Opini Publik

Digitalisasi Ekonomi Melonjak: 11,5 Miliar Transaksi di Depan Mata

Transaksi digital di Indonesia diperkirakan akan mengalami lonjakan luar biasa, hingga mencapai 11,5 miliar transaksi di tahun-tahun mendatang

Editor: Hari Widodo
Istimewa
Dr. Sri Maulida, Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) ULM. 

Oleh: Dr. Sri Maulida, Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis ULM

BANJARMASINPOST.CO.ID - PERTUMBUHAN transaksi digital di Indonesia diperkirakan akan mengalami lonjakan luar biasa, hingga mencapai 11,5 miliar transaksi di tahun-tahun mendatang. 

Ini bukan sekadar prediksi biasa, tetapi sebuah kenyataan yang semakin dekat seiring dengan akselerasi digitalisasi di berbagai sektor perekonomian. 

Dalam acara “BI Sapa Akademisi” yang diselenggarakan di Labuan Bajo pada 25 September 2024, Bank Indonesia (BI) menyoroti lima strategi utama yang akan menjadi motor penggerak transformasi ini.

 Acara tersebut dihadiri oleh sekitar 1.000 mahasiswa secara daring serta 39 akademisi dan peneliti dari seluruh Indonesia.

Acara ini bertujuan untuk menyebarluaskan informasi mengenai kebijakan terkini dan perkembangan digitalisasi sistem pembayaran di Indonesia yang saat ini tengah digencarkan oleh BI.

Dengan mengusung tema “Mengakselerasi Ekonomi Digital Nasional untuk Generasi Mendatang”, BI berupaya menunjukkan keseriusan dalam mempersiapkan Indonesia menghadapi tantangan besar di masa depan. 

Dalam kesempatan ini, BI memaparkan bahwa transformasi digital di sektor keuangan telah menunjukkan hasil yang signifikan, terutama dari segi volume transaksi dan partisipasi pelaku ekonomi.

Salah satu faktor utama yang mendorong lonjakan transaksi digital ini adalah pergeseran struktur demografis yang semakin didominasi oleh generasi muda. Pada 2024, generasi Z telah sepenuhnya masuk ke dalam angkatan kerja, disusul oleh generasi Alpha yang akan mulai berkontribusi pada 2025.

Perubahan ini sangat signifikan karena kelompok ini adalah pengguna utama teknologi digital, termasuk di bidang keuangan. Generasi ini lahir dan tumbuh di tengah kemajuan teknologi, sehingga adaptasi mereka terhadap digitalisasi keuangan jauh lebih cepat dibandingkan generasi sebelumnya.

Sebagai gambaran, saat ini populasi Indonesia terdiri dari 11,56 persen generasi Baby Boomer, 21,88 persen generasi X, 25,87 persen generasi Milenial, 27,49 persen generasi Z, dan 10,88 persen generasi Alpha. Dengan proporsi penduduk yang didominasi oleh generasi Milenial dan Z, ekonomi Indonesia akan semakin kuat dalam menghadapi tantangan ekonomi di masa depan. Ini tidak hanya berlaku di sektor perbankan, tetapi juga dalam transaksi di sektor e-commerce, transportasi, dan pariwisata yang terus mengalami pertumbuhan signifikan.

Di sisi lain, prospek pertumbuhan ekonomi yang diprediksi akan tetap positif juga menjadi pendorong meningkatnya transaksi digital. E-commerce, perjalanan, transportasi, dan kuliner menjadi sektor-sektor yang diperkirakan akan mengalami pertumbuhan pesat.

Sejalan dengan itu, Bank Indonesia juga mengantisipasi adanya lonjakan volume transfer dana ritel yang bisa mencapai 10,5 miliar transaksi pada 2030, 14 kali lipat lebih besar dari saat ini. Ini merupakan sinyal kuat bahwa ekonomi digital tidak hanya akan tumbuh, tetapi juga akan menjadi tulang punggung perekonomian Indonesia di masa depan.

Tidak hanya perubahan demografi yang memengaruhi perkembangan ini, derasnya inovasi digital juga memainkan peran penting. Hingga 2023, Bank Indonesia telah mengeluarkan lebih dari 1.010 izin pengembangan inovasi baru, sebagian besar dari lembaga non-bank. Kehadiran teknologi finansial (fintech), e-commerce, dan perusahaan rintisan (start-up) lain membuka jalan bagi berbagai solusi pembayaran yang lebih cepat dan efisien.

Partisipasi Gen Z dalam perekonomian juga membawa potensi baru, salah satunya adalah tingginya adopsi mata uang digital atau kripto yang kian meningkat pesat dalam beberapa tahun terakhir.

Sejak Januari 2021 hingga September 2022, terjadi peningkatan kepemilikan cryptocurrency sebesar 350 persen. Menurut Bappebti, hingga akhir tahun 2023 nilai transaksi kripto di Indonesia mencapai 1.096,1 juta dolar AS. Data ini menunjukkan bahwa generasi muda tidak hanya adaptif terhadap teknologi baru, tetapi juga terbuka terhadap alternatif instrumen keuangan, yang akan menjadi tantangan tersendiri bagi regulator keuangan seperti Bank Indonesia.

Selain inovasi teknologi, pengembangan sistem pembayaran yang lebih terintegrasi juga menjadi fokus utama BI. Hingga 2023, mayoritas inovasi layanan pembayaran dilakukan oleh lembaga non-bank sebesar 64 persen, diikuti oleh BPR/S sebesar 28 persen dan Bank Komersial sebesar 8 persen.

 Peran aktif lembaga non-bank dalam inovasi pembayaran ini menunjukkan bahwa sektor keuangan Indonesia sedang mengalami diversifikasi yang signifikan. Bank tidak lagi menjadi satu-satunya pelaku dominan dalam sistem pembayaran, tetapi fintech dan pelaku lain mulai mengambil peran penting.

Interkoneksi Negara Semakin Kuat

Dalam skala yang lebih luas, arus transaksi pembayaran digital ke depan diprediksi kian deras seiring dengan komitmen internasional untuk meningkatkan efisiensi layanan pembayaran lintas negara.

Bank Indonesia menegaskan pentingnya memperkuat kerangka kerja sama internasional untuk menciptakan sistem pembayaran yang terintegrasi. Hal ini ditandai dengan adanya kerangka Regional Payment Connectivity (RPC) di ASEAN yang bertujuan untuk menghubungkan infrastruktur pembayaran di kawasan Asia Tenggara.

Kerangka RPC ini sejalan dengan visi G20 untuk memperkuat konektivitas pembayaran di seluruh dunia. Tujuan utamanya menciptakan ekosistem pembayaran lintas batas yang aman, efisien, dan inklusif.

Beberapa langkah strategis meliputi perluasan kemitraan pembayaran QR lintas negara, pembayaran cepat (fast payment) yang saling terhubung, serta standardisasi API dan Interlinking RTGS. Dengan adanya kerangka regulasi dan pengawasan yang kuat, diharapkan arus transaksi lintas batas dapat berjalan lebih lancar dan mendukung pertumbuhan ekonomi regional.

Untuk mempersiapkan lonjakan transaksi digital ini, Bank Indonesia telah menyusun Blueprint Sistem Pembayaran Indonesia (BSPI) 2030. Dokumen ini berisi lima strategi utama yang akan dijalankan untuk memastikan ekosistem pembayaran digital di Indonesia mampu mendukung pertumbuhan ekonomi nasional di masa depan.

Lima strategi itu yakni pembangunan infrastruktur yang terintegrasi, penguatan sistem pengelolaan data, kolaborasi dengan industri, mendorong inovasi yang aman, dan pengembangan rupiah digital.

Strategi ini tidak hanya meningkatkan jumlah transaksi digital, tetapi juga untuk menciptakan ekosistem pembayaran yang lebih efisien dan aman bagi masyarakat Indonesia. Kerja sama dengan industri dan pelaku usaha akan menciptakan lebih banyak inovasi yang bisa memudahkan kehidupan masyarakat.

Perkembangan ini bukan hanya tanggung jawab Bank Indonesia, tetapi seluruh elemen masyarakat. Masyarakat perlu siap menghadapi perubahan ini dengan terus meningkatkan literasi digital dan finansial. (*)
 

 

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

Akhir Bahagia

 
© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved