BANJARMASINPOST.CO.ID - Pendakwah Buya Yahya menjelaskan seorang Tuna Netra menjadi Imam Shalat.
Buya Yahya merupakan pengasuh Pondok Pesantren Al-bahjah menerangkan siapapun bisa menjadi Imam Shalat asalkan sudah baligh.
Meski demikian, Buya Yahya menjabarkan syarat seorang yang tidak memiliki penglihatan bagus agar bisa menjadi Imam Shalat berjamaah.
Semua orang yang berjenis laki-laki mempunyai kesempatan yang sama untuk menjadi imam dalam shalat berjamaah.
Baca juga: Kiat-kiat Berhasil Hijrah, Buya Yahya Jelaskan Perbanyak Renungan Diri
Baca juga: Cepat Hafal Alquran dan Tak Mudah Lupa, Ustadz Adi Hidayat Beberkan Caranya
Namun, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan yakni misalnya mengutamakan usia yang lebih tua dan lebih bagus bacaan shalatnya dalam memimpin makmum.
Lantas, bagaimana hukumnya orang buta atau tuna netra menjadi imam bagi orang-orang yang penglihatan normal?
Buya Yahya menjelaskan orang buta boleh menjadi imam bagi orang-orang yang melek atau memiliki mata dan penglihatan yang normal.
"Karena bisa saja hatinya lebih, pertanyaannya mana yang lebih bagus, yang penting sah dulu tidak perlu diperdebatkan," jelas Buya Yahya dikutip Banjarmasinpost.co.id dari kanal youtube Al-Bahjah TV.
Ia menambahkan, tuna netra sah menjadi imam terlebih misalnya orang yang berpenglihatan normal bacaan shalatnya tidak karuan.
Dalam mazhab Syafii berpendapat netral, semua orang bisa jadi imam. Tergantung pada pertimbangan kualitas bacaan dan lebih banyak hafalan Alquran.
"Pendapat mazhab Syafii, yang lebih didahulukan karena pertimbangan berikut. Misalnya A tuna netra miliki hafalan 1 juz, B orang berpenglihatan normal juga mempunayi hafalan 1 juz, sama-sama berkesempatan jadi imam. Namun, pada kasus ini lebih didahulukan yang mata normal sebab bisa membedakan najiz dan arah kiblat secara lebih baik," paparnya.
Baca juga: Amalan Hidup Berkah dan Rezeki Melimpah, Begini Penjelasan Ustadz Abdul Somad
Baca juga: Amalan Mengatasi Penyakit Hati, Ustadz Khalid Basalamah Sebut Harus Ikhlas, Tawakkal, dan Sabar
Meski demikian, dalam mazhab Imam Hanafi dan Imam Hambali, tuna netra makruh menjadi imam shalat berjamaah. Dan kaidah makruhnya tidak sama sebagaimana hal makruh dalam shalat berjamaah mazhab Imam Syafii.
Sedangkan dalam mazhab Imam Maliki berpendapat lebih bagus orang yang buta.
Ini karena tuna netra tidak melihat apapun di dunia ini, sehingga Buya Yahya menyebut jika hal ini dianggap sederhana saja dan tidak dipertentangkan.
"Bisa jadi imam yang buta lebih khusyuk, jadi perbedaannya bukan dari sah atau tidaknya tapi mana yang lebih utama ditinjau dari bacaan dan hafalan," terangnya.