan ulama

Penulis: Muhammad Andra Ramadhan | Editor: Rahmadhani
ChatGPT
ZAKAT DAN PAJAK - Ilustrasi zakat. Perdebatan mengenai zakat dan pajak kembali mengemuka, berikut penjelasan ulama. 

BANJARMASINPOST.CO.ID - Perdebatan mengenai zakat dan pajak kembali mengemuka. Dalam obrolan warung kopi hingga percakapan media sosial, banyak warga merasa dua hal itu tidak bisa dipersamakan.

Di satu sisi, zakat dipandang sebagai kewajiban spiritual umat Islam yang menyucikan harta dan jiwa.

Di sisi lain, pajak adalah kewajiban kenegaraan yang sifatnya mengikat seluruh warga tanpa memandang agama dan status sosial.

Di ruang publik, pandangan yang menyamakan keduanya sebenarnya bukan hal baru. Mantan Menteri Keuangan Sri Mulyani pernah menyinggung hal itu ketika masih menjabat.

Dia menyatakan, pembayaran zakat maupun wakaf bisa disejajarkan dengan membayar pajak karena keduanya sama-sama menjadi instrumen distribusi keadilan.

Menurutnya, baik zakat maupun pajak, keduanya mengalir kembali kepada masyarakat yang membutuhkan.

Sri Mulyani mencontohkan sejumlah program yang dibiayai pajak, mulai dari Program Keluarga Harapan (PKH) untuk 10 juta keluarga tidak mampu, penyaluran sembako untuk 18 juta keluarga hingga bantuan modal untuk usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).

Baca juga: Kumpulan Bacaan Doa Buka Puasa Ayyamul Bidh, Ustadz Adi Hidayat Urai Versi Riwayat Shahih

Namun, pandangan tersebut tidak sepenuhnya diterima masyarakat. Banyak warga menilai penyamaan zakat dan pajak justru mengaburkan perbedaan prinsip keduanya.

Warga Bangkal, Banjarbaru, M Rafiiansyah Nafis menuturkan, dirinya keberatan jika zakat disamakan dengan pajak.

“Kalau zakat itu kewajiban umat Islam. Saya biasanya berzakat kepada anak yatim atau teman yang sedang kesusahan,” ujarnya.

Rafiiansyah mengatakan, setiap Hari Raya Idulfitri keluarganya terbiasa menunaikan zakat fitrah berupa beras.

Baginya, zakat adalah ibadah yang sudah diatur jelas dalam ajaran Islam. Sementara pajak, sebagai kewajiban kenegaraan.

“Saya tiap tahun lapor pajak. Sebagai buruh saya wajib punya NPWP. Bahkan sehari-hari sudah kena pajak, dari beli rokok, kopi di kedai, sampai token listrik ada PPN-nya,” katanya.

Dia menolak keras jika zakat dipersamakan dengan pajak hanya karena sama-sama berupa pembayaran.

“Jangan sampai pemerintah menganggap zakat itu pajak. Apalagi kondisi sekarang mencari uang susah. Kami sudah merasa berat dengan beban pajak, jadi tidak pas kalau disamakan,” katanya.

Halaman
123
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved