Berita Banjarmasin

Pedagang Pasar Sudimampir dan Antasari Banjarmasin Kian Menjerit, Pembeli Tambah Sepi

Saat ini parapedagang di Pasar Sudimampir dan Sentra Antasari mengeluh, pembeli saat ini sepi dan lebih parah dari saat pandemi Covid-19

|
Editor: Irfani Rahman
BANJARMASINPOST.CO.ID/MIA MAULIDYA
Dok Salah satu toko di Pasar Sudimampir, Kota Banjarmasin, Provinsi Kalimantan Selatan. Saat ini para pedagang di Pasar Sudimampir dan Sentra Antasi menjerit.Pembeli mulai sepi 

Padahal tarif sewa kios di Pasar Sudimampir sudah diturunkan dari Rp 40 juta-Rp 50 juta pertahun, saat ini hanya Rp 20 juta-Rp 30 juta.

Dosen Program Studi Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Bisnis (FEB) Universitas Lambung Mangkurat (ULM) Hidayatullah Muttaqin mengatakan penjualan secara online semakin berkembang.

Media sosial seperti Instagram dan Tiktok bahkan menyediakan fitur live selling.

Kehadiran live selling tentu berdampak terhadap penjualan konvensional.

"Ikut melakukan penjualan secara online tidak mudah bagi peritel konvensional. Dibutuhkan kemampuan untuk memikat konsumen dan acapkali mereka harus bersaing dengan brand yang menggunakan artis dan influencer baik di medsos maupun di marketplace," ucap dia.

Belum lagi toko online mereka tertutup oleh toko maupun peritel besar yang memasang iklan di marketplace dalam pencarian produk.

Besarnya dampak disrupsi ekonomi tidak hanya dialami pedagang dan peritel kecil.

Bahkan peritel besar asal Inggris yang berumur lebih dari 200 tahun, Debenhams, terpaksa ditutup pada 2021.

Debenhams sudah mengalami kemerosotan tajam sejak online shopping merajalela.

Baca juga: Disrupsi Offline ke Online

Baca juga: Viral Pria asal Takalar Rutin Minum Semen Selama 3 Tahun, Kondisi Kesehatannya Bikin Was-was

Menurut Hidayatullah, pemerintah perlu turun tangan mengatasi dampak negatif e-commerce.

Pemerintah perlu mendorong dan memfasilitasi peritel kecil agar dapat melakukan transformasi toko dari offline menjadi online.

“Kedua, pemerintah perlu merevitalisasi pasar tradisional atau pasar rakyat agar tidak hanya menjadi tempat yang menarik dan nyaman untuk berbelanja tetapi juga meningkatkan fungsinya sebagai bagian dari wisata dengan keunikannya masing-masing. Model ini tidak dapat dinikmati konsumen secara online melainkan datang langsung ke lokasi berbelanja,” papar Hidayatullah, .

Ketiga, pemerintah harus membatasi laju pergerakan medsos yang berpadu sebagai e-commerce sekaligus.

Terintegrasinya platform medsos dengan e-commerce dapat berdampak buruk terhadap monopoli online shopping di mana pemilik platform memiliki big data penggunanya sehingga mengetahui tren dan kecenderungan konsumen menurut lokasi, jenis kelamin, kelompok umur dan etnik.

Keempat, pemerintah perlu mengkaji seberapa besar dampak kehadiran artis dan influencer terhadap penurunan omset peritel online kecil sehingga kemudian dapat diterapkan kebijakan yang tepat. (mim)

Dapatkan informasi lainnya di Googlenews, klik : Banjarmasin Post

Halaman 2 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved