Btalk

61 Ribu Anak di Kalsel Tidak Sekolah, BPMP: Pemda Harus Jemput Anak

LPMP Kalimantan Selatan menyebut hampir 61 ribu anak di provinsi ini tidak sekolah. Penyebabnya, drop out hingga memang tidak pernah sekolah

|
Penulis: Saiful Rahman | Editor: Hari Widodo
Banjarmasinpost.co.id/Dok
ANAK TIDAK SEKOLAH-B-Talk Banjarmasin Post bersama kepala BPMP Kalsel Yuli Haryanto SE MSi dan pengamat pendidikan dari Universitas Lambung Mangkurat (ULM) Reja Pahlevi SPd MPd untuk mengulas tingginya jumlah anak tidak sekolah di Kalsel, Senin (21/7/2025) sore. 

BANJARMASINPOST.CO.ID - Mengejutkan, membuat miris dan memunculkan banyak pertanyaan. Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) Kalimantan Selatan menyebut hampir 61 ribu anak di provinsi ini tidak sekolah. Banyak faktor penyebabnya. Dari drop out hingga memang tidak pernah sekolah.

B-Talk Banjarmasin Post Bicara Apa Saja mengundang Kepala Balai Penjaminan Mutu Pendidikan (BPMP) Kalsel Yuli Haryanto SE MSi dan pengamat pendidikan dari Universitas Lambung Mangkurat (ULM) Reja Pahlevi SPd MPd untuk mengulasnya pada Senin (21/7/2025) sore.

Perbincangan yang dipandu Jurnalis BPost M Risman Noor ini ditayangkan di akun YouTube Banjarmasin Post News Video, Facebook BPost Online, Instagram @banjarmasinpost dan website banjarmasinpost.co.id. Berikut petikannya:

Dari mana data 61 ribu anak di Kalsel tidak sekolah?

Yuli : Kami ambil dari data Kemendikdasmen, baik itu data anak yang Lulus Tidak Melanjutkan (LTM), drop out (DO) dan belum pernah bersekolah sama sekali.

Paling besar adalah belum pernah bersekolah sekitar 23 ribu. Kemudian LTM sekitar 19 ribu dan DO sekitar 17 ribu.

Terbanyak di Kabupaten Banjar yang mencapai 10 ribu anak, kemudian Kotabaru, lalu Banjarmasin. Kami terus menyampaikan data tersebut kepada dinas pendidikan.

Bagaimana Pak Reja melihatnya?

Reja : Ini persoalan nasional. Jadi tidak hanya di Kalsel, tapi juga di provinsi lain. Jawa Barat bahkan menduduki posisi pertama dengan 600 ribu anak tidak sekolah.

Memang fenomena setiap provinsi itu berbeda. Seperti di Kalsel, banyak anak ikut pesantren terutama yang tradisional dan tidak terdaftar di Kemenag,  Data Pokok Pendidikan (Dapodik) atau di Education Management Information System (EMIS).

Seharusnya pemerintah daerah mendorong pondok pesantren yang masih tradisional untuk membuat sekolah formal agar bisa terdata.

Untuk penanganan anak tidak sekolah, seperti apa?

Yuli : Kami akan sangat berharap dan terus menggandeng pemangku kepentingan, pemerhati yang mau terlibat agar bisa mengembalikan, mengajak anak-anak kembali ke sekolah.

Faktor ekonomi menjadi persoalan klasikal. Bagaimana menurut Anda?

Reja : Konstitusi kita sudah mengamanahkan 20 persen anggaran untuk pendidikan baik itu di APBN maupun APBD. Tapi kan 20 persen itu tidak murni untuk pendidikan tapi untuk hal-hal seperti menggaji guru dan sebagainya.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved