Kampusiana
Politeknik Tekankan Penguasaan Keterampilan, Kalsel Urutan Pertama IPK Nasional
Data PDDikti Kemendikbud 2023 mengungkap Kalsel menempati urutan pertama rata-rata Indeks Prestasi Kumulatif (IPK)
BANJARMASINPOST.CO.ID - Data Pangkalan Data Pendidikan Tinggi (PDDikti) Kemendikbud 2023 yang mengungkap Kalimantan Selatan menempati urutan pertama rata-rata Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) mahasiswa tertinggi di Indonesia dengan angka 3,52, sejalan capaian lulusan Politeknik Negeri Banjarmasin (Poliban) tahun akademik 2024/2025 di kisaran angka 3,6.
Direktur Poliban, Joni Riadi menyebut rata-rata IPK lulusan Diploma 3 tahun ini sebesar 3,36. Sedangkan lulusan Diploma 4 atau Sarjana Terapan mencapai 3,65.
“Tren IPK lulusan Poliban setiap tahun berkisar di angka tersebut, kalaupun ada kenaikan atau penurunan tidak terlalu signifikan,” jelasnya, Rabu (10/9/2025).
Meski demikian, Joni menekankan bahwa IPK bukanlah satu-satunya ukuran kualitas lulusan.
Menurutnya, membandingkan rata-rata antar kampus juga tidak mudah. Sebab sistem penilaiannya bisa berbeda-beda.
“Agak susah membandingkan rata-rata IPK. Misalnya, ada kampus yang menetapkan nilai A pada rentang 80-100, tapi ada juga yang baru memberi nilai A jika nilainya 85 ke atas. Begitu pula dengan AB, B, BC, dan seterusnya,” ungkapnya.
Sebagai kampus vokasi, Poliban lebih menekankan pada penguasaan keterampilan praktis. Setiap mahasiswa sebelum lulus diwajibkan menjalani uji kompetensi yang diselenggarakan Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP P1) Poliban.
Lalu seperti apa pengalaman mahasiswa dengan IPK yang tinggi? Ahmad Ronnan Fawwaz (20), mahasiswa semester 5 Ilmu Komunikasi FISIP ULM, mengaku IPK sementara yang ia raih berada di angka 3,83.
Ia pun optimistis bisa mempertahankannya, meski mengakui jalannya tidak selalu mudah.
“Usaha paling sederhana ya jangan absen, belajar, dan kerjakan tugas sesuai arahan dosen. Tantangannya justru menyesuaikan gaya penilaian tiap dosen, karena beda dosen bisa beda standar,” ujarnya, Kamis (11/9).
Selain kuliah, Ahmad juga aktif di organisasi, menerima beasiswa, dan bekerja sebagai freelancer. Aktivitas itu kerap jadi tantangan untuk tetap menjaga stabilitas nilai. “Beasiswa kan mensyaratkan IPK tinggi, jadi harus benar-benar dijaga,” tambahnya.
Sementara itu, Nabila Aulia Zahra (20), mahasiswa semester 3 Ilmu Komunikasi ULM, menilai ujian akhir semester (UAS) jadi kunci penentu IPK.
“Kalau UAS jelek, nilai bagus dari tugas dan UTS bisa runtuh. Penilaiannya kurang lebih 30 persen tugas, 30 persen UTS, dan 40 persen UAS. Jadi harus benar-benar stabil di UAS,” tuturnya.
Kisah berbeda datang dari Refia Azka, mahasiswa Ilmu Komunikasi ULM yang tinggal menunggu wisuda. Dengan IPK 3,95, ia mengaku sejak awal kuliah sudah memasang target konsistensi.
“Prinsipku sederhana, yaitu nilai harus stabil. Di kampus, asal paham materi dan nggak meremehkan tugas, IPK bisa terjaga. Tapi setelah lulus, aku belajar juga kalau IPK bukan segalanya di dunia kerja. Pengalaman organisasi dan freelance justru lebih banyak dilihat,” ungkapnya.
| KKN di Sungai Cuka Tanahbumbu, Mahasiswa FPIK ULM Ubah Limbah Perikanan Jadi Pakan Ikan | 
				      										 
												      	 | 
				    
|---|
| Dukung Bank Sampah Sekumpul, Prodi Teknik Mesin ULM Hibahkan Alat Bakar Sampah Minim Asap | 
				      										 
												      	 | 
				    
|---|
| Kunjungi Banjarmasin Post, Mahasiswa FKIP ULM Diajak ke Dapur Redaksi hingga Studio | 
				      										 
												      	 | 
				    
|---|
| Ide Kreatif Mahasiswa KKN Fakultas Pertanian ULM, Sulap Hama Tanaman Jadi Suvenir Menarik | 
				      										 
												      	 | 
				    
|---|
| Inovasi Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Banjarmasin, Ubah Bonggol Jagung Jadi Pasir KucinG | 
				      										 
												      	 | 
				    
|---|

												      	
												      	
												      	
												      	
												      	
				
			
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.