Opini Publik
Kontroversi Upaya Pembatalan Putusan MK oleh DPR, Ancaman terhadap Supremasi Hukum dan Demokrasi
Namun, demokrasi di Indonesia menghadapi tantangan ketika Baleg DPR RI berupaya menganulir putusan MK yang bersifat final dan mengikat
Oleh: Muhamad Arifin, Mahasiswa S1 FH ULM dan Koordinator LS VINUS Kalsel
BANJARMASINPOST.CO.ID - DEMOKRASI merupakan sistem pemerintahan yang memberikan kekuasaan kepada rakyat untuk menentukan pemimpinnya serta berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan.
Prinsip utama demokrasi adalah kedaulatan rakyat, di mana keputusan penting diambil melalui mekanisme yang transparan dan adil, serta menghormati hak-hak asasi manusia dan supremasi hukum. Namun, demokrasi di Indonesia menghadapi tantangan ketika Badan Legislasi (Baleg) DPR RI berupaya menganulir putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang bersifat final dan mengikat.
Baleg DPR RI sendiri baru saja menolak menjalankan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 70/PUU-XXII/2024 soal syarat usia minimum calon kepala daerah dan mengakali putusan Nomor 60/PUU-XXII/2024 yang melonggarkan ambang batas (threshold) pencalonan kepala daerah untuk semua partai politik peserta Pemilu.
Mahkamah Konstitusi sebagai lembaga peradilan tertinggi dalam urusan konstitusi, memiliki peran penting dalam menegakkan konstitusi dan menjaga hak-hak rakyat.
Keputusan yang diambil MK seharusnya dihormati dan dijalankan oleh semua pihak, termasuk lembaga legislatif. Pengabaian atau pembatalan putusan MK oleh Baleg DPR RI menimbulkan kekhawatiran serius tentang keberlangsungan demokrasi di Indonesia.
Hal ini bisa dilihat sebagai upaya mengesampingkan prinsip check and balances, yang merupakan pilar penting dalam sistem demokrasi. Dengan menganulir putusan MK, Baleg DPR RI dianggap telah melampaui batas wewenangnya dan mengabaikan supremasi hukum, yang pada gilirannya dapat merusak kepercayaan publik terhadap institusi negara.
Situasi ini juga mencerminkan tantangan yang lebih luas dalam demokrasi Indonesia, di mana kepentingan politik sering kali berbenturan dengan prinsip-prinsip hukum dan keadilan.
Jika lembaga legislatif terus-menerus mencampuri atau bahkan menganulir keputusan pengadilan konstitusi, maka mekanisme pengawasan yang seharusnya melindungi demokrasi akan melemah.Untuk menjaga keutuhan demokrasi, penting bagi semua pihak, termasuk DPR, untuk menghormati putusan MK dan bekerja dalam kerangka hukum yang ada.
Pemulihan kepercayaan publik terhadap sistem demokrasi memerlukan komitmen terhadap prinsip-prinsip hukum dan konstitusi, serta penegakan hak-hak rakyat tanpa intervensi politik yang berlebihan.Dalam konteks ini, peran masyarakat sipil, media, dan institusi lainnya sangat penting untuk terus mengawasi dan mengkritisi langkah-langkah yang dapat merusak tatanan demokrasi di Indonesia.
Dialog yang konstruktif dan transparansi dalam proses pengambilan keputusan harus diutamakan demi kepentingan rakyat dan masa depan demokrasi yang lebih baik.
Tindakan menganulir putusan MK oleh Baleg DPR RI menimbulkan beberapa implikasi serius. Pertama, krisis legitimasi dan kepercayaan publik. Pembatalan putusan MK oleh lembaga legislatif itu dapat merusak legitimasi MK sebagai penjaga konstitusi.
Jika putusan MK tidak dihormati, maka kepercayaan publik terhadap sistem peradilan dan hukum akan menurun. Ini bisa berdampak buruk pada stabilitas hukum dan tata negara.
Kedua, pelemahan prinsip check and balances. Demokrasi yang sehat membutuhkan keseimbangan kekuasaan antara eksekutif, legislatif, dan yudikatif. MK berfungsi sebagai pengawas agar legislatif dan eksekutif tidak bertindak di luar kewenangannya.
Jika putusan MK dapat dianulir oleh DPR, maka fungsi pengawasan ini akan melemah, mengakibatkan potensi abuse of power.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.