Tajuk

Disrupsi Offline ke Online

Kondisi para pedagang kain di Pasar Sudimampir mulai sulit. ini karean penjualan mulai sepi karena pare pembeli mulai jarang

Editor: Irfani Rahman
BANJARMASINPOST.CO.ID/SALMAH SAURIN
Pasar Sudimampir, Kota Banjarmasin, Provinsi Kalimantan Selatan.Saat ini kondisi pembeli di pasar ini mulai sepi 

KEGETIRAN dirasakan Rudy, pedagang kain di Pasar Sudimampir, Kota Banjarmasin. Sudah beberapa bulan terakhir, kondisi pasar kian sepi pembeli.

Bahkan menurutnya penjualan di pasar masih mending pada saat pandemi Covid-19 yang lalu. Kini pembelian bahkan hanya berkisar 25 persen dari sebelumnya.

Kalau sebelumnya penjualan bisa mencapai kisaran Rp 3 juta sehari, kini bisa menjual senilai Rp 500 ribu pun sudah lumayan.

Kondisi demikian tidak hanya dirasakan Rudy, tapi mayoritas pedagang di pasar setempat. Bahkan kondisi serupa juga terjadi di pasar konvensional lainnya seperti Sentra Antasari.

Malah, akibat sepinya pembeli, banyak toko di pasar-pasar itu yang kini tutup.
Para pedagang kompak menyebut kondisi ini terjadi bertahap, seiring dengan kian maraknya penjualan online.

Baca juga: Ideologi Yang Terlupakan

Baca juga: Prediksi Cuaca Surabaya dan 32 Kota Senin 18 September 2023, Sedia Payung Medan dan Banjarmasin

Tak hanya pedagang individu, tapi distributor bahkan produsen juga banyak yang menjual barangnya langsung secara online dengan harga yang miring, sehingga makin menjepit usaha mereka.
Terjadinya disrupsi perdagangan dari konvensional ke online memang tidak bisa terelakkan seiring perkembangan teknologi digital.

Namun, jika pemerintah tidak segera bertindak, tentu akan banyak pihak yang menjadi korban.
Lihat saja, saat ini banyak pusat perbelanjaan yang mati suri bahkan tutup permanen karena kehilangan pembeli. Sementara itu persaingan pada perdagangan online yang kian masif berpotensi tidak sehat, karena perang harga yang jor-joran hingga tak masuk akal.

Mereka yang punya modal besar, tidak segan ‘bakar uang’ untuk menjadi raksasa atau penguasa pada sektor ini.

Di sisi lain, masyarakat memang diuntungkan karena bisa mendapatkan barang lebih mudah dan murah. Namun, efek negatifnya menjadi lebih konsumtif sehingga mungkin saja jadi tidak punya filter dalam mengatur keuangan. Kondisi ini tentu bisa menjadi simalakama dalam perekonomian di kemudian hari.

Apalagi, potensi pendapatan negara dari sektor perdagangan online belum sepenuhnya bisa dioptimalkan karena aturan teknisnya belum jelas.

Sudah saatnya pemerintah ikut campur dan tegas dalam pengaturan perdagangan ini. Harus ada pengaturan terkait perdagangan secara online yang saat ini masif menggunakan media sosial dan e-commerce, melalui regulasi yang jelas.

Pemerintah juga perlu melakukan inovasi dan revitalisasi, agar pusat perbelanjaan konvensional tidak hanya hadir sebagai tempat jual beli, tapi punya fungsi tambahan yang menarik minat orang datang, yakni fungsi wisata atau edukasi.

Semoga masyarakat kita, baik pedagang maupun konsumen terayomi dan mendapatkan kepastian hukum. Perekonomian pun lebih sehat dan membawa manfaat untuk kemajuan bangsa. (*)

Dapatkan informasi lainnya di Googlenews, klik : Banjarmasin Post

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

Sampah Tanpa TPA

 
© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved