Berita Banjarbaru
Walhi Kalsel Soroti Tragedi Longsor di Banjarsari, Desak Pemerintah Audit Perusahaan Tambang
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Kalsel menyoroti tragedi tanah longsor di Desa Banjarsari, Kecamatan Angsana, Tanahbumbu
Penulis: Muhammad Syaiful Riki | Editor: Budi Arif Rahman Hakim
BANJARMASINPOST.CO.ID, BANJARBARU - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Kalimantan Selatan menyoroti tragedi tanah longsor di Desa Banjarsari, Kecamatan Angsana, Kabupaten Tanahbumbu, sebagai alarm keras bahwa negara gagal mengendalikan aktivitas pertambangan di daerah tersebut.
Insiden yang menimbulkan kerusakan lingkungan dan mengancam keselamatan warga itu disebut bukan lagi persoalan lokal, tetapi bagian dari krisis struktural yang telah berlangsung lama.
Direktur Eksekutif Walhi Kalsel, Raden Rafiq mengatakan, kerusakan ekologis di Banjarsari mencerminkan buruknya pengawasan dan penegakan hukum terhadap industri tambang, baik yang berizin maupun ilegal.
“Warga hidup dalam ancaman terus menerus. Sementara perusahaan tambang tetap beroperasi tanpa pengawasan ketat. Ini potret nyata kegagalan negara,” ujarnya.
Menurut Walhi, aktivitas pertambangan di kawasan tersebut telah memicu pencemaran air, hilangnya sumber air bersih, kerusakan lahan pertanian, hingga meningkatnya risiko banjir dan longsor.
Baca juga: Prakiraan Cuaca Kalsel Sabtu 8 November 2025, Waspada Hujan Petir di Sejumlah Wilayah
Tragedi Banjarsari disebut bukan peristiwa tunggal, melainkan bagian dari rangkaian panjang kerusakan ekologis akibat lemahnya kontrol negara.
Raden menyebut, temuan Bareskrim Polri yang mengidentifikasi lebih dari 230 Pertambangan Tanpa Izin (PETI) di Kalimantan Selatan memperkuat catatan itu.
Walhi menilai angka tersebut menunjukkan betapa masif dan sistematisnya praktik tambang ilegal yang luput dari tindakan tegas.
“Jika ratusan tambang ilegal bisa beroperasi di satu provinsi, ini bukan kelalaian. Ini pembiaran struktural. Negara telah gagal melindungi warganya,” tegas Raden.
Walhi Kalsel mendesak pemerintah pusat dan daerah segera melakukan audit lingkungan serta audit kepatuhan terhadap seluruh perusahaan tambang di Kalimantan Selatan.
Audit tersebut diminta dilakukan secara menyeluruh, transparan, dan melibatkan masyarakat serta lembaga independen.
Selain itu, Walhi menuntut pemerintah mengumumkan secara terbuka seluruh data perizinan dan temuan pelanggaran tambang di Tanahbumbu maupun wilayah lain di Kalsel.
“Publik berhak tahu siapa yang bertanggung jawab atas kerusakan ini dan apa langkah pemulihannya,” kata Raden.
Walhi juga mengingatkan bahwa Kalsel telah berada dalam status darurat ekologis. Bencana yang sering terjadi setiap tahun disebut sebagai dampak langsung model pembangunan ekstraktif yang merampas ruang hidup warga.
Berdasarkan catatan Walhi, lebih dari 50 persen wilayah Kalsel saat ini sudah dibebani izin usaha, mulai dari pertambangan, perkebunan, hutan tanaman industri, hingga hak pengusahaan hutan. Belum termasuk aktivitas ilegal yang luasannya belum dapat dipetakan secara pasti.
“Pertanyaannya, berapa banyak ruang hidup yang tersisa untuk rakyat jika sebagian besar wilayah sudah dikuasai korporasi?” ucap Raden.
Walhi menegaskan negara harus menempatkan keselamatan warga dan kelestarian lingkungan di atas kepentingan ekonomi pertambangan. Jika tidak ada langkah konkret, tragedi seperti di Banjarsari disebut akan terus berulang. (msr)
| Pasokan Pertamax di SPBU Banjarbaru-Banjar Mulai Lancar |
|
|---|
| Pelayanan Drive Thru BPN Banjarbaru Permudah Warga Ambil Sertifikat Tanah |
|
|---|
| Jelang Haul Guru Sekumpul, Pemprov Kalsel Siapkan Dapur Umum dan Mobil Pengolah Air |
|
|---|
| 2.004 Honorer Banjarbaru Belum Diangkat Jadi PPPK Paruh Waktu, Pemko dan DPRD Rapat Cari Solusi |
|
|---|
| Masih Ada 2 Ribu Lebih Honorer Banjarbaru Belum Diangkat Jadi PPPK Paruh Waktu, Pemko Cari Solusi |
|
|---|

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.