Bank Kalsel

Jadi Pembicara di Obligasi Bank Kalsel, Noorhalis Majid Ungkap Alasan Menulis Budaya Banjar

Noorhalis hadir di Obligasi Bank Kalsel. Acara ini, membahas tentang aktivitas menulis mantan Kepala Ombudsman Kalsel tersebut

Penulis: Salmah | Editor: Hari Widodo
Bank Kalsel
Noorhalis Majid (tengah) hadir pada Obligasi episode 15 tahun 2023 yang disiarkan kanal YouTube dan Instagram Bank Kalsel, Obrolan dipandu host M Mustakim dan Hilary Ligina. 

BANJARMASINPOST.CO.ID - Supaya tidak cepat pikun kita harus terus mengasah kerja otak, salah satunya dengan menulis.

Demikian dikatakan Noorhalis Majid, penulis berbagai genre buku salah satunya tentang peribahasa dan ungkapan bahasa Banjar.

"Menulis itu adalah kebudayaan tertinggi. Diawali mendengar, membaca, kemudian menulis," ujar Noorhalis yang pernah menjabat Ketua Ombudsman Kalsel ini.

Aktifitas menulis Noorhalis dibahas pada Obligasi (Obrolan Lintas Generasi) episode 15 tahun 2023 yang disiarkan kanal YouTube dan Instagram Bank Kalsel dengan tema Wariskan Produk Kebudayaan Melalui Tulisan.

Obrolan yang dipandu host M Mustakim dan Hilary Ligina ini terbilang 'renyah' karena Noorhalis yang juga pemilik Rumah Alam di Sungai Andai, Banjarmasin ini berkomunikasi secara santai sambil sesekali berbahasa Banjar.

Menurut Noorhalis, ia aktif menulis sejak masa sekolah dan kuliah. Jadi kegiatan ini bulan pertama dilakukan.

Hanya saja saat pandemi lalu ia punya banyak waktu untuk berkreasi menulis hingga dalam dua tahun pandemi menghasilkan banyak buku.

"Ada buku politik, sejarah, budaya Banjar. Khusus peribahasa dan ungkapan bahasa Banjar itu ada lima buku," terangnya.

Judul bukunya antara lain Tatarang Tangguk, Dijamak Jibril, Kaguguran Indaru, Hambar Satrup.

"Saya mulai mengetik saat Subuh di teras rumah. Di awal hari itu otak lagi fresh sehingga semua kreativitas bisa mengalir lancar," alasannya.

Noorhalis yang juga hobi olahraga keras macam karate dan taekwondo, memilih menulis tentang budaya Banjar karena kalau  bahasa Banjar terutama peribahasa dan ungkapannya tidak dilestarikan maka dipastikan hal itu akan hilang ditelan zaman.

"Peribahasa dan ungkapan itu adalah hasil refleksi kehidupan masyarakat tempo dulu. Kita harus hargai kebudayaan dengan melestarikannya," tandas Noorhalis yang menargetkan setahun menulis dua buku. (AOL)

 

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved