Berita Banjarmasin

Angkot Terminal Antasari Tak Sanggup Perpanjang Izin Trayek, Sopir Hanya Dapat Rp 46 Ribu

Kondisi Taksi Kuning di Banjarmasin semakin memprihatikan, dimana angkutan kota tidak memiliki lagi izin trayek, KIR, hingga pajak kendaraan juga mati

Editor: Irfani Rahman
edi nugroho
Angkutan kota atau taksi kuning di Kota Banjarmasin. 

BANJARMASINPOST.CO.ID-  - Senasib dengan angkutan Antar Kota Antar Provinsi (AKAP) yang berada di Terminal Pal 6, angkutan kota alias Taksi Kuning di Banjarmasin juga tak kalah memprihatinkan.

Hal itu terlihat di terminal Antasari Banjarmasin, Kamis (25/1) sore. Para sopir angkutan kota alias sopir taksi tak juga mendapatkan penumpang. Bahkan angkutan kota tidak memiliki lagi izin trayek, KIR, hingga pajak kendaraan juga mati.

Sopir tak dapat berbuat banyak. Sebab, ketika ingin menghidupi trayek dan KIR, angkutan mereka dianggap usang dan tak layak pakai lagi.

Sore itu ada lima angkutan yang berada di terminal. Saat ditanyakan ke arah mana angkot tesebut, sopir kompak menjawab angkutan tak lagi memiliki trayek khusus.

“Kami jalan ya kemana hati dan arah membawa. Tidak bisa menjadi patokan ke mana. Sekarang kami bisa kemana pun,” ujar sopir angkutan taksi kuning, Anang.

Anang juga bukan pemain baru sebagai sopir angkutan umum. Ia sudah menjadi sopir sejak 1986. Anang ingat betul kala itu harga satu orang untuk naik yakni Rp 125. Berbeda dengan sekarang yang dipatok dengan harga Rp 6.000 per orang sekali jalan.

Baca juga: Saatnya Peremajaan

Baca juga: Mantan Dirjen Jadi Tersangka Sistem Proteksi TKI, KPK Bantah Perkara Kemenakertrans Terkait Cak Imin

Anang menyebut angka Rp 6.000 pun tidak mesti harus dibayar Rp 6.000. Tak jarang ia mendapat bayaran Rp 5.000 untuk sekali jalan. Bahkan ada yang membayar Rp 4.000. Anang tak menyoal hal itu. Lantaran saat ini sudah semakin sepi penumpang.

Anang menyebut di Terminal Antasari akan banyak angkutan taksi kuning. Bukan karena ingin menunggu penumpang. Tapi rata-rata dari mereka memilih untuk mangkal di terminal karena bahan bakar yang minim. “Memang menunggu penumpang juga. Tapi kalau ada bahan bakar mereka akan berkeliling,” jelasnya.

Bukan tanpa alasan. Kebanyakan penumpang di terminal memilih angkutan bus trans Banjarmasin. Selain itu, sebagian besar masyarakat memilih menggunakan kendaraan pribadi.

Ya di Terminal Antasari selain untuk taksi kuning. Juga ada halte yang diperuntukan untuk mengangkut penumpang. Halte ini masuk ke dalam Terminal. “Tuh mereka memilih naik bus. Sudah sepi ya tambah sepi. Ini memang mati pelan-pelan,” katanya.

Hal serupa dikatakan sopir, Ipan yang baru mendapat Rp 46 ribu. Bahkan ia menunjukan hasil yang didapat hari itu. Yakni pecahan sepuluh ribu dua lembar, pecahan lima ribu empat lembar, pecahan dua ribu dua lembar, dan pecahan seribuan dua lembar.

Padahal beber Ipan, jika modal yang ia keluarkan untuk mencari penumpang yakni Rp 50 ribu. “Ya modalnya 5 liter pertalite. Sampai sore juga belum ada balik modal,” katanya.

Ipan menyebut jika pekerjaan sebagai sopir taksi kuning ini sudah masuk kategori diigut layat dibuang sayang. “Ya mau bagaimana lagi. Pemerintah juga tidak ada solusi. Kami sudah dalam tahap pasrah,” katanya.

Ia bercerita jumlah angkutan ini semakin berkurang ketika memasuki tahun 2000-an.

Ipan dan Anang sendiri masih mengangkut penumpang dengan jurusan Teluk Dalam, Belitung, dan Pal 6. “Paling banyak tiga itu tapi ya bisa juga berkeliling. Kadang kalau di jalan ketemu penumpang. Aduh bahagia sekali,” katanya.

Rencana pemerintah untuk peremajaan dengan APV beberapa tahun silam juga pupus. Ipan menyebut jika Pemerintah Kota mengklaim para sopir enggan diremajakan. Padahal, menurut Ipan pihaknya siap. Hanya saja harus jelas teknis dan subsidi yang diberikan. “Angkutan biru dari Gambut ke Pasar Antasari juga tak kalah sepi,” katanya.(wie)

 

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved