Berita Banjarmasin

Ulama Kalsel KH Tabrani Basri Meninggal Dunia: ini Kisah Beliau Selamat dari Kecelakaan Pesawat Haji

Kabar duka ulama Masjid Sabilal Muhtadin Banjarmasin, KH. Drs.Tabrani Basri meninggal dunia, Selasa (30/9/2025), kisah selamat kecelakaan pesawat

|
Editor: Rahmadhani
Banjarmasinpost.co.id/salmah
BERPULANG - KH Drs Tabrani Basri. KH. Drs.Thabrani Basri, yang kerap memimpin majelis di Masjid Sabilal Muhtadin Banjarmasin, meninggal dunia, Selasa (30/9/2025) malam. 

BANJARMASINPOST.CO.ID - Kabar duka datang, salah satu ulama kharismatik Kalimantan Selatan, Kiyai Haji (KH) Drs.Tabrani Basri meninggal dunia, Selasa (30/9/2025) malam.

Tuan Guru KH Drs.Tabrani Basri, demikian biasa beliau dikenal, tutup usia dalam usia 87 tahun.

Tuan Guru KH Drs.Tabrani Basri adalah tokoh kelahiran Amuntai, Hulu Sungai Utara (HSU) pada tahun 1938 M (1357 H). 

Mendiang KH Tabrani Basri adalah alumni IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. 

Tuan Guru KH. Drs.Tabrani Basri hingga akhir hayatnya dikenal sebagai pengasuh pengajian setiap Selasa malam di Masjid Sabilal Muhtadin Banjarmasin.

Selain di Masjid Sabilal Muhtadin, Tuan Guru KH. Drs.Tabrani Basri juga rutin menggelar majelis di Jalan manggis, Banjarmasin dengan materi tauhid dan fiqih.

Baca juga: Kakanwil Kemenag Kalsel Lantik Lima Pejabat, Yamani Mengikuti Prosesi dari Rumah Sakit

Baca juga: Kiprah Dakwah Ustadz Zulfakar Ali Muhammad Tantawi Lc di Banjarmasin: Jembatani Perbedaan Mazhab

Tuan Guru KH. Drs.Tabrani Basri merupakan Ketua Badan Pengurus Masjid Sabilal Muhtadin Banjarmasin periode 2008-2010.

Semasa hidup, Tuan Guru KH. Drs.Tabrani Basri juga aktif mengajar sebagai dosen di Universitas Lambung Mangkurat (ULM) dari tahun 1965. 

Ia juga Pernah menjadi Ketua Tanfidziyah PW NU Propinsi Kalsel (1997-2002) dan Ketua Komisi Dakwah MUI Kalsel, 

Dikutip dari laman Instagram Syiar Majelis Sabilal Muhtadin, Tuan Guru KH. Drs.Tabrani Basri akan disalatkan di Masjid Sabilal Muhtadin hari ini, Rabu (1/10/2025).

Kabar duka datang, salah satu ulama kharismatik Kalimantan Selatan, KH. Drs.Tabrani Basri meninggal dunia, Selasa (30/9/2025) malam.
Kabar duka datang, salah satu ulama kharismatik Kalimantan Selatan, KH. Drs.Tabrani Basri meninggal dunia, Selasa (30/9/2025) malam. (Instagram Syiar Majelis Sabilal Muhtadin)

Kisah Selamat dari Kecelakaan Pesawat Haji

Mendiang KH. Drs.Thabrani Basri dan sang istri, Hj Rasidah adalah di antara dari penumpang pesawat DC-8 milik Islandia, yang disewa Garuda untuk mengangkut pulang Jama’ah Haji asal Kalsel, yang jatuh di wilayah Colombo tahun 1978 lalu.

Cerita lama yang mungkin sebagian generasi kini belum mengetahuinya.

Dalam kecelakaan tersebut, dari 249 penumpang hanya 76 orang yang selamat dan luka-luka, sisanya sebanyak 175 jama’ah gugur sebagai Syuhada Haji.

Pesawat carteran Garuda Indonesia yaitu DC-8 63 CF kode LL001 TF FLA milik maskapai Loftleider Icelandic, Islandia, membawa jamaah calon haji Kalsel berangkat dari Embarkasi Surabaya ke Jeddah, Arab Saudi.

Pesawat itupula yang membawa pulang jemaah haji ke tanah air, namun takdir mengharuskan pesawat tertimpa musibah yang menewaskan 175 penumpang dari total 264 penumpang.

Banyak jamaah di penerbangan itu yang merupakan kalangan pejabat pemerintahan di Kalsel dan Banjarmasin, anggota dewan, selain itu akademisi, pedagang dan lainnya.

Pada pertengahan Desember 2018 lalu, KH Drs Tabrani Basri pernah mengisahkan ceritanya selamat dari kecelakaan pesawat tersebut kepada Banjarmasinpost.co.id.

Dalam wawancara itu, KH Drs Tabrani Basri memaparkan, saat kejadian itu ia berusia 40 tahun dan istrinya, Hj Rasidah berusia 38 tahun. Mereka termasuk rombongan haji dari Universitas Lambung Mangkurat.

"Saat itu kami 9 orang dari Unlam. Pembantu Rektor III bersama istri, Dekan Fakultas Hukum bersama istri, Dekan Fakultas Sospol juga bersama istri, saya dari Fakultas Ekonomi bersama istri dan seorang bendahara Unlam," ungkapnya.

Tukas Hj Rasidah, sebelumnya tak ada firasat jelek saat di tanah suci. Hanya saja, saat baru tiba di Madinah, ia sempat bermimpi pulang ke tanah air mengenakan pakaian ihram tanpa membawa barang apa-apa.

"Sepulang dari masjid di Madinah, kami duduk-duduk bersama rekan sekamar, ketika itu saya ceritakan mimpi saya dan mengundang tawa semua di situ," seloroh ibu lima anak ini.

Ujar salah seorang jamaah, H Asnawi, Pensiunan Kakanwil Diknas Kalsel, yang kemudian turut meninggal dalam peristiwa tragis itu, jika pulang berpakaian ihram dan dipeluk para cucu, maka busana bisa terlepas. Bagaimana jadinya dilihat orang.

Ketika bersiap pulang ke tanah air, Hj Rasidah juga melihat pesawat yang akan dinaiki itu seperti sudah tua, butut.

"Pesawatnya warna hijau daun, tapi saya lihat kok jelek, usang. Padahal itu pesawat yang sama kami tumpangi saat berangkat haji," tukasnya.

KH Drs Tabrani Basri dan Hj Rasidah kala menceritakan selamat dari kecelakaan pesawat Haji di Colombo
KH Drs Tabrani Basri dan Hj Rasidah kala menceritakan selamat dari kecelakaan pesawat Haji di Colombo (Banjarmasinpost.co.id/salmah)

Tabrani menambahkan, pesawat yang kabarnya berusia 10 tahun itu semestinya terbang siang namun entah kenapa tertunda hingga 10 jam. Anehnya pula pramugari Garuda yang sedianya ikut malah tertinggal lima orang.

"Saat itu kami mau duduk di barisan muka, tapi karena harus terpisah tempat duduk. Maka kami berpindah ke tengah pesawat, belakang sayap, supaya bisa sederet bertiga dengan adik perempuan saya yang juga sama-sama pulang berhaji," kisah Tabrani.

Padahal, di bagian tengah pesawat itulah yang nantinya menjadi pusat ledakan.

Sambung Hj Rasidah, mereka naik pesawat sudah lepas malam. Karena tak sempat shalat Maghrib, maka ia pun mengajak suaminya shalat Maghrib di pesawat.

Tapi Tabrani mengatakan nanti saja sekalian shalat jama takhir (gabung Maghrib-Isya) ketika pesawat mendarat di Colombo untuk isi bahan bakar.

"Saya kecapekan. Ya, kami semua memang capek saat itu. Apalagi 10 jam nunggu diterbangkan. Makanya saya tunda shalat di pesawat. Co-pilot saat keluar cockpit dan berjalan ke arah belakan pesawat sempat saya tanya, bolehkah berwudhu di belakang, dijawabnya tidak boleh, lebih baik shalat di Colombo saja. Itulah akhirnya saya putuskan tidak shalat di pesawat," paparnya.

Para jamaah lain yang awalnya ramai berbincang beberapa waktu kemudian banyak yang terlelap termasuk pula Tabrani yang tak kuasa menahan lelah dan kantuk dalam penerbangan panjang ini.

Dalam tidurnya, Tabrani bermimpi. Mimpi itu membuat terbangun dan memutuskan berubah pikiran. Dan itu terjadi beberapa saat sebelum kejadian.

Bagaimana kisahnya?

Menjelang detik-detik kecelakaan itu, banyak jamaah haji tidur dalam penerbangan pesawat menuju Colombo, Srilangka. Demikian pula KH Drs Tabrani Basri, terlelap dalam istirahatnya dan dibuai mimpi.

Tak lama berselang ia tersentak bangun. Timbul rasa takut kepada Allah SWT setelah mengalami mimpi yang begitu aneh tersebut.

"Dalam mimpi itu saya berada di Masjid Nabawi, Madinah. Saya melihat orang begitu ramai mengumpulkan jenazah, jasadnya ada yang utuh dan ada yang hanya berupa potongan tubuh," ungkap Tabrani.

Tabrani tersadar dan memutuskan untuk shalat bersama istri dan adik perempuannya. Mereka kemudian bertayamum dan menggabung shalat Maghrib dan Isya (jama takhir).

"Suara riuh rendah, ada jamaah yang bertakbir mengingat Allah, ada yang berteriak minta tolong," ujarnya.

Dugaan mereka, cuaca berbadai yang membuat pesawat terhentak dan tak mungkin dinaikan lagi.

Ledakan pertama semakin membuat panik. Pesawat yang terseret akhirnya berhenti dengan meninggalkan bagian ekor yang patah. Tak tahu berapa penumpang jadi korban di bagian belakang itu.

"Suami saya terlilit kabel di leher dan tubuhnya tertindih kursi dan barang-barang. Dalam situasi berasap itu saya berdiri melepas kabel di lehernya dan menjauhkan kursi dari tubuhnya. Beruntung sabuk tidak lagi mengikat tubuh kami karena saat shalat kami melepas sabuk," papar Rasidah.

Rasidah menghantamkan jeriken air Zamzam ke kaca jendela pesawat untuk membuat jalan keluar. Namun setelah pecah ternyata masih ada dua lapis kaca lagi di jendela itu.

Tabrani yang sudah terbebas dari himpitan kursi dan barang, bersama istri berusaha keluar di tengah asap mengepul dan nyala api.

Terjadi ledakan kedua di bagian depan pesawat, suami istri itu terus berusaha mencari jalan keluar dan akhirnya menemukan pintu belakang pesawat.

"Saya terjun dari badan pesawat yang tingginya 4 meter. Alhamdulillah, seolah kaki ini menginjak sesuatu yang ringan, saya selamat sampai di tanah. Ketika istri saya berteriak mencari saya, saya jawab saya sudah di tanah," terangnya.

Tak lama kemudian istrinya yang bingung bagaimana harus menyusul turun, tiba-tiba sudah ada di tanah dan ia pun tak tahu bagaimana jadi bisa turun dengan selamat.

Tabrani sempat menanyakan nasib adiknya. Namun sang istri tak juga tak tahu kondisi sang adik ipar. Mereka pun pasrah, karena kembali naik dan mencari korban di pesawat jelas tak mungkin.

Tabrani menduga, adiknya meninggal sebelum ledakan. Dimungkinkan karena mengidap asma, kemudian kumat saat menghirup asap hitam dari ledakan pertama.

"Kemudian kami bergegas lari menjauhi pesawat. Selanjutnya ditolong warga setempat dan dibawa ke rumah mereka.

Tabrani dan Rasidah sempat terpisah karena Rasidah yang cedera ringan di lutut lebih dulu dibawa ke rumah sakit yang berjarak 30 Km. Sedangkan Tabrani baru subuh diantar tim penolong ke hotel karena kondisinya tidak cedera.

"Keesokan hari saya diantar ke hotel dan bertemu suami. Kami berpelukan. Dan kami baru sadar wajah kami masih coreng moreng hitam-hitam, lubang hidung dan gigi juga hitam karena bekas asap," seloroh Rasidah.

Rasidah masih menyimpan pakaian saat kejadian yang hanya robek kecil di lutut kiri.

"Kejadian yang tak terlupakan. Apalagi saat itu tepat tanggal ulang tahun saya ke-38. Subhanallah, kami masih diberikan umur hingga kini," pungkasnya.

(Banjarmasinpost.co.id)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved