Breaking News

Pilkada Kalsel 2024

Gubernur Kalsel Terima Putusan MK, Pelantikan Kepala Daerah Tetap Serentak

Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan Gubernur Kalimantan Selatan Sahbirin Noor agar pelantikan kepala daerah hasil Pilkada 2024 ditunda

Editor: Irfani Rahman
DOKUMENTASI WARTA KOTA
GEDUNG PENGAMANAN MK, MK menolak permohonan Gubernur Kalimantan Selatan Sahbirin Noor agar pelantikan kepala daerah hasil Pilkada 2024 tak dilakukan serentak 

BANJARMASINPOST.CO.ID, BANJARBARU - Permohonan Gubernur Kalimantan Selatan Sahbirin Noor agar pelantikan kepala daerah hasil Pilkada 2024 tak dilakukan serentak ditolak Mahkamah Konstitusi (MK).

Kuasa hukum gubernur, Syaifudin, saat dikonfirmasi, Senin (5/8), menyatakan pihaknya menerima keputusan yang dibacakan Wakil Ketua MK Saldi Isra di Jakarta pada 30 Juli 2024 itu.

Dalam pertimbangannya, MK menilai pemilihan umum (pemilu) dan pelantikan kepala daerah secara serentak ibarat dua sisi mata uang yang sama dalam proses demokrasi. Pemilu menentukan pilihan rakyat, sedangkan pelantikan memberikan legitimasi hukum dan menandai dimulainya masa jabatan pemimpin terpilih.

“Proses pelantikan menjamin stabilitas dan keberlanjutan, mencegah kekosongan kekuasaan, dan memastikan transisi yang lancar. Dalam pemilihan kepala daerah, pemilihan dan pelantikan merupakan aspek demokrasi yang tidak dapat dipisahkan,” kata Saldi saat menyampaikan pertimbangan hukum Putusan Nomor 46/PUU-XXII/2024.

Ia menegaskan, dalam desain baru tata kelola pemerintahan negara, pemungutan suara serentak harus diikuti dengan pelantikan serentak.

Putusan MK Nomor 27/PUU-XXII/2024 telah memperjelas bahwa pengecualian pelantikan tidak serentak hanya berlaku bagi daerah yang melaksanakan putaran kedua, pemungutan suara ulang, atau penghitungan suara ulang akibat putusan MK dalam perkara perselisihan hasil pemilu.

Baca juga: Kala Lisa Halaby Dapat Dukungan 7 Partai di Pilwali Banjarbaru 2024, Aditya Yakin PPP-PKB Solid 

Baca juga: Profil Hasnuryadi Sulaiman Bakal Cawagub Kalsel, Pengusaha Muda Banua, Miliki Kekayaan Rp81 Miliar

Saldi juga menyebutkan pelantikan yang tidak serentak dapat terjadi karena force majeure. Artinya, kepala daerah yang dipilih serentak harus dilantik secara bersamaan, termasuk kepala daerah yang permohonan sengketa pemilunya ditolak atau tidak diterima oleh MK.

Oleh karena itu, pelantikan harus menunggu penyelesaian sengketa pemilu di MK. Kecuali bagi daerah yang melaksanakan putaran kedua, pemungutan suara ulang, atau penghitungan suara ulang karena putusan MK dan keadaan memaksa.

“Berdasarkan seluruh pertimbangan hukum tersebut di atas, tidak terdapat perkembangan hukum baru atau alasan substansial yang dapat dijadikan dasar bagi Mahkamah untuk mengubah pendiriannya terhadap Putusan Nomor 27/PUU-XXII/2024,” tegasnya.

Dengan mempertimbangkan hal tersebut, Pasal 201 ayat (7) UU Nomor 10 Tahun 2016 sebagaimana ditafsirkan melalui Putusan Nomor 27/PUU-XXII/2024 memberikan kepastian hukum dan tidak bertentangan dengan UUD 1945.

Dengan demikian, Mahkamah tidak menemukan dasar hukum terhadap dalil pemohon. “Terkait pokok permohonan, menyatakan permohonan Pemohon II sampai dengan V tidak dapat diterima dan menolak pokok permohonan Pemohon I untuk seluruhnya,” kata Ketua MK Suhartoyo saat membacakan putusan.

Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P Foekh juga tidak setuju dengan pemohon. Ia menyatakan pemohon tidak memiliki kedudukan hukum dan pengadilan seharusnya menyatakan permohonannya tidak dapat diterima.

Kendati menerima putusan MK, kuasa hukum Gubernur Kalsel, Syaifudin, menyatakan masih terdapat ketidakpastian hukum mengenai saat pelantikan serentak. “Karena MK juga mempertimbangkan kepentingan kepala daerah hasil pemilukada 2020 dan pemilukada 2024,” ujarnya.

Dalam Putusan Nomor 27/PUU-XXII/2024 tanggal 20 Maret 2024, MK memutuskan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah secara serentak harus diikuti dengan pelantikan serentak dalam rangka menciptakan sinergi kebijakan antara pemerintah pusat dan daerah serta sinkronisasi tata kelola pemerintahan daerah dan pusat.

Gubernur Kalsel Sahbirin Noor menilai Pasal 201 ayat (7) UU Pemilu sebagaimana diamanatkan dalam putusan tersebut telah merugikan dirinya.

Pemohon mendalilkan hak konstitusional tersebut hanya terbatas sampai dengan pelantikan gubernur dan wakil gubernur terpilih pada Pemilihan Kepala Daerah Serentak Tahun 2024 mendatang sebagaimana ditafsirkan Mahkamah Konstitusi melalui putusan tersebut di atas. (msr)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved