Kalsel Maju

Sepertiga Lahan Pertanian Tambak Anyar Ulu Banjar Gagal Panen, Faktor Air tak Memadai

Lahan pertanian di wilayah Kabupaten Banjar, Tambak Anyar Ulu adalah kawasan pertanian yang bisa dibilang paling tinggi gagal panen.

Penulis: Nurholis Huda | Editor: Edi Nugroho
banjarmasinpost.co.id/aya sugianto
Ilustrasi: Saluran irigasi Riam Kanan Dikeringkan, Jumat (15/10/2021). 

BANJARMASINPOST.CO.ID - Memasuki Agustus kemarau makin terasa dampaknya. Selain adanya kebakaran hutan dan lahan (karhutla), krisis air pun melanda. Sumur-sumur warga surut, lahan pertanian serta perkebunan pun kekeringan.

Sebagaimana di wilayah Kabupaten Banjar, Tambak Anyar Ulu adalah kawasan pertanian yang bisa dibilang paling tinggi dan terdampak. Kawasan ini lebih banyak waton satu (daerah tebing, red) jika dibanding kawasan waton dua atau lebak.

Dari 82 hektare (ha) pertanian di waton satu, sepertiga atau sekitar 25 ha gagal panen. “Kami sebut, gagal panen di waton satu karena air yang ada sudah tidak memadai. Meski ada pompanisasi, sumber air tidak tidak cukup,” kata Ketua Kelompok Tani, Jakfar, Jumat (1/9).

Sedangkan di waton dua, ada sekitar 60 persen yang terancam. Sebab meski ada harapan panen, tapi posisi saat ini masih kurang air sehingga kalau tidak ada air maka bulir padinya kempes.

Baca juga: Langkah Dinas PUPR Kalsel Atasi Kekeringan Sumur-sumur di Kalsel, Juga Cari Solusi Air Perikanan

Baca juga: Telah Dimulai, Pembangunan Akses Baru ke Bandara Syamsudin Noor di Kota Banjarbaru

Kabid Pengendalian dan Penanggulangan Bencana Pertanian Dinas Pertanian Kabupaten Banjar, Imelda Rosanty, SP MP, menjelaskan dampak kemarau memang terjadi. Tapi tahun ini masih lebih bagus dibanding tahun sebelumnya yang banyak puso karena banjir.

Berdasar data sementara, dari total 37.000 ha sawah yang ditanam padi, mulai April-September yang terancam kekeringan 923 ha. “Dari 923 ha padi terancam kekeringan ini yang sudah dinyatakan puso alias gagal panen 6 ha. Angka ini dari laporan PPL di lapangan. Harapannya segara turun hujan, masih ada areal yang perlu air untuk memadatkan isi padi,” ungkapnya.

Dijelaskannya, sejauh ini mereka sudah mengatisipasi dengan pompanisasi. Bahkan petani yang tidak punya bisa meminjam di kantor dinas pertanian. Hanya saja, sambungnya, cekungan atau kawasan penyimpanan air sudah memang mulai surut dan kosong. “Karena itu sebagian desa kini melakukan usaha pompanisasi dengan menggunakan sumur bor. Semisal di Desa Astambul. Di sana ada delapan unit pompa milik warga, yakni di Sungai Tuan Ilir dan Ulu. Malah kini dua unit ada tambahan pembakal membuat pompanisasi, termasuk di Kelampayan,” sebutnya.

Tapi diakui untuk kawasan Martapura Timur yang bagian hilir yang air lebih banyak, lewat dari ancaman kekurangan air sebab sudah banyak yang dipanen.

Baca juga: Kuin Utara Banjarmasin Juara Harapan Satu ADWI 2023, Tahun Depan Makam Surgi Mufti yang Diusulkan

Anggota Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) Kecamatan Martapura Timur, Hj Kasmawati menambahkan, pertanian di Martapura Timur luasan banyak yang terdampak. “Namun alhamdulillah warga mengairi sawahnya pakai pompa sehingga bisa sampai panen. Bahkan di Martapura Timur sudah panen dengan luasan sekitar 30 persen,” jelasnya.

Menurut Pembakal Antasan Senor, H Ahmad Husain, sebagian besar petani di wilayahnya sudah melewati masa krisis air. “Alhamdulillah, kami persiapan panen. Sehingga kami sangat bersyukur akan hal ini,“ kata H Ahmad Husain.

Kondisi krisis air di areal pertanian juga dialami Tapin. Setidaknya terdata tiga kecamatan dengan jumlah sembilan desa yang kekeringan. Masing-masing di Kecamatan Candi Laras Selatan sebanyak tiga desa, Kecamatan Tapin Tengah empat desa dan di Kecamatan Tapin Utara dua desa. “Itu berdasarkan data Dampak Perubahan Iklim (DPI) yang dilaporkan kelompok tani dengan total luasan 373,5 ha,” ujar Kadis Pertanian dan Peternakan Tapin, dr M Triasmoro, seraya menambahkan ancaman untuk puso padi di Tapin tidak terjadi, karena masa panen sudah lewat beberapa bulan lalu.

Sementara itu, dampak kekeringan juga memaksa Udin, warga Kelurahan Bitahan untuk ekstra merawat tanaman sayur yang ia pelihara. Per hari, lelaki paruh baya ini harus melakukan penyiraman dua kali, untuk 2.000 batang terong yang sudah ditanam ke lahan. “Siramnya pagi dan sore, itu pun harus menyedot air di penampungan yang agak jauh dari kebun,” terangnya.

Terkait upaya penanganan musim kering yang tengah dirasakan, Sekda Tapin H Sufiansyah menilai perlunya antisipasi lebih dini di kemudian hari. Seperti membuat embung di setiap desa, untuk pasokan air ketika musim kemarau melanda. “Nantinya diarahkan agar memiliki embung di setiap desa, karena saat seperti ini sangat diperlukan,” jelasnya.

Adapun Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) pun mengingatkan akan terjadinya krisis air di Kalsel sebagai dampak El Nino. Untuk Balangan dan Tapin yang mulai memasuki musim kemarau, juga mesti waspada kekeringan di sektor pertanian.

Apalagi prakiraan cuaca hingga 5 September mendatang, secara keseluruhan di wilayah Kalsel tidak terjadi hujan dan cuaca panas menyebabkan kekeringan tersebut terjadi hingga November.

Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved