Berita HSS

Warga Tibung Raya HSS Tiga Tahun Jadi Imigran Ilegal di Saudi, Pulang Hanya Bawa Selembar Pakaian

Kisah warga Tibung Raya HSS tiga tahun jadi imigran ilegal di Saudi kini hanya pulang membawa selembar pakaian

Penulis: Hanani | Editor: Edi Nugroho
Diskakerkop-UMKM HSS untuk Banjarmasinpost.co.id
Jamilah (45) saat diantar sampai ke rumah oleh pihak BP2MI, Kabid Ketenaga Kerjaan, dua pekan lalu. Serah terima pemulangan TKI tersebut juga disaksikan Kepala Desa Amawang Kanan. 

BANJARMASINPOST.CO.ID, KANDANGAN- Hujan emas di negeri orang, lebih baik hujan batu di negeri sendiri.

Pepatah tersebut bener-benar dirasakan Jamilah (45), warga Desa Tibung Raya, Kecamatan Kandangan, Kabupaten Hulu Sungai Selatan. Niat hati ingin mencari “cuan” di negeri Arab Saudi. Namun, sejumlah penderitaan, justru dia alami.

Berawal 2020, saat itu musim pandemic covid-19. Jamilah, yang punya usaha warung makan, terdampak kondisi tersebut.

Warung makan yang menjadi sumber mata pencahariannya sepi. Berbekal modal ‘nekad’ diapun mengaku menerima tawaran menjadi tenaga kerja illegal ke Arab Saudi.

Bermodal pinjaman di salah satu bank, diapun menerima tawaran tersebut. “Singkat cerita saya diberangkatkan melalui Surabaya,”tuturnya ditemui Rabu (20/12/2023). Namun, dia enggan menyebut pihak yang memberangkatkan dengan alasan keamanan. Saat diberangkatkan, dia sendiri tak tahu siapa majikannya.

Baca juga: Air Mancur Warna-Warni di Tanjung, Kecantikannya Tarik Minat Masyarakat

Baca juga: Perketat Pengamanan, Selain Dijaga Polisi Gudang Logistik KPU HSU Juga Dilengkapi CCTV

Namun, sesampai di bandara dia dijemput pihak yang bekerjasama dengan pihak yang memberangkatkan.

Diakui, visa yang dipegangnya adalah visa umrah sehingga bisa masuk ke negara Timur Tengah tersebut.

Setelah berumrah, mulailah dia menjadi imigran illegal. Bekerja di sebuah keluarag di Kota Makkah, Arab Saudi.

Adapun gaji yang dijanjikan, 1200 Riyal SA per bulan. Namun, 10 hari bekerja sebagai asisten rumah tangga di keluarga tersebut, dia memutuskan kabur. Alasannya, terlalu diperas tenaganya. Bekerja hampir 24 jam.

“Hampir saya tak bisa tidur. Sejak pukul 04.00 sudah bekerja, membersihkan rumah, mencuci, nyetrika serta pekejaan rumah tangga lainnya,”tuturnya.

Diakui awal bekerja, dia masih kesulitan berkomunikasi dalam bahasa Arab. Meski saat sekolah di Madrasah Aliyah pernah mempelajari dasar bahasa tersebut. Namun, selama 10 hari bekerja, Jamilah mulai mengerti Bahasa Arab. Beratnya pekerjaan, sementara di rumah majikan tidak tersedia makanan pokok berupa nasi, membuat Jamilah tak betah.

Diapun memutuskan kabur dari majikan tersebut. “Saat kabur, saya sudah ada modal berbahasa Arab dan sedikit Bahasa Inggris,”imbuhnya. Setelah kabur, Jamilah mengaku tinggal di rumah kontrakan. Selanjutnya, dengan cepat dia mendapatkan pekerjaan baru di sebuah keluarga, sebagai ART di Tabuk, dengan jarak tempuh 15 jam perjalanan darat dari Riyad.

Baca juga: Disnaker Akui 3 Warga HSS Terjebak Calo Pekerja Migran Ilegal, Satu Dipulangkan Sebelum Berangkat

Di sana, Jamilah bekerja system harian. Tak tinggal 24 jam di rumah majikan tersebut. Selesai mengerjakan tugas pekerjaan, boleh pulang ke rumah kontrakan. Jika ditotal gaji yang diterima per bulan, 3000 riyal atau sekitar Rp 8 juta. Gaji tersebut dia sisihkan untuk membayar kontrakan, dan biaya hidup selama tinggal di Saudi.

Sebagian dikirim ke kampung halaman untuk membiayai anak perempuannya yang kini duduk di kelas 3 salah satu MTs di Kandangan. Hampir tiga tahun menjadi imigran illegal, suatu hari, Jamilah mengaku tertangkap Askar (polisi) Arab Saudi. Saat itu dia berjalan ke suatu tempat. Namun, karena memiliki Ighamah, Jamilah mengaku tak dipenjara.

“Saya cuma disuruh memilih. Membayar denda, atau dipulangkan,”katanya. Tak ada pilihan diapun minta dipulangkan. Sebab, saat tertangkap cuma selembar pakaian di badan dan uang secukupnya. DIapun dilarang balik ke rumah kontrakan, untuk mengambil uang, maupun pakaian dan barang lainnya. “Jadi semua barang saya tak boleh diambil. Termasuk uang hasil kerjanya, dan gaji yang belum diterima dari majikan, tak bisa diambil.Setelah itu saya hanya bisa berdoa, semoga dimudahkan jalan pulang ke Banua. Alhamdulillah tak menunggu lama, saya dipulangkan atas bantuan BP2MI untuk ke Bandara Jakarta, dan dari Jakarta difasilitasi BP3MI Kalsel,”tuturnya.

Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved