Fikrah
Pemilihan Seorang Raja
Gajah terpilih sebagai raja karena kecerdikan dan bahkan kekuatan fisiknya. (lihat Al Qira’ah al-Rasyidah, Abdul Fattah Shabri Beik, jilid 2, hal. 13
Oleh: KH Husin Naparin Lc MA, Ketua MUI Provinsi Kalsel
BANJARMASINPOST.CO.ID, BANJARMASIN - Nun jauh di sana, di sebuah rimba belantara lebat terdapat satu kerajaan hewan yang aman dan damai.
Namun, hari itu mendadak diliput duka karena sang raja yang bijak yaitu “Singa” wafat mendadak.
Rakyat berdatangan menyampaikan belasungkawa kepada permaisuri.
Setelah itu digelar persidangan besar untuk memilih raja yang baru karena putera semata wayang mendiang raja masih kecil, belum mampu memerintah.
Para tokoh yang merasa memiliki potensi menjadi raja mulai berkempanye untuk menyampaikan orasi; berisikan kepiawian masing-masing ketimbang menyampaikan visi dan misi.
Pertama tampil sang macan dengan gagah dan berkata : “izinkan saya berbicara agar menjadi bahan pertimbangan kalian, sayalah yang berhak menjadi raja karena saya paling mirip dengan mendiang raja terdahulu”.
Mendengar hal itu, beruang angkat bicara. “Jika tuan macan mengklaim diri lebih berhak menjadi raja karena kemiripian dengan mendiang raja terdahulu, sebenarnya saya lebih berhak menjadi raja, melebihi mendiang raja terdahulu, karena kekuatan yang saya miliki tidaklah lebih kecil dari kekuatan dan keberanian mendiang semasa hidup. Bahkan saya memiliki kelebihan yaitu kemampuan memanjat pohon,” katanya berapi-api.
Kemudian berbicaralah gajah dengan lembut tapi penuh wibawa,
“Wahai tuan-tuan yeng terhormat, saya persilakan kepada kalian semua untuk menentukan siapa yang akan diangkat menjadi raja. Sebagai bahan pertimbangan; fakta dan data bicara siapa yang mampu mengungguli kebesaran tubuh, kekuatan dan keberanian yang siapa miliki ?”
Kuda langsung menyambar pembicaraan gajah, “Hadirin jangan melupakan dan meremehkan kecerdasan dan kemolekan tubuhku!”
Bicara pula musang, “Hadirin, untuk mejadi raja tidak cukup kecerdikan dan kemolekan tubuh, tapi diperlukan kecepatan menyergap. Nah, siapa yang melebihi kecepatan dan kelihaianku dalam melompat dan berlari?
Selanjutnya, berbicara kera, “Siapapun yang anda pilih menjadi raja, kalian perlu tahu, tidak ada yang lebih baik dan lebih pintar dari saya. Bila kalian memilih saya, saya akan memberikan kenyamanan bagi rakyat, dan jangan kalian lupakan, sayalah yang paling mirip dengan manusia, bukankah manusia pemimpin makhluk di dunia ini.
Burung beo menyahut, “Hai kera, bila menurut anda bahwa anda paling mirip manusia karena gerak-gerik anda yang sebenarnya semua itu menjadi bahan tertawaan orang lain dan karena wajah anda, saya mempunyai kebanggaan tersendiri karena mampu meniru ucapan manusia, bukankah hal itu merupakan bukti kepintaran?”
Dengan berang, kera menjawab, “Betul, anda mampu meniru suara dan ucapan manusia, tapi anda sendiri sama sekali tidak paham apa yang anda ucapkan itu.”

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.