Berita Batola

Warga Sungai Pitung Batola Minta BLUD UPT Limbah B3 Ditutup

Keberadaan BLUD UPT Limbah B3 milik Pemerintah Kabupaten Barito Kuala diprotes warga. Warga meminta BLUD UPT Limbah B3 ini ditutup

|
BANJARMASIN POST/MUKHTAR WAHID
BERHENTI BEROPERASI - BLUD UPT Limbah B3 Pemerintah Kabupaten Barito Kuala di Desa Sungai Pitung, Kecamatan Alalak, Kabupaten Barito Kuala, berhenti beroperasi, Sabtu (11/11/2023). 

BANJARMASINPOST.CO.ID, MARABAHAN - Keberadaan BLUD UPT Limbah B3 milik Pemerintah Kabupaten Barito Kuala diprotes warga. Warga meminta BLUD UPT Limbah B3 ini ditutup atau tidak beroperasi.

Pabrik penghancur sampah yang dikelola Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Barito Kuala beroperasi sekitar 7 bulan sejak diresmikan pada peringatan Hari Jadi Kabupaten Barito Kuala pada 2022 lalu.

Pembangunan fisik pabrik itu sejak 2021 yang lalu dan operasionalnya dikerjasamakan dengan perusahaan selaku pihak ketiga itu dinilai meresahkan warga Desa Sungai Pitung, Kecamatan Alalak.

Alasannya, warga merasa sudah cukup berdamai, setelah haknya untuk menghirup udara segar, terganggu selama pabrik penghancur sampah B3 itu beroperasi.

Pantauan BPost, Sabtu (11/11/2023) di pabrik Limbah B3 itu hanya ada seorang penjaga keamanan.

"Sebenarnya ada sembilan pekerja di pabrik. Cuma tidak beroperasi sementara," kata lelaki yang mengaku bernama Syahrani.

Berawal saat 2 Oktober 2023 lalu, operasional pabrik itu dilanjutkan karena mesin sudah diperbaiki. Ada hal yang membuat warga geram, saat itu hanya mengundang enam orang warga Desa Sungai Pitung.

Warga di lingkungan RT 04 dan RT 05 protes, karena selama pabrik itu berjalan dan hilir mudik mengangkut limbah B3, tidak pernah bertegur sapa dengan warga yang terdampak.

Kemudian, ada warga yang menyusul, jumlahnya puluhan orang yang datang untuk membuktikan, aktivitas pabrik itu kembali beroperasi tanpa berbau dan berasap tebal.

Begitu warga melihat asap hitam keluar dari cerobong pabrik disertai aroma tak sedap mengganggu indra penciuman, warga langsung naik pitam melakukan protes penyetopan.

"Tidak menolak langsung. Warga merasakan bau tak nyaman, makanya minta setop. Mungkin berapa duit pun warga tetap minta setop,” ujar warga RT 04 Desa Sungai Pitung, Ahmad.

Ada muspika kecamatan yang hadir saat pabrik itu beroperasi kembali, turut juga menyaksikan tetap seperti semula, berasap dan berbau.

Petani padi itu mengaku selama pabrik beroperasi, dampak lingkungan yang mereka rasakan adalah bau tak sedap dan bekas pembakaran yang menempel di lantai rumahnya.

"Bagaimana dahulunya, kami tidur dengan lampu tempel. Asapnya bikin lubang hidung hitam. Begitu yang kami rasakan selama pabrik itu beroperasi, hidung kami hitam," katanya.

Itu diduganya dampak dari asap dari bahan yang dibakar pabrik tersebut, belum lagi aroma yang menyertai aktivitas pabrik itu membuat nafsu makan hilang.

"Saya memiliki lahan pertanian di dekat pabrik itu, makanya hilang nafsu makan mencium bau tak sedap saat pabrik itu beroperasi," kisahnya diamini istrinya.

 

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved