Berkah Ramadan 1445 Hijriah

Mualaf Semangat Tunaikan Puasa Meski Hari Pertama Hanya Kuat Sampai Azan Zuhur

Bagi mualaf atau orang yang baru masuk Islam, berpuasa mungkin adalah hal yang berat. Apalagi pada Ramadan pertama

Penulis: Salmah | Editor: Mulyadi Danu Saputra
Kompas.com
MUALAF - Seorang napi mualaf belajar mengaji di Pesantren Nurul Iman Lapas Kelas II A Karawang, Jawa Barat. 


BANJARMASINPOST.CO.ID, BANJARMASIN - Bagi mualaf atau orang yang baru masuk Islam, berpuasa mungkin adalah hal yang berat.


Sebab, mereka harus mulai terbiasa tidak makan dan minum selama seharian. Namun, mereka perlu dibimbing untuk menanamkan niat karena Allah SWT.


Berdoalah agar Allah memudahkan dan mendapatkan rida-Nya, untuk memasuki gerbang rayyan (gerbang puasa) di surga kelak.


Sebagaimana hadis dari Sahl bin Sa'd, Nabi Muhammad SAW bersabda, "Di surga ada gerbang yang disebut Rayyan di mana hanya orang-orang yang berpuasa yang akan memasukinya pada hari kebangkitan. Tidak ada yang lain yang akan masuk bersama mereka. Akan dinyatakan: Di mana orang-orang yang berpuasa sehingga mereka harus dimasukkan ke dalamnya? Dan ketika yang terakhir dari mereka akan masuk, pintu itu akan ditutup dan tidak ada yang akan masuk." (HR Muslim)


Menurut Khair, warga Cempaka Kota Banjarbaru, dia punya seorang teman sepekerjaan yang mualaf. Sesekali temannya itu bertanya perihal ibadah dalam Islam, termasuk puasa.


"Saya jelaskan tentang puasa sunah dan puasa wajib bulan Ramadan. Alhamdulillah dia semangat belajar puasa meski tak bisa langsung seperti kita yang Islam sejak lahir," ujar Khair.


Saat pertama belajar puasa, temannya hanya bisa sampai zuhur, terus sampai asar. Akhirnya bisa full sampai maghrib.


Bagi yang baru belajar, memang pekan pertama Ramadan biasanya adalah yang paling sulit karena tubuh menyesuaikan diri dengan perubahan pola makan.


Pada pekan kedua, umumnya tubuh merasa lebih baik. Sedangkan pada pekan ketiga dan keempat, biasanya kita tergoda dengan rasa haus ketimbang rasa lapar di siang hari.


Menurut Khair, temannya itu mengatakan, setelah mampu menahan lapar dan haus maka dia belajar mengontrol emosi dan pikiran negatif yang kerap menggelayut di benaknya.
“Ya, puasa memang tidak semata nahan haus, lapar. Tapi menahan perbuatan yang bisa buat membatalkan puasa dan itu paling berat, apalagi bagi mualaf,” papar Khair.

Sementara itu, menurut ustadz Suriani Amin, mualaf sama dengan orang Islam lainnya yang sudah baliq dan berakal, wajib menjalankan taklif (hukum agama Islam).


Di antara kewajiban yang difardukan oleh Allah SWT kepada umat Islam adalah menjalankan ibadah puasa sebulan penuh di bulan suci Ramadan.


“Bila seorang non-muslim memeluk agama Islam sebelum bulan puasa, maka saat bulan puasa otomatis harus puasa, tanpa ada rukhsah atau keringanan baginya,” ucap pemimpin Majles Taklim Ar Raudah ini.


Seorang mualaf perempuan, lanjutnya, bisa saja mendapat rukhsah apabila dalam berpuasa dia mengalami haid atau nifas. Atau bagi perempuan maupun lelaki dia mengalami sakit atau dalam perjalanan yang jauh (musafir). Namun dia wajib mengqadlanya di luar Ramadan.


Contoh, seseorang menjadi mualaf pada tanggal 20 Ramadan pukul 10.00 pagi. Maka mulai saat itulah dia wajib berpuasa hingga Ramadhan berakhir. Tapi, dia tidak wajib mengqadla puasa mulai tanggal 1 sampai 19 Ramadan, karena saat itu belum mualaf.


Ketika orang masuk Islam, maka syariat Islam yang dia jalankan. Jadi jelas bahwa, keringanan untuk tidak berpuasa Ramadan hanya bagi bagi mereka yang musafir, sakit, ibu menyusui, wanita haid dan nifas.


“Mari kita sama-sama bimbing dan bina para mualaf, agar akidah dan keimanannya tidak goyah,” ajak pemimpin Majelis Shalawat Burdah Al Amin ini. (banjarmasinpost/salmah saurin)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved