BANJARMASINPOST.CO.ID, PELAIHARI - Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) tahun pelajaran 2023/2024 di SMAN 1 Pelaihari, Kabupaten Tanahlaut (Tala), Kalimantan Selatan (Kalsel), yang baru saja berakhir, menyisakan ganjalan bagi beberapa orangtua atau keluarga pendaftar.
Dua orang keluarga pendaftar, Senin (10/7/2023) siang sekitar pukul 10.45 Wita, M Hardiansyah dan Riski, mendatangi sekolah favorit yang berada di kawasan Jalan A Syairani, Pelaihari, itu.
Kedatangan keduanya telah ditunggu Ketua Dewan Pendidikan Tanahlaut, H Noor Ifansyah didampingi dua pengurus lainnya, Emelda dan Fahrurozi di ruang kepala SMAN 1 Pelaihari.
Keberadaan pengurus Dewan Pendidikan tersebut karena sebelumnya Hardiansyah mengadu ke organisasi independen tersebut.
Baca juga: Panitia PPDB 2023 di SMAN 1 Marabahan Mohon Maaf karena Puluhan Pendaftar Tak Lolos Seleksi Sistem
Baca juga: Siswa dan Orang Tua Kecele, Gagal Masuk Pilihan Pertama PPDB Langsung Masuk Pilihan Ketiga
Baca juga: Pelaksanaan PPDB 2023 di SMAN 1 Martapura Kabupaten Banjar, Tahfidz Pun Jalani Tes Hafalan Quran
Mereka ditemui perwakilan guru setempat karena Kepala SMAN 1 Pelaihari Ihsanul Imani sedang ke Dinas Pendidikan Kalsel di Banjarbaru.
Ihsanul berada di Disdik Kalsel tersebut berkonsultasi dengan pejabat berwenang setempat terkait persoalan-persoalan teknis yang melingkupi penyelenggaraan PPDB secara daring.
Mengetahui ada pihak keluarga pendaftar yang datang ke sekolahnya setelah dilapori guru setempat, Ihsanul langsung tancap gas balik kanan ke Pelaihari setelah selesai konsultasi di Disdik Kalsel dan tiba sekitar pukul 12.15 Wita.
Disaksikan pengurus Dewan Pendidikan Tala, Ihsanul langsung mempersilakan Hardi dan Riski menyampaikan permasalahan yang dihadapi.
"Intinya, keponakan saya (Helfiana Cantika) kok tidak lulus PPDB jalur zonasi, sedangkan pendaftar lainnya yang rumahnya lebih jauh tapi lulus," ungkap Hardiansyah.
Aktivis lembaga swadaya masyarakat Tala ini menuturkan keponakannya berdomisili di kawasan Jalan A Yani RT 11 RW 3 Kelurahan Angsau, Kecamatan Pelaihari.
"Ada pendaftar lainnya yang domisilinya di Desa Panggung, Kecamatan Pelaihari, jauh lagi jaraknya namun bisa diterima di SMAN 1 Pelaihari. Tolong jelaskan mengapa hal seperti itu bisa terjadi?" tandas Hardi.
Ia menegaskan kedatangan dirinya bukan bermaksud menyalahkan siapa-siapa. Dirinya hanya ingin konfirmasi dan mendapatkan penjelasan mengenai mekanisme jalur zonasi.
Ihsanul menerangkan pada PPDB sistem daring (online), fungsi atau peran sekolah hanya sebatas melakukan verifikasi data. Karenanya jika secara teknis ada permasalahan, tentu hal tersebut bukan menjadi tanggungjawab pihak sekolah.
Namun pihak Dinas Pendidikan Kalsel meminta meminta agar pihak sekolah turut membantu para pendaftar dalam melakukan pendaftaran secara daring melalui aplikasi yang jauh-jauh hari telah diumumkan.
Itu sebabnya, dirinya lalu membentuk tim dan meminta agar tak sebatas melaksanakan tupoksi melakukan verifikasi data. Lebih dari itu membantu pendaftar melakukan pendaftaran. Disediakan dua ruang lab komputer dan tenaga IT.
Ihsanul menerangkan PPDB berfokus pada jalur zonasi selain tiga jalur lainnya (afirmasi, prestasi, dan perpindahan orangtua). Karenanya sangat dimungkinkan meski domisili sama namun ada pendaftar yang diterima dan ada yang tidak ketika terjadi perbedaan jalur pendaftaran.
Bisa juga disebabkan hal lain seperti saat melakukan pendaftaran secara daring, pendaftar tidak melanjutkan ke tahapan verifikasi karena dianggap telah selesai sehingga akhirnya tak terdaftar.
"Hal yang demikian banyak terjadi," jelas Ihsanul.
Jalur zonasi, jelasnya, secara otomatis sistem akan melakukan perangkingan pendaftar sesuai jarak domisili.
Bisa saja pada hari pertama PPDB berada pada nomor urut atas, namun pada hari kedua melorot jauh dikarenakan ada pendaftar lain yang masuk dan domisili lebih dekat dengan SMAN 1 Pelaihari.
Hal tersebut juga dapat diketahui oleh masing-masing pendaftar. Pihak sekolah tidak dapat membantu menuntaskan pendaftaran secara daring ketika pendaftar tidak lapor dikarenakan login ke aplikasi PPDB daring menggunakan nomor induk kependudukan.
Dikatakannya sejak dimulainya PPDB daring menggunakan sistem zonasi pada 2020 lalu, beragam persoalan melingkupi.
Hal ini dikarenakan umumnya orangtua atau pendaftar belum mengetahui secara gamblang apa itu sistem zonasi. Bahkan banyak yang beranggapan ketika kuota rombongan belajar telah terpenuhi, maka pendaftar lain tidak bisa masuk.
Pandangan demikian keliru karena pada sistem zonasi patokannya adalah kedekatan jarak tempat tinggal dengan sekolah. Jadi, bukan cepat-cepatan mendaftar.
"Plus minus PPDB secara daring itu memang ada. Apalagi literasi atau sosialisasinya kepada masyarakat memang masih kurang sehingga banyak yang belum paham. Akhirnya ketika terjadi kendala teknis, lalu ribut dan menyalahkan," tandas Ihsanul.
Baca juga: Calon Siswa pada PPDB 2023 Terganjal Surat Domisili, SMAN 1 Pelaihari Konsultasi ke Disdik Kalsel
Lebih lanjut ia menyebutkan berdasar prosentase jalur zonasi, dari kapasitas tampung siswa baru sebanyak 288 orang, jalur zonasi mendapat jatah 144 siswa baru.
Data pada panitia PPDB SMAN 1 Pelaihari, dari 144 orang siswa baru tersebut, jarak terjauhnya yakni 1,4 kilometer. Sementara itu Cantika berjarak dua kilometer lebih. Begitu pula dengan M Nazril (keponakan Riski), jaraknya juga di atas dari 1,4 kilometer.
Kata Pengamat
Jumlah siswa minim bukan sepenuhnya dikarenakan adanya sistem zonasi. Ada kemungkinan lain, misalnya karena calon peserta didik memilih ke sekolah swasta atau sekolah berlabel agama.
Satu pengamat pendidikan yang merupakan dosen FKIP ULM Moh Yamin mengatakan hal ini karena umumnya pandangan orangtua ke depan, anak-anak perlu dibekali pelajaran agama yang lebih dan ini tidak ada di sekolah negeri.
Selain itu, dimungkinkan akibat zonasi karena harus mendaftar ke sekolah terdekat. Sementara sekolah terdekat minim fasilitas dan penunjang pendidikan, maka lebih baik ke sekolah swasta.
Dan untuk menguatkan sekolah-sekolah negeri dan menjadi pilihan anak-anak didik, sudah seharusnya perkuat sarana pendidikan sehingga mereka (calon anak didik) berminat bersekolah ke sekolah negeri.
Kendatipun demikian, ini kondisi dilematis karena sekolah negeri yang didukung oleh BOS dilarang menarik tambahan biaya ke para peserta didik. Oleh sebab itu, inovasi sekolah dengan fasilitasi Dinas Pendidikan setempat dibutuhkan.
Pembenahan harus holistik. Tidak hanya pimpinan sekolah, guru, akan tetapi pengelolaan BOS yang berorientasi pada inovasi pembelajaran dan pendidikan di sekolah. Hanya sekolah setempat yang memahami dan bisa melakukan kerja-kerja perubahan itu.
(Banjarmasinpost.co.id/Idda Royani)