BANJARMASINPOST.CO.ID - Islam dengan tegas mengatur tentang aurat lelaki dan aurat perempuan. Dan batasan aurat lelaki adalah dari pusar hingga lutut.
Karena itu tidak boleh memakai celana pendek yang menampakkan auratnya. Dan tidak boleh menampakkan aurat di hadapan lelaki lain, maupun di hadapan wanita selain istrinya atau budak wanitanya.
Lalu bagaimana masyarakat memandang tren tersebut. Wisnu, warga Banjarbaru ikut menanggapi tren celana pendek, terutama kalangan pelari.
“Menurut saya, memakai celana pendek yang melewati batas aurat tentu tidak sesuai aturan,” kata Wisnu.
Sebagai muslim, dirinya memilih tren yang tidak melanggar aturan agama dan masih sopan dipandang masyarakat.
“Tidak semua tren harus diikuti, apalagi jika bertentangan dengan syariat. Kalau untuk di rumah atau olahraga di tempat tertutup mungkin pernah, tetapi untuk di tempat umum sebisanya saya menghindari karena khawatir melanggar ketentuan menutup aurat,” katanya.
Baca juga: Pandangan Ulama: Tato Tak Wajib Dihapus Setelah Bertaubat
Baca juga: Adakah Amalan Doa Khusus Tolak Bala Rebo Wekasan 2025 pada Rabu 20 Agustus? Simak Penjelasan Ulama
Sama dengan Wisnu. Yazid, warga Banjarmasin ikut menanggapi. Menurutnya sebagai seorang muslim hendaknya tetap mengikuti aturan yang telah ditentukan syariat berkaitan dengan cara berpakaian.
“Saya biasa olahraga air soft yah, kami kalau berolahraga tetap menggunakan celana panjang yah tepat di atas mata kaki yah,” kata Yazid.
Masyarakat menyikapi tren ini dengan beragam, melihat keramaian kota pagi hari para pecinta olahraga dari kalangan laki-laki memang beragam namun sangat minim dijumpai mereka yang mengenakan celana panjang.
“Kalau saya janganlah pakai celana pendek, pakai celana panjang, karena ada batasan-batasan juga minimal di bawah lututlah,” ucap Yazid.
Bercelana Pendek bagi Lelaki Melanggar Etika Syariat
BELAKANGAN jadi tren mengenakan celana pendek di kalangan lelaki. Tidak hanya di rumah, tapi juga di ruang publik, seperti tempat wisata, taman, mal dan lainnya.
Padahal, sama seperti pada perempuan, Islam mengatur tentang aurat lelaki dan batasan aurat lelaki adalah dari pusar hingga lutut. Karena itu, tidak boleh memakai celana pendek yang menampakkan auratnya.
Dan tidak boleh menampakkan aurat, baik di hadapan lelaki lain, maupun di hadapan wanita, selain istri atau budak wanitanya.
Menanggapi tren tersebut, Dr H Nuril Khasyi’in Lc MA, Sekretaris Prodi S3 Ilmu Syariah UIN Antasari Banjarmasin sekaligus Dosen bidang Fikih Siyasah dan Qawaid Fiqhiyah memberikan penjelasan.
Dr Nuril mengakui, dalam era modern, tren berpakaian semakin beragam, termasuk di kalangan lelaki yang kerap mengenakan celana pendek di ruang publik.
“Sebelum masuk terkait hukum memakai celana pendek, alangkah lebih baiknya melihat awal mula sejarah laki-laki menggunakan celana pendek,” ujar Dr Nuril.
Dr Nuril menjelaskan, celana pendek awalnya dikenal sebagai pakaian anak-anak dan kemudian diadopsi militer di daerah tropis karena kenyamanan.
Seiring perkembangan zaman, celana pendek menjadi bagian dari gaya hidup kasual dan tren fashion global.
“Islam memiliki aturan yang komprehensif terkait dengan berpakaian, tidak sekedar modis atau mengikut fashion, tapi diwajibkan menutup aurat.
Dalam hal ini, aurat dikategorikan menjadi tiga, di antaranya Batasan (aurat laki-laki dan perempuan), Keketatan dan Tebal tipis atau tembus pandangnya bahan kain yang dipakai,” kata Dr Nuril.
Dosen bidang Fiqih tersebut menjelaskan, jenis pakaian yang terlarang
digunakan untuk lelaki, di antaranya yang membuka aurat, tasyabuh bil mar’ah (meniru pakaian perempuan), dan yang memudharatkan (seperti ketatnya pakaiaan).
Adapun pakaian halal bagi lelaki, Dr Nuril menjelaskan, selama pakaian didapatkan dengan cara yang diperbolehkan dan sesuai aturan syariat, maka pakaian tersebut dikategorikan pakaian halal.
“Adapun dari sisi kebaikannya, pakaian tersebut disesuaikan dengan tempat dan tidak membawa hal-hal yang mengakibatkan konflik atau kemudharatan. Sopan dan bersih, menjadi pilihan baik bagi umat Islam,” ucapnya.
Ketentuan berpakaian di dalam rumah bagi lelaki menurut syariat yang dijelaskan, tidak ada bedanya terkecuali di depan mahram dalam keadaan tertentu.
“Berbeda hal jika di dalam rumah tersebut suami dan istri dalam hal-hal tertentu, diperbolehkan (mengenakan celana pendek),” katanya.
Dr Nuril kemudian menjelaskan, lebih rinci tentang hukum Islam terkait lelaki yang mengenakan celana pendek.
“Batasan aurat laki-laki dalam mazhab Syafi ’i, adalah antara pusar hingga lutut,” ucapnya.
Oleh karena itu, ditegaskan untuk celana pendek yang tidak menutupi lutut dianggap membuka aurat dan tidak sesuai dengan syariat.
Islam sendiri menekankan pentingnya menutup aurat sebagai bentuk menjaga
kehormatan diri. Kemudian, Dr Nuril menjelaskan, dengan mengutip dalil-dalil dari Al-Qur’an dan Hadis Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam.
Allah berfi rman dalam surah Al-A’raf ayat 26 yang artinya,”Hai anak Adam,
sesungguhnya Kami telah menurunkan pakaian untuk menutupi auratmu dan sebagai perhiasan, dan pakaian takwa adalah yang terbaik…” (QS. Al-A’raf:26)
Begitu pula dalam QS An-Nur:30 yang artinya, ”Katakanlah kepada laki-laki yang beriman hendaklah mereka menjaga pandangannya dan memelihara kemaluannya.
Demikian itu lebih suci bagi mereka. Sesungguhnya Allah Maha teliti terhadap apa yang mereka perbuat,” (QS.An-Nur:30).
Dr Nuril menegaskan, Rasulullah dikenal sangat menjaga kesopanan dalam berpakaian.
Nabi senantiasa mengenakan izar (sarung) yang menutupi hingga lutut dan rida (selendang) untuk bagian atas. “Tidak pernah beliau menampakkan bagian tubuh yang termasuk aurat,” kata Dr Nuril.
Dr Nuril kembali menegaskan, celana pendek yang menampakkan paha atau berada di atas lutut, apalagi dikenakan di ruang publik, termasuk membuka aurat dan bertentangan dengan etika syariat seperti dikutip ucapan tegas Syaikh Yusuf al-Qaradawi.
“Berpakaian sopan dan menutup aurat adalah bagian dari menjaga kehormatan diri. Pelanggaran terhadapnya bisa dikategorikan sebagai perbuatan dosa,” ujarnya.
Islam sendiri dinilai tidak melarang berpakaian indah, bahkan mendorong keindahan dan kebersihan, sebagaimana sabda Rasulullah, “Sesungguhnya Allah itu indah dan menyukai keindahan.” “Namun, keindahan dalam Islam selalu berpadu dengan kesopanan dan kehormatan.
Maka, berpakaian bukan sekadar gaya, tapi juga cerminan akhlak dan identitas seorang Muslim,” kata Dr Nuril. (Banjarmasinpost.co.id/Saiful Rahmah)